Oleh. Selvi Lia Leo Neta, S.Pd.
(Kontributor CemerlangMedia.Com, Muslimah Peduli Umat)
CemerlangMedia.Com — Banyak masyarakat Indonesia yang saat ini sudah menggunakan jasa ojek online karena jasa ojek online mudah dipesan hanya dengan menggunakan smartphone. Kapan pun dan di mana pun pesannya, akan tersedia pengemudi ojek online yang akan selalu siap menerima pesanan dengan tarif yang masih terjangkau.
Belum lama ini Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengklaim pendapatan pengemudi ojek online naik berkat adanya motor listrik. Menurutnya, motor listrik merupakan game changer untuk meraih target pengurangan emisi. Hal tersebut juga untuk menurunkan beban operasional pengemudi ojek online. Dan untuk mempercepat pengadaan motor listrik, ia mendorong swasta untuk ikut melakukan edukasi dan sosialisasi. Selain itu, untuk mengakselerasi program konversi tersebut, Menteri ESDM meminta Polri untuk mempromosikan ke daerah-daerah (m.tribunnews.com, 30-07-2023).
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati merespons klaim Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi yang mengklaim pendapatan pengemudi ojek online naik berkat adanya motor listrik. Menurut Lily, pernyataan tersebut tidak benar. Sebab banyak pengemudi ojek online yang terbebani biaya sewa motor listrik yang harus dibayar setiap harinya. Faktanya, pengemudi ojek online terpaksa bekerja tanpa libur untuk membayar sewa motor listrik ke aplikator (bisnis.tempo.co, 30-07-2023).
Sedangkan menurut Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia Igun Wicaksono mengatakan jika konsumen ojek online kurang berminat menggunakan motor listrik. Sebab, kecepatan motor listrik lebih cocok digunakan pada lingkungan perumahan, bukan di jalan raya. Selain itu, waktu pengisian baterai motor juga dinilai lebih lama dibandingkan motor konvensional. Igun juga mengatakan bahwa infrastruktur penunjang Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) saat ini masih jarang didapati sehingga menyulitkan produktivitas konsumen (m.tribunnews.com, 30-07-2023).
Menjadi Mitra Tidak Bisa Membela Diri
Perusahaan apikasi menganggap para pengemudi ojek online bukan sebagai pekerja, tetapi sebagai mitra. Hubungan kemitraan antara pengemudi ojek online dengan perusahaan aplikasi menjadikan posisi pengemudi makin susah. Ini karena pengemudi ojek online terjebak dalam kebijakan yang menjadikannya sebagai mitra perusahaan. Sebagai mitra perusahaan, pengemudi ojek online tidak mendapatkan hak-hak pekerja bahkan tidak memiliki hak hanya untuk sekadar mengadukan nasibnya kepada pihak yang berwenang. Perusahaan berusaha menekan pengeluaran modal dengan salah satu caranya meminimalkan gaji pekerja demi mendapatkan keuntungan maksimal tanpa ada kerugian.
Perusahaan aplikasi mengklaim bahwa pihaknya selalu mengikuti regulasi pemerintah dan berupaya meningkatkan kesejahteraan mitra pengemudi. Pada kenyataannya, beberapa pengemudi ojek online hanya mendapatkan uang antara Rp10.000 sampai Rp100.000. Bahkan terkadang sama sekali tidak mendapatkan pesanan sehingga tidak mendapatkan uang. Pengemudi ojek online memegang dua hingga tiga aplikasi ojek online demi memenuhi target. Potongan aplikasi sekitar 20%, padahal jika merujuk kepada putusan Kementerian Perhubungan pada September 2022, pemotongan biaya sewa penggunaan aplikasi sebesar 15%.
Meskipun pengemudi ojek online berstatus sebagai mitra, pengemudi dituntut bekerja keras, harus menjaga rating, dan perfoma. Jika rating dan perfoma turun, imbasnya pengemudi akan susah untuk mendapatkan orderan. Pihak aplikator semaunya memperlakukan pengemudi, melarang pengemudi melakukan demonstrasi, dan berserikat. Selain itu, pihak aplikator mengubah soal aturan bonus dan tarif tanpa mendiskusikannya dengan perwakilan pengemudi.
Penguasa Tutup Mata
Penguasa tutup mata, membiarkan kezaliman ini terjadi. Kezaliman ini terjadi karena semua berakar dari penerapan sistem kapitalisme yang melepaskan tanggung jawab negara untuk menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Negara hanya membuat regulasi yang faktanya justru membuat rakyat menjadi sengsara, seperti UU Ciptaker. Negara membiarkan pihak swasta membukan lapangan pekerjaan secara luas, padahal pihak swasta hanya berorientasi pada keuntungan semata dalam berinvestasi.
Seharusnya, jika pengusaha aplikasi menganggap pengemudi ojek online sebagai mitra, maka keuntungan hasil kerja sama tersebut harus dibagi merata, demikian pula halnya dengan kerugian jika terjadi kerugian, kerugian harus ditanggung bersama. Namun, keuntungan diambil oleh perusahaan aplikasi saja. Hal ini merupakan bentuk kezaliman yang terjadi antara pekerja dan pemberi kerja dalam sistem kapitalisme.
Aturan Islam
Di dalam Islam, semua aturan diatur dengan sempurna. Penerapan peraturan Islam membawa kebaikan kepada siapa pun tanpa menzalimi. Negara mengurus urusan rakyat dengan menjamin terpenuhinya semua kebutuhan rakyat. Negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Khalifah sebagai kepala negara akan bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya dan akan mempertanggung jawabkannya di akhirat kelak. Islam memiliki akad kerja yang manusiawi dan tidak mengeksploitasi pekerja. Upah pekerja ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pihak pekerja dan pemberi kerja, upah disesuaikan dengan jenis pekerjaan, serta posisi pekerja dan pemberi kerja setara. Di dalam QS An-Nahl ayat 90, Allah menjelaskan untuk tidak berbuat zalim.
۞ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
Wallahua’lam bisshawwab. [CM/NA]