Oleh. Fitria Zakiyatul Fauziyah CH
(Mahasiswi STEI Hamfara Yogyakarta)
CemerlangMedia.Com — Realitas islamofobia di Barat kian hari makin pekat dan mengalami globalisasi hingga ke seluruh dunia. Kebencian dan permusuhan telah mendarah daging dalam diri orang-orang kafir terhadap kaum muslim sehingga menyebabkan mewabahnya fenomena islamofobia di seluruh penjuru dunia.
Islamofobia di Barat lazim terjadi di AS, Prancis, Swedia, Jerman, Denmark, dan Norwegia. Akhir-akhir ini, eskalasi Islamofobia di Inggris mengalami peningkatan.
Insiden kebencian anti-Islam di Inggris meningkat lebih dari tiga kali lipat yang diakibatkan oleh genosida Isr*el di Gaza. Berdasarkan laporan, tercatat sebanyak 2.010 kasus serupa dalam periode empat bulan sejak serangan mematikan Hamas terhadap Isr*el pada (7-10-2023). Ini adalah catatan jumlah kasus terbesar dalam kurun waktu empat bulan (khazanah.republika.co.id, 24-2-2024).
Tell Mama menyebutkan, terdapat 1.109 kasus secara online dan 901 kasus secara offline. Sebagian besar insiden offline terjadi tepat di Ibu Kota Inggris, London. Hal ini melingkupi ancaman, ujaran kebencian, perilaku kasar, penyerangan, vandalisme, diskriminasi, dan literatur anti-Islam.
“Peningkatan islamofobia yang mengerikan dan memalukan, kasus kebencian anti-muslim yang dilaporkan ke (Tell Mama) meningkat tiga kali lipat. Tindakan yang lebih kuat dibutuhkan terhadap kejahatan rasial, ancaman, dan pelecehan. Islamofobia tidak boleh mendapatkan tempat di Inggris,” cuitan seorang anggota parlemen Partai Buruh Inggris, Yvette Cooper dalam postingannya yang diunggah di X.
Islamofobia Akhir Zaman
Islamofobia adalah hasil kerja ideologi politik global demi memperoleh keuntungan hegemoni dan dominasi kaum anti-Islam. Berbagai narasi mengekspresikan kebencian terhadap Islam yang begitu overdosis. Islamofobia tidak akan pernah mengakui adanya kebenaran absolut ajaran Islam.
Pembentuk islamofobia sungguh sadar akan superioritas ajaran Islam. Islamofobia berorientasi mendiskreditkan umat Islam agar terjadi transformasi ajaran Islam yang berujung pada inferior. Islam hendak dinegasikan dalam seluruh aspek kehidupan, mulai dari ekonomi, politik, sosial secara global. Oleh karena itu, transplantasi pemikiran global ditancapkan kuat ke dalam pemikiran para komprador.
Komprador ini yang menjadi garda terdepan islamofobia. Masifnya agitasi guna menciptakan pikiran yang salah di tengah masyarakat. Eksponen terdepan islamofobia menebarkan berita palsu (hoaks), provokasi yang sarat akan kebencian, dan adu domba. Islam dicap sebagai ancaman terhadap kebebasan, demokrasi, individualisme, kesetaraan, hak asasi manusia, dan lain sebagainya.
Kesepakatan jahat ini menyasar agar syariat Islam tunduk di bawah hukum positif. Kedaulatan Tuhan digeser dengan kedaulatan rakyat yang dijalankan secara semu, untuk tidak menyebut palsu. Produk hukum kian menimbulkan mudarat, para pejabat ingkar kepada amanah, dan rakyat menghamba kepada korporat. Pada akhirnya, aktor utama global mampu menempatkan negara merdeka menjadi negara satelit. Hal demikian memang telah dirancang sejak lama demi sistem atau hukum global di tangan tatanan dunia baru (novus ordo secrolum).
Klasterisasi hukum menyasar pihak yang bertentangan dengan pemangku posisi dominan. Hal demikian makin menguatkan upaya penegasian ajaran Islam. Untuk mencapai kepentingan itu, eksponen islamofobia menjadi yang terdepan mengoperasikan agenda global, yakni mencegah kebangkitan Islam yang secara eksplisit akan memutus rantai jalan sistem pemerintahan yang telah dicontohkan oleh Nabi saw. dan Khulafaur Rasyidin. Tidak heran jika Islam selalu dicitrakan sebagai ancaman lapis tiga, yakni ancaman politik, peradaban, dan demografi. Selanjutnya memberi stereotip penyamarataan seperti, Islam fanatik, Islam radikal, Islam teroris, dan seterusnya.
Yoshihiro Francis Fukuyama dan Samuel P. Huntington pernah memprediksi Islam akan menjadi musuh bebuyutan Barat. Terlepas dari asumsi tersebut apakah diterima atau tidak, tetapi terlihat jelas adanya ketakutan (fobia) terhadap kebangkitan Islam kelak di akhir zaman.
Perisai Kaum Muslim
Islamofobia adalah bukti lemahnya umat Islam di kancah politik internasional. Bermuara pada ketiadaan institusi politik yang menjadi perisai bagi umat Islam, yakni negara Islam (Khil4f4h).
Kaum muslim menjadi target kebencian musuh-musuh Islam sejak Khilafah Utsmaniyah runtuh, tepat 3 Maret 1924. Sebelum keruntuhannya, umat Islam senantiasa merasa aman di mana pun berada. Setiap ada seorang muslim yang tertindas, khalifah mengerahkan pasukan untuk membelanya. Kala itu, saat Prancis ingin mengadakan acara yang menghina Nabi saw., khalifah langsung mengirimkan pesan agar pertunjukkan tersebut dibatalkan.
Ini adalah fakta. Dahulu, dunia tunduk kepada negara Islam (Khil4f4h) sehingga tidak ada negara yang berani melawannya. Negara menerapkan syariat Islam sesuai sumber hukum, yaitu Al-Qur’an dan hadis, menjadi perisai (junnah) yang akan senantiasa menjaga dan melindungi kaum muslim dari segala ancaman.
Oleh karenanya, terkait dengan persoalan islamofobia, P4l3stin4, dan yang lainnya, tidak akan pernah musnah jika umat Islam tidak memiliki perisai kuat yang bisa berhadapan dengan musuh Islam. Perisai yang dimaksud adalah institusi negara Islam (Khil4f4h) sebagaimana yang telah Rasulullah saw. contohkan.
Kaum muslim yang beriman kepada Allah sudah seharusnya percaya dan yakin bahwa janji Allah atas kemenangan Islam akan segera datang. Berita gembira ini pernah Rasulullah saw. sampaikan, yang artinya,
“… kemudian akan datang masa Khilafah ‘alaa Minhajin Nubuwah (Khilafah dengan metode kenabian). Setelah itu, Nabi saw. diam.” (HR Imam Ahmad).
Janji Allah pasti akan datang, seluruh umat Islam terselamatkan, P4l3stin4 terbebaskan, islamofobia akan lenyap. Pertanyaannya, kita ingin menjadi bagian yang hanya meyakini janji tersebut, meyakini dan memperjuangkannya, atau justru mendustakannya?
Pada akhirnya part kehidupan islamofobia yang koheren dan direksional dengan evolusi ideologi manusia akan sirna (The end of history). Tegas, syariat Islam akan kembali berdiri tegak, setegak-tegaknya. Pembentuk dan eksponen islamofobia yang berdiri akan hancur, sehancur-hancurnya (The ast man).
Wallahu a’lam bisshawwab [CM/NA]