Oleh: Octha Dhika Rizky, S. Pd.
(Pendidik dan Aktivis Muslimah)
CemerlangMedia.Com — Musibah demi musibah kini kian melanda bumi Indonesia. Bukan hanya bencana alam, tetapi juga kecelakaan lalu lintas. Sederet fakta pun memperlihatkan betapa tidak amannya sebuah perjalanan. Pada akhirnya, nyawa manusia jugalah yang menjadi taruhannya.
Kecelakaan Kembali Terjadi
Baru-baru ini diberitakan melalui cnnindonesia.com (12-5-2024) bahwa Bus Trans Putera Fajar terlibat kecelakaan maut hingga menyebabkan belasan penumpangnya tewas di Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Sabtu (11-5-2024) malam. Bus itu mengangkut rombongan pelajar dari SMK Lingga Kencana Kota Depok. Sungguh miris, para pelajar yang sedang melakukan perjalanan dalam rangka perpisahan sekolah itu harus meregang nyawa dalam kecelakaan maut tersebut.
Selain itu, media juga menyorot perihal penyebab utama kecelakaan bus pariwisata yang turut menabrak satu mobil dan tiga sepeda motor itu. Sebagaimana yang dimuat dalam ekonomi.republika.co.id (11-5-2024), Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan menyatakan, bus yang terlibat kecelakaan itu tidak memiliki izin angkutan.
Hasil pengecekan pada aplikasi Mitra Darat, status lulus uji berkala dari bus tersebut telah kadaluarsa sejak (6-12-2023) lalu. Oleh karena itu, pihak Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pun mengimbau seluruh Perusahaan Otobus (PO) dan pengemudi agar memeriksa secara berkala kondisi armada, melakukan pendaftaran izin angkutan, serta rutin melakukan uji berkala kendaraan.
Di samping itu, diimbau juga kepada masyarakat yang menggunakan angkutan umum bus agar dapat memeriksa kelayakan kendaraan sebelum keberangkatan pada aplikasi Mitra Darat yang dapat diunduh pada smartphone. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) meminta masyarakat ataupun sekolah agar menyewa bus wisata dari perusahaan yang legal dan berizin. Hal itu dinilai perlu dilakukan untuk menghindari kecelakaan yang tidak diinginkan (news.republika.co.id, 12-5-2024).
Kisah tragis Bus Trans Putera Fajar seolah mengulang kembali kasus-kasus sebelumnya. Masih segar dalam ingatan kita tentang kasus bus Sumedang yang membawa rombongan peziarah, kecelakaan bus di Sumatra Selatan yang terjun ke jurang karena rem blong, juga tragedi Paiton yang menewaskan 54 siswa SMK Yapemda, Sleman, Yogyakarta, yang melakukan darmawisata ke Bali. Kasus kecelakaan lalu lintas terkhususnya bus pariwisata yang selalu terulang seolah membentuk rantai yang tidak pernah putus. Mengapa semua ini terus dibiarkan terjadi?
Siapa yang Patut Disalahkan?
Minimnya keselamatan lalu lintas di negeri ini memang patut dipertanyakan. Akar masalahnya juga perlu digali oleh para penguasa agar ditemukan solusi tuntas sehingga kejadian serupa tidak terulang kembali.
Nyatanya, kecelakaan lalu lintas yang selalu saja terjadi ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Semua faktor ini pun saling memengaruhi sehingga memunculkan dilematis dalam dunia transportasi Indonesia.
Ada beberapa faktor yang dapat kita telisik serta dampaknya pada keselamatan perjalanan.
Pertama, kelayakan kendaraan. Sebagaimana yang sudah diberitakan, kecelakaan Bus Trans Putera Fajar salah satunya disebabkan karena status lulus uji berkala bus telah kadaluarsa. Hal ini berarti bus tersebut beroperasi secara ilegal dan tidak mengantongi izin dari dinas perhubungan. Wajar saja jika bus tidak layak jalan hingga menyebabkan sebuah kecelakaan. Kasus rem blong yang sering terjadi merupakan salah satu akibat dari tidak layaknya kondisi kendaraan.
