Oleh: Paramita, A.Md. Kes.
Islam memelihara jiwa manusia dan mengharamkan pembunuhan atau kecerobohan terhadap jiwa manusia. Sistem Islam mampu menjamin pemenuhan hak-hak anak secara hakiki, mulai dari hak hidup dan berkembang, hak nafkah, pendidikan, keamanan, penjagaan nasab, dan lain sebagainya.
CemerlangMedia.Com — Setiap 20 November diperingati sebagai Hari Anak Sedunia atau World Children’s Day. Peringatan ini merupakan momen penting untuk merayakan hak-hak anak di seluruh dunia. Tidak terkecuali terhadap hak hidup anak-anak di Palestina.
Lembaga Perlindungan Anak Dunia atau UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Fund) adalah organisasi pertama yang menginisiasi peringatan Hari Anak Sedunia. Adapun tujuannya adalah untuk mendorong masyarakat agar lebih peduli terhadap masa depan anak-anak.
Namun, di balik seremonial peringatan Hari Anak Sedunia yang diadakan setiap tahun, nyatanya tidak semua anak di dunia mendapatkan jaminan keamanan yang sama. Hal ini terbukti dari nasib anak-anak yang ada di belahan bumi Palestina. Tidak ada lagi ruang bagi mereka untuk bermain dan berkumpul dengan keluarganya.
Mereka setiap hari berada dalam ketakutan, bahkan setiap detik menyaksikan nyawa manusia, termasuk anak-anak melayang dan seolah tidak ada nilai di mata dunia, padahal dunia menyaksikannya. Lantas, tindakan apa yang diberikan dunia terhadap hak anak di Palestina saat ini?
Nasib anak-anak di Indonesia juga tidak jauh berbeda dengan nasib anak-anak di dunia pada saat ini. Di Palestina anak-anak menjadi korban pembantaian, sedangkan di Indonesia anak-anak menjadi korban kekerasan, seperti kekerasan fisik, emosional, dan kekerasan s3ksual. Melansir dari Antaranews.com, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebut bahwa jumlah prevalensi kekerasan terhadap anak pada 2024 lebih tinggi dibandingkan 2021.
Nasionalisme Hilangkan Ikatan Persaudaraan
Peringatan Hari Anak Sedunia merupakan bukti nyata yang menggambarkan standar ganda Barat terhadap hak anak. Hari Anak Sedunia yang diinisiasi oleh lembaga internasional di bawah PBB dan dirayakan setiap 20 November hanyalah kedok untuk menutupi ketidakpedulian mereka terhadap nasib dan masa depan 2 milyar anak usia 0—15 tahun di seluruh dunia.
Pengkhianatan dunia saat ini nyata tampak pada nasib anak-anak di Palestina. Jangankan hak atas makanan, pendidikan, kesehatan, sanitasi, dan perlindungan atas kekerasan, hak hidup mereka saja tidak mendapatkan jaminan. Di media sosial dapat disaksikan, betapa banyak anak-anak Palestina yang menjadi korban dari kebiadaban Zionis Isra3l laknatullah, bahkan sejak mereka dalam kandungan.
Saat ini, keselamatan anak-anak kalah penting dengan agenda dan tujuan negara yang hari ini tegak dengan nasionalisme. Kepentingan ekonomi negara dan jabatan jauh menjadi prioritas daripada nasib anak-anak di berbagai wilayah konflik lainnya. Nasionalisme menjadikan kaum muslimin tidak peduli dengan nasib saudara seimannya.
Hal ini merupakan buah dari pengkhianatan penguasa negeri-negeri muslim sebagai dampak dari sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini melahirkan penguasa yang tidak mempunyai rasa empati terhadap sesama manusia. Penguasa negeri muslim hanya bisa mengecam tanpa ada aksi nyata untuk menghentikan kebiadaban Zionis Isra3l terhadap anak-anak di Palestina.
Anak Adalah Estafet Peradaban
Islam memandang bahwa anak adalah calon regenerasi masa depan yang harus dijaga keselamatan, kesejahteraannya, dan juga hak-hak lainnya. Negara wajib memenuhi hak semua anak sesuai tuntunan syariat Islam.
Untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya, negara mempunyai banyak pemasukan, terutama dari sumber kekayaan alam yang ada di bumi negeri kaum muslim. Negeri kaum muslim sudah Allah Swt. limpahkan kekayaan berupa sumber daya alam. Kekayaan alam itu dikelola negara dengan baik untuk kesejahteraan rakyat, termasuk menjamin hak-hak anak yang menjadi kewajibannya.
Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Maidah: 32, “Barang siapa yang memelihara kehidupan satu manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia.”
Ayat ini jelas menekankan kepada umat untuk memelihara jiwa manusia dan pengharaman atas pembunuhan atau kecerobohan terhadap jiwa manusia. Dari sini jelas, hanya sistem Islam yang mampu menjamin pemenuhan hak-hak anak secara hakiki, mulai dari hak hidup dan berkembang, hak nafkah, pendidikan, keamanan, penjagaan nasab, dan lain sebagainya.
Hal yang demikian itu akan bisa terwujud ketika negara menerapkan syariat Islam secara kafah (menyeluruh) dalam kehidupan sehingga dapat memperkuat fungsi keluarga sebagai tempat pertama pendidikan anak dalam membetuk karakternya. Ditambah lagi dengan lingkungan masyarakat yang selalu amar makruf nahi mungkar serta adanya negara sebagai institusi tertinggi akan melindungi anak secara hakiki.
Adapun tugas utama pemimpin di dalam Islam adalah sebagai raain (pengatur) urusan masyarakat. Masyarakat mengangkat mereka sebagai penguasa, sebab percaya bahwa mereka yang bisa menjalankan amanahnya, bukan justru mengalihkan peran atau hanya sekadar popularitas dan ingin meraih jabatan saja.
Pemimpin yang memahami kewajibannya ini hanya akan bisa terwujud dalam sistem yang dirahmati Allah Swt., yakni sistem Islam atau khil4f4h Islamiah. Khil4f4h Islam merupakan kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin yang akan menerapkan seluruh syariat Islam secara kafah dalam kehidupan. Jadi jelas bahwa jaminan keamanan dan kehormatan hidup bagi manusia, termasuk anak-anak di seluruh dunia hanya ada dalam sistem Islam. Wallahu a’lam [CM/NA]