Oleh. Nurul Aryani
(Aktivis Dakwah dan Tenaga Pendidik)
CemerlangMedia.Com — Viral di media sosial sebuah video menunjukkan aksi puluhan emak-emak menggerebek basecamp narkoba di Kota Jambi. Video yang berdurasi empat menit tersebut juga memperlihatkan tumpukan dus yang berisi sabu dan juga lembaran uang dari hasil bisnis haram narkoba.
Dilansir dari detikSumbagsel, Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi Dr Sahuri Lasmadi mengatakan aksi emak-emak ini secara tidak langsung adalah tamparan keras yang diberikan kepada polisi dan sudah sangat mempermalukan secara tidak langsung aparat penegak hukum yang ada di sekitar sana.
Dosen Fakultas Hukum tersebut juga berpendapat bahwa ini adalah sebuah bentuk pembiaran karena tidak mungkin aparat tidak mengetahui adanya lokasi narkoba tersebut karena polisi ataupun BNN memiliki intel yang hebat yang tentunya pasti mengetahui adanya lokasi narkoba. Beliau menyayangkan kenapa pihak berwenang tidak menindaklanjuti dan kenapa harus emak-emak yang bertindak. Kejadian ini menurut beliau sudah menampar institusi Polri (detik.com, 24-07-2023).
Indonesia Darurat Narkoba
Sejak 1971 Presiden Soeharto telah mengumumkan Indonesia darurat narkoba. Kondisi darurat ini tidak kunjung beralih ke arah lebih baik, malah makin menjadi-jadi. Mantan Pejabat BNN Benny Jozua Mamoto bahkan menyatakan yang lolos jauh lebih banyak ketimbang yang berhasil diamankan aparat. (BBC)
Penyelundupan narkoba dengan jumlah yang besar juga terus ditemukan setiap tahunnya. Lolosnya narkoba dalam jumlah yang fantastis ke daratan mengindentifikasikan masih lemahnya peran negara. Negara seolah kalah oleh sindikat narkoba.
Narkoba terus lolos ke Indonesia, padahal Indonesia sendiri tidak memproduksi narkoba. Pemasok narkoba terbesar di Indonesia diketahui berasal dari Iran, Afrika Barat, Eropa, dan yang paling aktif adalah pemasok dari Indo China seperti Vietnam, Thailand, dan lain-lain. Tingginya permintaan narkoba di Indonesia, banyaknya jumlah penduduk, luasnya wilayah hingga tingginya harga jual narkoba di Indonesia menjadikan Indonesia pasar empuk bagi sindikat narkoba.
Delapan puluh persen penyelundupan narkoba di Indonesia dilakukan lewat jalur laut (Lemhannas.go.id, 24-07-2019). Memang, secara geografis, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia mempunyai garis pantai sekitar 85.000 km, perbatasan laut yang terbuka inilah yang membuat Indonesia mudah disusupi narkoba.
Kondisi geografis ini telah diketahui bersama, analisa dan data jalur penyelundupan laut juga tentu sudah dipegang oleh pihak berwenang yang mengatasi narkoba. Artinya Ini sudah dipetakan oleh negara. Namun, hingga 2023, narkoba masih saja masuk ke Indonesia. Ini menunjukkan masih lemahnya peran negara dalam menjaga perbatasan laut sehingga narkoba terus “mengalir” ke Indonesia.
Di Mana Peran Negara
Hal ini seolah menunjukkan bahwa negara gagal menjamin kesejahteraan dengan penerapan sistem kapitalisme yang membuka celah kejahatan. Tingkat kesejahteraan juga berkorelasi dengan tingkat kriminalitas. Ketika tercekik kemiskinan atau susahnya mencapai kesejahteraan, manusia yang gelap mata akan memilih opsi bisnis haram. Apalagi jika lapangan pekerjaan sulit didapat, sementara tawaran jadi kurir narkoba ada di depan mata, akhirnya dilakoni juga.
Inilah buah ketika negara menerapkan sistem kapitalisme yang sekuler. Sistem kapitalisme hanya membuat perputaran harta menumpuk pada orang kaya dan konglomerat. Yang kaya makin kaya. Sementara orang susah hanya memperebutkan sisanya. Sekularisme juga menyebabkan negara tidak mengindahkan hukum Islam dalam mengatur urusan rakyat. Rakyat dan negara akhirnya sama-sama menjauh dari Islam. Akhirnya kehidupan makin sempit, jauhnya dari agama membuat banyak manusia mengambil jalan haram yang dibenci Allah.