Kedua, human error. Kesalahan dari manusia juga menjadi faktor penyebab kecelakaan kerap terjadi, contohnya saja kasus supir mengantuk, pengemudi yang ugal-ugalan, bahkan tidak memiliki surat-surat kendaraan. Keadaan ini terjadi karena kurang seriusnya pembinaan dan pengawasan dari perusahaan tempat bus tersebut bernaung. Terkadang perusahaan lebih mengejar keuntungan dibandingkan memperhatikan keselamatan di jalan. Sebab, sarana transportasi yang dikelola swasta memang didasari pada urusan bisnis, bukan pelayanan.
Ketiga, mahalnya pembiayaan. Memang tidak dimungkiri, di zaman sekarang uanglah yang berkuasa. Segala hal bergantung pada uang, termasuk soal keselamatan. Masyarakat yang menyewa bus akan mempertimbangkan harga yang rendah sehingga mereka abai dengan keselamatan dirinya sendiri. Begitu pula pihak pemilik transportasi, terkadang biaya pengurusan izin yang mahal membuat mereka enggan memperpanjang surat izin atau uji kelayakan kendaraan. Akhirnya, keselamatan para penumpang yang akan dipertaruhkan.
Keempat, kondisi jalan. Kondisi jalan yang tidak memadai juga menjadi salah satu faktor pemicu tingginya angka kecelakaan lalu lintas, seperti jalan yang curam dan sempit, berlubang, rawan longsor, bahkan pengaturan arus jalan yang semrawut. Kondisi jalan yang seperti ini akan berpotensi menimbulkan kecelakaan, terlebih bila cuaca hujan yang ekstrem.
Demikianlah beberapa faktor penyebab tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas di negara kita. Faktor-faktor tersebut akan saling berkaitan satu sama lain dan membentuk lingkaran masalah yang tidak kunjung usai.
Lantas, siapa sebenarnya yang patut dipersalahkan dalam kondisi ini? Apakah perusahaan transportasi, supir bus, masyarakat yang menyewa kendaraan, ataukah selamanya kita masih beralibi di balik kata-kata “rem blong”?
Sementara hampir di setiap perjalanan akan selalu ada nyawa manusia yang harus dikorbankan. Kecelakaan demi kecelakaan terus saja terulang dan sampai sekarang masih terus menjadi perdebatan “siapa yang salah?”.
Jika memandang semua faktor dari persepsi yang menyeluruh, akan didapati kesimpulan bahwa sistem pengelolaan transportasi negeri ini masih bermasalah. Dimulai dari pembiayaan yang mahal, pengawasan yang abai, infrastruktur tidak memadai, sampai ke lemahnya sumber daya manusia dalam memaknai keselamatan nyawa.
Inilah efek dari dibelenggunya umat oleh sistem kapitalisme yang mengagungkan uang di atas segalanya. Pembiayaan yang mahal karena ingin mendapatkan uang yang banyak. Pengawasan yang abai juga tidak jauh-jauh dari uang. Tidak ada uang, maka program tidak berjalan dengan semestinya.
Infrastruktur juga membutuhkan dana yang tidak sedikit. Sayangnya, dana yang seharusnya digunakan untuk fasilitas rakyat malah dikorupsi oleh sebagian oknum sehingga infrastruktur dibangun asal jadi dengan dana yang sudah dipangkas sana-sini.
Rendahnya sumber daya manusia juga menjadi bumerang bagi kemajuan bangsa. Pola pikir masyarakat yang apatis menjadikan mereka malas untuk menaati aturan yang berlaku, bisa jadi karena alur pengurusan izin yang mahal dan berbelit.
Tingkah laku masyarakat yang egois juga tak jarang menjadi pemicu kecelakaan, misalnya melanggar rambu lalu lintas, tidak sabar dan mudah emosi. Bahkan, membawa kendaraan dengan kecepatan tinggi, tanpa memikirkan keselamatan diri dan orang lain.
Akhirnya, sistem kelola transportasi yang masih dikangkangi kepentingan kapitalis akan selamanya melahirkan masalah-masalah baru. Jika sistem kapitalisme masih menguasai pengelolaan transportasi, seterusnya rakyat akan terbelenggu gurita permasalahan keselamatan perjalanan.
