Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Siapa yang tidak tahu dengan Jepang. Negara yang dijuluki negeri Sakura tersebut merupakan salah satu negara paling maju di dunia. Produk domestik bruto, yaitu nilai semua barang dan jasa yang dihasilkan di Jepang dalam setahun (GDP) merupakan tertinggi kedua di dunia dan produk keluaran Jepang seperti Sony, Toyota, Fujifilm, dan Panasonic sudah terkenal di seluruh dunia.
Namun, siapa sangka, saat ini ekonomi Jepang sedang tergelincir ke dalam jurang resesi. Saat ini, perekonomian negeri Sakura menyusut selama dua kuartal berturut-turut karena lemahnya permintaan domestik. Seperti dilansir Reuters, pemerintah Jepang mencatat, produk domestik bruto (PDB) turun 0,4 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada periode Oktober—Desember 2023, setelah pada kuartal sebelumnya juga turun 3,3 persen (15-02-2024).
Berdasarkan fakta tersebut, saat ini Jepang telah kehilangan posisinya sebagai negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia. Posisinya tersebut kini digantikan Jerman. Raksasa Asia tersebut, di luar dugaan tergelincir ke dalam resesi. Secara general, resesi yaitu penurunan ekonomi atau ekonomi negatif yang terjadi selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.
Berbanding terbalik dengan Jepang, Jerman justru mengalami pertumbuhan PDB nominal sebesar 6,3 persen hingga mencapai 4,12 triliun euro. PDB nominal diukur berdasarkan nilai output dalam dolar saat ini, tanpa melakukan penyesuaian terhadap inflasi. Dengan adanya data terbaru tersebut, resmi membuat indeks acuan Nikkei 225 naik 0,65 persen dan sempat melampaui angka 38.000 di sesi pagi. Investor melihat pembacaan ekonomi yang lemah sebagai tanda Bank of Japan bisa menunda keluarnya bank sentral dari kebijakan suku bunga negatif.
Lebih lanjut, melemahnya yen Jepang, penurunan populasi, dan tertinggalnya produktivitas serta daya saing menjadi biang kerok utama penurunan peringkat Jepang ke posisi keempat. Jika kita garis bawahi, penurunan populasi menjadi salah satu pemicu Jepang mengalami resesi. Ya, hal ini memang benar adanya. Penyebab utama penurunan populasi di negeri Sakura tersebut di antaranya, angka kelahiran yang lebih rendah dari kematian, ketidaktertarikan untuk menikah, sedikitnya peluang kerja, dan akibat pandemi Covid-19.
Mengenai ketidaktertarikan untuk menikah pada orang-orang Jepang ini dapat terlihat dari jumlah orang yang memilih tetap melajang makin meningkat setiap tahunnya. Mereka merasa bahwa hidup sendiri jauh lebih menyenangkan dan lebih banyak membawa manfaat.
Beberapa hal yang diduga menjadi alasan mengapa orang Jepang lebih memilih melajang di antaranya, perempuan Jepang ingin mengandalkan kekuatan mereka sendiri dan fokus pada karier, kehidupan pernikahan tampak seperti beban menurut mereka, memiliki kerabat yang lebih tua untuk diurusi, pria Jepang merasa tidak bisa menghidupi istri dan keluarga dan hanya ingin menghabiskan uangnya untuk diri mereka sendiri, dan beberapa kota di Jepang membuat kehidupan para lajang tampak lebih mudah.
Namun, faktor utama penyebab mengapa masyarakat Jepang lebih memilih melajang adalah karena tidak adanya akidah yang benar sebagai landasan berpikir mereka. Landasan dalam berbuat hanya berdasarkan akalnya saja. Hal ini tentu saja salah kaprah dan ini memiliki risiko. Jika jumlah penduduk dalam suatu negara terus berkurang, tentu akan ada dampak buruk yang terjadi. Salah satunya yaitu berkurangnya tenaga kerja. Dengan jumlah penduduk yang makin berkurang, otomatis jumlah tenaga kerja yang ada juga makin berkurang. Hal tersebut akan mengakibatkan turunnya produktivitas negara.