Sistem kapitalisme ini juga selalu membuka celah untuk kejahatan ini. Bisnis narkoba bukan hanya melibatkan rakyat biasa, tetapi diduga juga banyak melibatkan oknum polisi yang harusnya menjadi garda depan pemberantasan narkoba. Berdasarkan catatan Kompas.com, dalam empat tahun terakhir sedikitnya ada lima perwira polisi yang tersandung kasus obat-obatan terlarang dan paling menggemparkan adalah terungkapnya peran Irjen Teddy Minahasa, Jenderal bintang dua dan eks kapolda Sumatera Barat atas dugaan peredaran 5 kg sabu dengan 1,7 kilogram sudah diedarkan ke kampung Bahari Jakarta yang terkenal sebagai kampung narkoba (Kompas.com, 12-01-2023).
Mereka tidak kekurangan kesejahteraan sama sekali. Akan tetapi, sistem kapitalisme sekuler selalu membuka celah bagi manusia untuk terlibat bisnis haram dan terus melipatgandakan kekayaan. Adanya kesempatan yang besar karena terlibat langsung dengan bisnis ini serta lemahnya keimanan individu membuat banyak manusia gelap mata.
Bukan hanya itu, lemahnya sanksi bagi pelaku. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk urusan narkoba dan kejahatan, United Nations Office on Drugs Crimes (UNODC) memandang peredaran narkoba adalah kejahatan, sedangkan penyalahgunaan narkoba dipandang sebagai masalah kesehatan. Akhirnya, pelaku penyalahgunaan narkoba justru direhabilitasi dan tidak diberikan hukuman yang menghasilkan efek jera. Hukuman bagi kurir narkoba hingga gembong pun masih dinilai kurang tegas. Hukuman yang tidak memberikan efek jera pada akhirnya tidak akan mampu memutus mata rantai narkoba.
Islam Memberantas Bisnis Narkoba
Islam memandang narkoba sebagai barang yang haram dikonsumsi, tidak bermanfaat, dan merusak sehingga akan dilarang peredarannya serta dicegah masuk ke negeri Islam. Dalil keharamannya adalah firman Allah Ta’ala, “Dan (Allah) menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QS Al-A’raf: 157)
Negara dalam Islam memberantas peredaran narkoba hingga ke akar-akarnya. Dalam Islam, penjagaan perbatasan akan diperketat sekalipun akan menghabiskan biaya yang besar dan tenaga yang besar pula. Islam memandang mulia orang yang berjaga di perbatasan. Dari Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ribath satu hari di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan apa pun yang ada di atasnya.” (Shahih Al-Bukhari nomor hadis 2892)
Negara dengan sistem Islam akan menempatkan orang yang terpercaya, amanah, takut kepada Allah untuk berjaga di perbatasan sehingga tidak akan berkompromi dengan masuknya barang haram hanya karena akan memghasilkan cuan. Sebab ini adalah perbuatan dosa yang besar karena menyebabkan rusaknya manusia serta khianat terhadap amanah.
Negara juga tidak akan memberikan celah kepada manusia untuk berbisnis haram. Negara menganut ideologi Islam sehingga dengan Islam-lah urusan rakyat diatur. Pemimpin dalam Islam bertanggung jawab terhadap rakyat. Menjamin kebutuhan pokok mereka serta menjamin kemudahan memperoleh pekerjaan yang halal. Perputaran harta juga diperhatikan oleh negara. Negara melarang penumpukan uang dengan jumlah fantastis tanpa alasan, serta mengembalikan pengaturan kepemilikan umum dan negara untuk kesejahteraan rakyat bukan masuk pada kantong kapital.
Dengan demikian, negara mampu mencegah rakyat memilih opsi bisnis haram. Negara juga akan menanamkan ketakwaan bagi individu agar tidak mengonsumsi narkoba dan takut ketika melakukannya karena tegaknya amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat. Supply dan demand narkoba akan dimatikan oleh negara. Negara juga memberikan sanksi yang tegas terhadap siapa pun yang berkaitan dengan bisnis ini, yakni sanksi takziryang jenis dan kadarnya ditentukan oleh kadi/hakim dalam sistem pemerintahan Islam, seperti dipenjara, dicambuk, bahkan hingga hukuman mati sesuai dengan tingkat kesalahannya. Sanksi takzir dapat berbeda-beda sesuai dengan tindakan kejahatan yang diperbuat.
Ketegasan sistem Islam ini mampu menjadi pencegah bagi orang lain untuk melakukan hal serupa, juga menjadi efek jera bagi para pelaku agar tidak mengulangi kejahatan yang sama.
Demikianlah Islam memiliki pandangan yang khas dan pengaturan yang paripurna terkait problem narkoba ini. Sebagai muslim, sudah seharusnya kita menerapkan hukum Islam yang diturunkan Allah dalam mengatasi berbagai masalah dalam kehidupan. Berpaling dari hukum Allah Swt. hanya akan membuat kita menuju kehidupan yang rusak dan sempit. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]