Oleh: Ummu Zahra
(Pemerhati Sosial dan Ibu Rumah Tangga)
CemerlangMedia.Com — Pemerintah telah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2023 terkait skema “Golden Visa” atau Visa Emas tentang kebijakan keimigrasian. PP ini mewakili revisi keempat dari PP Nomor 31 Tahun 2012 yang merupakan implementasi dari UU Nomor 6 Tahun 2011 mengenai keimigrasian. Pengesahan PP 40 Tahun 2023 ini diteken langsung oleh Presiden Jokowi pada Jumat (4-8-2023. “Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi pasca pandemi Corona Virus Disease 2019 atau (Covid- 19) serta menarik arus dan menciptakan iklim investasi yang dapat menarik talenta berkemampuan tinggi, perlu menerapkan kebijakan golden visa yang menargetkan orang asing yang memiliki kualitas lebih dengan tetap menerapkan prinsip kebijakan selektif,” bunyi PP tersebut dikutip Selasa (disway.id, 15-08-2023).
Direktur Jendral Imigrasi Kementrian Hukum dan HAM Silmy Karim memastikan golden visa akan pemerintah berikan kepada para investor yang membawa dananya ke dalam negeri. Golden visa adalah visa yang diberikan sebagai dasar pemberian izin tinggal dalam jangka waktu 5 sampai 10 tahun dalam rangka mendukung perekonomian nasional. Pemegang golden visa diharapkan dapat menikmati sejumlah manfaat eksklusif, di antaranya adalah jangka waktu tinggal lebih lama, kemudahan keluar dan masuk Indonesia, serta tidak perlu lagi mengurus izin tinggal ke kantor imigrasi (cnbcindonesia, 04-09-2023).
Dengan persyaratan investor yang mau mendirikan perusahaan di Indonesia minimum investasi sebesar US$ 2,5 juta atau Rp38 miliar untuk masa tinggal 5 tahun, sedangkan investasi US$ 5 juta atau Rp76 miliar untuk masa tinggal 10 tahun. Bagi investor korporasi yang membentuk perusahaan di Indonesia, menanamkan investasi sebesar US$ 25juta atau Rp380 miliar dengan masa tinggal 5 tahun dan nilai investasi US$ 50juta atau Rp760 miliar untuk masa tinggal 10 tahun. Sedangkan untuk investor asing perorangan yang tidak mendirikan perusahaan, mereka tetap bisa tinggal di indonesia 5 sampai 10 tahun dengan membeli obligasi pemerintah Indonesia, saham, atau deposito dengan batasan tertentu (cnbcindonesia, 04-09-2023).
Tergantung pada Investor
Golden visa sejatinya menunjukkan bahwa pemerintah tidak bisa berdiri sendiri dalam membangun perekonomian negeri, selalu membutuhkan pihak luar seperti utang dan investasi untuk dapat mendongkrak ekonomi dalam negeri. Awal-awal memang terasa menguntungkan karena mendapatkan sejumlah uang, tetapi dampak kesudahannya bisa menjadikan pemilik modal dapat mengusai harga pasar, menaikan sejumlah harga komoditi baik barang/jasa, serta dapat menyetir kebjikan pemerintah. Tak ayal, keuntungan dari golden visa ini hanya akan diperoleh oleh orang asing/korporasi yang memiliki modal besar.
Dengan dalih untuk memajukan perekonomian negara, golden visa ini sebenarnya sangat diskriminatif karena menimbulkan kesenjangan sosial dalam ruang lingkup hidup masyarakat. Segala kemudahan akses akan diberikan kepada pemilik modal saja, sedangkan sebagian besar dari rakyat indonesia minim akan modal besar. Nyatanya, pemerintah saat ini hanya mengandalkan pajak, utang, dan investasi sebagai sumber pemasukan dan masih juga belum dapat mencukupi kebutuhan mendasar untuk masyarakat. Padahal Indonesia kaya akan sumber daya alam yang seharusnya cukup untuk memenuhi kebutuhan mendasar rakyat.
Pengaturan dalam Islam
Berbeda dengan pengaturan dalam Islam, investasi asing diperbolehkan dengan memenuhi 3 syarat yang sangat ketat. Pertama, investasi asing tidak boleh masuk dalam hal pengelolaan SDA milik umum, pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, dan kebutuhan hidup orang banyak. Kedua, investasi asing tidak boleh mengandung riba, baik dengan bunga atau kontrak-kontrak yang bertentangan dengan syariat. Ketiga, investasi asing tidak boleh menjadi sarana penjajahan ekonomi dan terciptanya monopoli ekonomi. Investasi asing ini juga tidak diperkenankan kepada kafir harbi fi’lan yang memerangi negara secara fisik.
Selain itu, Islam menetapkan lembaga pemasukan negara lewat baitulmal yang memiliki 3 pos pemasukan sebagai berikut:
Pertama, pos kepemilikan negara, yakni pengelolaan harta milik negara seperti fai’/pajak tanah nonmuslim, kharaj/pajak tanah atau bumi, ghanimah/harta rampasan perang, dan jizyah/bea cukai,
Kedua, pos kepemilikan umum, yakni air, padang rumput, api atau energi, listrik, barang-barang tambang, jalan raya, sungai, laut, danau, tanah-tanah umum, teluk, selat, dan lain sebagainya. Dalam kepemilikan umum ini negara hanya sebagai pengelola dan wajib menyediakannya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk mengurus kepentingan rakyat.
Ketiga, pos zakat, yakni mencakup zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat unta, sapi, kambing, infak dan juga wakaf.
Dengan tata cara pengelolaan pemasukan seperti di atas, tentu sumber daya alam yang ada akan dikelola secara mandiri oleh negara dan akan digunakan secara keseluruhan untuk kemaslahatan umat. Berbeda saat kapitalis berkuasa, sumber daya alam diserahkan/dikelola oleh asing/aseng sehingga hanya mereka sajalah yang menikmati keuntungan besar dari sumber daya alam yang ada. Sedangkan rakyat hanya mendapatkan sedikit remahan dari sumber daya alam Indonesia. Islam dengan segala peraturan yang sempurna dapat memberikan keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan yang merata. Ini semua dapat terjadi jika Islam diterapkan secara kafah.
Wallahu a’lam bisshawab. [CM/NA]