Sejatinya, yang paling bertanggung jawab terhadap adanya fenomena depopulasi ini adalah kepemimpinan Barat atas dunia. Cara pandang Barat tentang kehidupan menjadikan permasalahan umat kian pelik. Peradaban umat manusia terancam punah disebabkan manusia hanya dimaknai sebagai faktor produksi yang keberadaannya tidak lebih berharga dari modal, uang, atau materi.
Islam Memuliakan Manusia
Berbeda dengan cara pandang Islam yang begitu memuliakan manusia, bahkan langit dan bumi diciptakan oleh Allah Swt. semata-mata diperuntukkan hanya untuk manusia. Dengan akalnya, manusia seharusnya mampu menjaga bumi dan isinya. Tatkala hari ini manusia dan bumi mengalami kerusakan, bisa dipastikan itu semua karena Islam telah ditinggalkan oleh umat. Oleh karenanya, wajib mengembalikan kehidupan yang sesuai dengan fitrah manusia sehingga dimuliakan, yakni kepemimpinan Islam atas dunia.
Pertama, Islam memandang bahwasanya manusia adalah makhluk Allah Swt. paling sempurna yang mampu mengemban amanahnya, yaitu menjaga bumi dan isinya. Hal ini termaktub dalam QS Al-Ahzab ayat 72 dan Al-Baqarah ayat 30.
Kedua, persoalan tingginya pengangguran, makin menurunnya ketersediaan pangan, lahan, dan tempat tinggal, juga ketersediaan air dan persoalan lingkungan, bukanlah dampak dari tingginya populasi, melainkan pengaturan yang buruk terhadap sistem kehidupan. Jika berbicara ketersediaan pangan misalnya, bukan jumlahnya yang kurang, melainkan distribusinya yang tersendat.
Sistem kehidupan kapitalisme mengandalkan uang sebagai satu-satunya distribusi kebutuhan hidup, sedangkan Islam menjadikan negara sebagai pihak sentral dalam pendistribusian harta. Dengan demikian, persoalan keterbatasan sandang, pangan, air, akan bisa teratasi oleh sistem Islam.
Ketiga, Islam sangat melarang keras pemahaman kufur sekuler kapitalisme beserta turunannya berkembang sehingga merusak cara pandang masyarakat Islam. Pemahaman kohabitasi, childfree, seks menyimpang, no married, feminisme, maupun liberalisme, tidak akan mendapat tempat dan secepat mungkin dibersihkan dari benak kaum muslim. Ini karena semua pemahaman itu bertentangan dengan Islam. Islam justru menganjurkan kaum mudanya untuk bersegera menikah dan memiliki banyak keturunan.
Keempat, sumber kebahagiaan seorang muslim bukanlah harta, melainkan rida Allah semata. Dari sini, setiap keluarga tidak akan berlomba-lomba untuk memperbanyak harta, tetapi berlomba memperbanyak pahala. Begitu juga dengan para ibu, mereka akan memahami kewajiban utamanya yang akan mengantarkan kepada rida Allah Swt., yaitu menjadi ummun wa rabbatul bayit. Tentu mereka tidak akan menghabiskan waktu berlomba-lomba mengaktualisasikan diri dengan bekerja keluar rumah serta meninggalkan buah hatinya, melainkan akan bersungguh-sungguh melahirkan generasi yang siap memimpin peradaban gemilang.
Demikianlah Islam dengan berbagai keunggulannya yang tidak akan pernah didapatkan dari peradaban mana pun. Sungguh, Barat dengan pemahamannya hanyalah sampah yang layak untuk dibuang dan umat wajib menggantinya dengan pemahaman Islam yang mampu menerangi kehidupan. Bukan hanya kelahiran yang akan terus naik, kualitas SDM yang dihasilkan dari peradaban Islam pun akan mampu menyelesaikan persoalan yang tidak pernah menemukan solusi hakiki dalam sistem hari ini. Wallahu a’lam [CM/NA]