Oleh: Ummu Mubram
Seorang wakil rakyat atau pejabat sejatinya mengemban amanah dari Allah dan mandat dari rakyat. Tanggung jawab ini membawa berbagai konsekuensi dan risiko yang harus dihadapi dengan penuh kesadaran. Begitu pula, pertanggungjawabannya sangatlah berat sehingga Allah dan Rasul-Nya memberikan peringatan tegas bagi yang berkhianat.
CemerlangMedia.Com — Puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung tampak asyik “pelesiran” ke Labuan Bajo dan Batam dengan dalih melakukan studi banding. Ironisnya, kegiatan itu dilakukan di tengah instruksi Presiden Prabowo Subianto mengenai pentingnya efisiensi anggaran, khususnya dalam hal penghematan biaya perjalanan dinas.
Menurut informasi yang terkumpul, sebanyak 55 anggota DPRD Kabupaten Bandung dibagi menjadi dua kelompok melakukan perjalanan dinas ke dua lokasi yang terkenal sebagai destinasi wisata. Kelompok pertama berangkat ke Labuan Bajo, sementara kelompok kedua menuju Batam. Perjalanan dinas yang menggunakan uang rakyat ini berlangsung selama tiga hari penuh dan diduga menguras anggaran hingga mencapai ratusan juta rupiah (Ayobandung.com, 19-02-2025).
Dilansir dari Bandungraya.co, para anggota dewan yang terhormat ini telah berkali-kali melakukan ‘pelesiran’ yang berbalut kunjungan kerja dan studi banding, padahal mereka belum genap setahun dilantik sebagai anggota dewan. Hal ini tentu mengundang berbagai kritikan dan kekecewaan masyarakat. Ketika rakyat sedang berjuang menghadapi kesulitan ekonomi, para pejabat malah pelesiran. Tindakan ini sungguh tidak layak dan mencerminkan kurangnya kepeduliaan mereka terhadap keadaan masyarakat (19-02-2025).
Dampak Buruk Sistem Sekuler Kapitalisme
Perjalanan dinas mewah para anggota DPRD Kabupaten Bandung ini dinilai sebagai pemborosan uang negara dan merupakan tamparan keras bagi masyarakat Kabupaten Bandung yang sedang berjuang melawan kesulitan ekonomi yang terus mencekik. Wajar jika berbagai pihak mengkritik karena anggaran sebanyak itu benar-benar melukai hati rakyat.
Apa yang terjadi saat ini sebenarnya makin menyoroti betapa buruknya karakter sistem kepemimpinan sekuler kapitalisme yang terus dipertahankan dari satu rezim ke rezim lainnya. Alih-alih fokus pada kesejahteraan rakyat dan mencari solusi tuntas untuk masalah-masalah masyarakat, para penguasa justru lebih banyak menghabiskan waktu untuk mempertahankan posisi mereka di kursi kekuasaan.
Lihatlah dalam beberapa hari terakhir, obrolan tentang saling puji dan wacana Pemilu 2029 begitu ramai diperbincangkan. Sementara itu, pemerintahan ini baru saja menapaki 100 hari pertamanya dan banyak masalah muncul dari kinerjanya. Tidak heran jika rakyat merasa geram, sebab urusan negara seolah-olah menjadi arena taruhan dan permainan. Rakyat pun berhak marah karena rakyatlah yang selalu menjadi korban dalam situasi ini.
Di samping itu, dalam sistem sekuler kapitalisme ini, sungguh sulit menemukan sosok wakil rakyat atau penguasa yang benar-benar peduli nasib rakyat. Kebanyakan para pejabat itu hanya berusaha mencari simpati rakyat saat jelang pemillu. Namun setelah terpilih, mereka melupakan dan mengabaikan rakyat, seperti kacang lupa kulitnya.
Inilah sistem sekuler kapitalisme yang tidak mengenal norma-norma agama, termasuk dalam hal amanah dan tanggung jawab besar yang berhubungan dengan pertanggungjawaban di kehidupan setelah mati. Dalam sistem ini, negara atau kekuasaan hanya berfungsi sebagai alat untuk mencapai kepentingan dan materi semata, terutama bagi segelintir individu dari kalangan pemilik modal.
Sistem Islam Wujudkan Pejabat Bertakwa
Faktanya berbeda jauh dengan sistem kepemimpinan Islam. Dalam Islam, kepemimpinan adalah pengurus yang berfungsi sebagai pelayan dan pelindung bagi umat. Rakyat adalah pihak yang harus mendapatkan pelayanan, sedangkan pemimpin atau penguasa adalah pihak yang melayani.
Seorang wakil rakyat atau pejabat sejatinya mengemban amanah dari Allah dan mandat dari rakyat. Tanggung jawab ini membawa berbagai konsekuensi dan risiko yang harus dihadapi dengan penuh kesadaran. Begitu pula, pertanggungjawabannya sangatlah berat sehingga Allah dan Rasul-Nya memberikan peringatan tegas bagi yang berkhianat.
Dari Ma’qil bin Yasar ra., beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada seorang hamba pun yang diberikan amanah oleh Allah untuk memimpin bawahannya, dan pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga baginya.” (Muttafaq ‘alaih).
Adapun kesederhanaan dan ketakwaan para pejabat dalam sistem Islam telah banyak dicontohkan, di antaranya adalah Umar bin Khaththab. Khalifah Umar hanya memiliki dua pakaian sederhana yang ia kenakan secara bergantian. Khalifah Umar bahkan menolak untuk menikmati hidangan lezat ketika rakyatnya sedang menderita kelaparan. Ada pula kesederhanaan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang enggan memanfaatkan uang negara hanya untuk memenuhi kebutuhan makannya sendiri.
Sungguh, pejabat yang sederhana dan bertakwa hanya dapat terwujud jika sistem Islam diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Di bawah naungan sistem Islam, rakyat akan mendapatkan haknya, sementara para pejabat melaksanakan kewajibannya dengan amanah. Adapun setiap uang negara akan digunakan untuk kepentingan rakyatnya.
Dengan demikian, para pejabat yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya akan selalu berhati-hati dalam menjalankan amanah yang diberikan. Inilah sistem yang sangat diperlukan umat. Wallahu a’lam bisshawab [CM/NA]