Sudah saatnya para petinggi negara ini memikirkan solusi tuntas atas permasalahan transportasi tersebut, bukan hanya menawarkan solusi tambal sulam. Negara harus mulai berbenah dan banyak belajar dari pengalaman yang sudah-sudah.
Transportasi dalam Islam dan Jaminan Keselamatan
Sarana transportasi merupakan kebutuhan rakyat yang seharusnya dikelola negara dengan baik. Oleh karena itu, Islam membangun paradigma bahwa penyediaan alat transportasi merupakan bentuk tanggung jawab negara terhadap kebutuhan rakyatnya.
Negara akan memosisikan diri sebagai pelayan rakyat yang akan memberikan pelayanan terbaik. Berbeda dengan penguasa di era kapitalisme yang menyerahkan pengurusan transportasi kepada pihak swasta, sementara negara hanya berfungsi sebagai legislator yang membuat kebijakan semata.
Transportasi dalam Islam akan selalu dikontrol oleh negara dengan serius. Selain itu, pembiayaan transportasi dalam Islam tentu tidak akan semahal dalam sistem kapitalisme.
Negara akan menyediakan fasilitas transportasi yang murah, mudah, dan aman bagi rakyat. Sejarah Islam telah mencatat fakta betapa pemerintahan Islam adalah pelayan terbaik bagi umatnya, contohnya selama masa Khilafah Umayah dan Abbasiyah.
Di sepanjang rute, para pelancong dari Irak dan negeri-negeri Syam (sekarang Suriah, Yordania, Libanon, dan Palestina) ke Hijaz (kawasan Makkah) telah dibangun banyak pondokan gratis yang dilengkapi dengan persediaan air, makanan, dan tempat tinggal sehari-hari untuk mempermudah perjalanan mereka. Sisa-sisa fasilitas ini masih bisa kita saksikan pada hari ini di negeri-negeri Syam.
Selain menyediakan sarana transportasi yang memadai bagi rakyat, negara juga akan membangun infrastruktur yang menunjang arus perjalanan, seperti jalan dan jembatan. Biaya pembangunan jalan dan jembatan diambil dari kas negara yang berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam milik umum, seperti hasil tambang, laut, dan hutan.
Lalu biaya itu digunakan sepenuhnya bagi kepentingan rakyat. Biaya tersebut tidak boleh disalahgunakan, apalagi sampai dikorupsi oleh pihak tertentu. Alhasil, terciptalah infrastruktur yang berkualitas dan tahan lama demi kemaslahatan umat.
Khalifah Umar bin Khattab pernah bertutur, “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad, niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya, seraya ditanya: ‘Mengapa tidak meratakan jalan untuknya?’.”
Hal ini mencerminkan begitu pedulinya seorang pemimpin terhadap kondisi rakyatnya meskipun hanya seekor binatang, sebab binatang itu berada di bawah wilayah kekuasaannya. Seorang Umar yang perkasa begitu takut ditanya Rabb-nya tentang pertanggungjawabannya dalam memimpin.
Bukan hanya itu, negara juga akan membina rakyat dengan pemahaman akan keselamatan dalam perjalanan. Kekuatan keimanan dan kepercayaan pada takdir akan menjadikan mereka lebih berhati-hati dan memperhatikan keselamatan.
Di samping itu, negara juga akan membentuk tata kelola arus perjalanan yang teratur dan aman sehingga rakyat dapat menikmati perjalanan dengan nyaman dan selamat sampai tujuan. Permasalahan macet tentu dapat diantisipasi jika tata kelolanya teratur dan dipatuhi oleh semua rakyat. Barang siapa yang melanggar aturan lalu lintas, maka akan ada sanksi tegas dari negara.
Semua kemudahan dan keamananan transportasi tersebut tentu tidak bisa kita temukan dalam kondisi umat Islam yang sedang terpuruk saat ini. Apalagi umat Islam tengah dikuasai sistem kapitalisme yang memaksa mereka harus tunduk dengan kondisi yang ada di depan mata.
Namun, sejarah Islam akan kembali terulang di akhir zaman. Kejayaan yang terjadi di masa lalu pasti akan terjadi lagi di masa depan. Keselamatan dalam perjalanan tidak perlu kita ragukan lagi, dengan izin Allah. [CM/NA]