Oleh. Juhanah Zara
CemerlangMedia.Com — Problem masyarakat saat ini makin meningkat terutama di Indonesia. Masalah kian bertambah setiap waktunya. Solusi yang diberikan seringnya tidak dapat mengatasi secara total permasalahannya, bahkan untuk sekadar memberikan keringanan terhadap masalah yang terjadi. Walhasil, masyarakat hanya pasrah dengan apa yang sekarang menimpa mereka. Sebab mengeluhkan penderitaan yang dihadapi pun terkadang tidak jua mendapatkan respons. Ya, salah satunya adalah permasalahan kekeringan yang menimpa sebagian daerah saat ini dan makin langkanya air bersih.
Berbagai Wilayah di Indonesia Terancam Kekeringan Hingga Kekurangan Air Bersih
Kekeringan bukanlah ilusi belaka, belakangan ini kekeringan kian meningkat di berbagai wilayah. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bima, Isyrah mengungkapkan dari 39 desa terdeteksi 120 titik yang terancam akan mengalami kekeringan (detikbali.com, 12-8-2023).
Dari data tersebut berbagai kecamatan hampir semua akan mengalami kekeringan. Ini baru daerah Bima, Nusa Tenggara Barat, belum terhitung dengan berbagai wilayah yang ada di Indonesia. Jika digabungkan mungkin bisa dikatakan sebagian besar wilayah akan terancam mengalami kekeringan. Fenomena ini tentu menjadi persoalan dalam kehidupan masyarakat. Sebab, akan terjadi kesulitan dalam mendapatkan air, sedangkan air adalah kebutuhan utama dalam kehidupan masyarakat seperti minum, kebutuhan rumah tangga, pertanian, ternak, dan kebutuhan lainnya. Akan tetapi, kini krisis air terlihat nyata di depan mata. Diungkapkan oleh Kepala BPBD Kabupaten Bima Drs. Isyrah bahwa ada 14 desa tersebar di 5 kecamatan yang mengalami krisis air bersih akibat dampak bencana kekeringan (suarantb.com, 11-8-2023).
Fenomena ini bukan hanya ada di Bima, tetapi di berbagai wilayah Indonesia lainnya. Salah satunya daerah Banjar. Sebenarnya bukan hal baru, melainkan sudah puluhan tahun warga di Pangasinan RT 1 RW 13, Dusun Girimulya, Desa Binangun, Kota Banjar, Jawa Barat kesulitan memperoleh air bersih. Air sumur milik warga tidak bisa digunakan untuk minum karena terasa asin, sementara tidak ada pasokan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Anom (tvOnenews.com, 7-8-2023).
Bencana kekeringan ini menjadi penderitaan tersendiri dalam kehidupan masyarakat dan bisa berakibat fatal. Sedangkan untuk menyambung hidup saja masyarakat mengalami kesulitan. Padahal air bersih adalah sumber yang dibutuhkan oleh manusia, hewan, dan tumbuhan. Jikalau air mulai menipis, bagaimana kelansungan hidup bagi seluruh makhluk hidup yang ada. Ini menjadi tugas bagi negara untuk memberikan solusi terhadap masalah ini. Sebab permasalahan ini bukan persoalan baru, melainkan sudah dialami bertahun-tahun lamanya. Lalu mengapa solusi yang diberikan belum juga memberikan hasil terbaik untuk masyarakat? Mitigasi seperti apa yang telah dilakukan oleh negara?
Minimnya Mitigasi Kekeringan
Telah terpampang nyata bahwa kekeringan saat ini sangat menyulitkan masyarakat dalam segala hal. Dampak dari kekeringan yang panjang ialah akan menguras banyak air sehingga sangat memungkinkan masyarakat kekurangan air bersih. Jika hal ini terjadi, maka akan banyak masyarakat yang diare akibat kekurangan air bersih tersebut. Sebagaimana yang dialami sebagian warga di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor mencatat tren penyakit diare mulai meningkat. Dinkes Kabupaten Bogor memprediksi hal ini terjadi karena warga kesulitan mendapat air bersih di tengah kemarau yang melanda (republika.com, 13-8-2023).
Ya, negara memang telah mempersiapkan berbagai cara untuk mitigasi kekeringan panjang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mitigasi adalah tindakan mengurangi dampak bencana. Adapun yang telah dilakukan negara selama ini sebelum kekeringan melanda ialah mengerahkan masyarakat untuk memanfaatkan air secara efektif dan efisien, seperti menanam pohon, memperbanyak resapan air dengan tidak menutup permukaan air, memberikan perlindungan sumber-sumber air, memanen, dan konserversi air, serta memprioritaskan air yang tersedia untuk kebutuhan air baku untuk air bersih. Selain itu, negara juga mengupayakan solusi saat bencana kekeringan terjadi, yakni dengan membuat sumur, menyediakan pompa air, dan melakukan penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan serta menyediakan air bersih dengan mobil tangki yang sudah disediakan oleh dinas terkait.
Akan tetapi, terkait mitigasi yang diberikan negara tidak memberikan dampak apa-apa. Melainkan hanya semacam solusi yang terdengar efektif, tetapi tidak berguna terhadap persoalan masyarakat. Ditambah dengan masih terbukanya jalur bagi para swasta untuk mencari keuntungan dalam hal ini seperti perusahaan air mineral yang terus berjalan. Hal ini sama saja dengan menghilangkan hak kepemilikan masyarakat, yakni mata air yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan oleh negara untuk diberikan kepada masyarakat, tetapi menjadi kepemilikan sepihak saja.
Penjelasan di atas merupakan solusi berbasis sekuler yang menjadi bukti valid bahwa sistem sekularisme kapitalisme bukanlah sistem yang mampu menyelesaikan masalah. Sebab sekularisme sendiri adalah pemisahan agama dari kehidupan, sedangkan kapitalisme ialah turunan dari sekularisme yang mengutamakan materi. Apa pun yang menghasilkan materi akan dijalankan. Seperti halnya dengan air bersih, membiarkan pihak yang bermodal berlaku bebas untuk memperjualbelikan air bersih, padahal masyarakat sangat membutuhkannya. Ketika agama dipisahkan dari kehidupan, maka menjadi terbuka jalan kerusakan di muka bumi. Lantas bagaimana peran agama (Islam) dalam memberikan solusi atas masalah bencana kekeringan?
Solusi Islam dalam Memelihara Air Bersih
Islam merupakan ideologi yang mampu mengatasi segala persoalan hidup manusia, baik pada awal mula kemunculannya di zaman Rasulullah sampai nanti ketika ideologi Islam kembali memimpin dunia. Bukan dongeng atau sejarah masa lalu. Islam tetap akan sama, sekali pun zaman terus silih berganti. Sebab Islam memiliki sumber hukum yang berasal dari Sang Pencipta, yakni Al-Qur’an, As-Sunah, ijma’ sahabat dan qiyas. Maka dari itu, tidak dapat diragukan lagi bahwa Islam satu-satunya sistem terbaik di muka bumi yang bisa mengatasi segala persoalan, termasuk kesulitan air bersih ketika bencana kekeringan terjadi.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) itu laksana pengembala dan ia bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadis tersebut menunjukkan bahwa negara adalah pengurus yang bertanggung jawab atas kebutuhan masyarakat dan memastikan tercukupinya semua kebutuhan, termasuk ketersediaan air bersih agar mudah didapatkan oleh masyarakat di berbagai wilayah. Dalam Islam, negara tidak hanya mencukupkan mengatasi masalah dengan solusi jangka pendek saja, tetapi juga jangka panjang seperti perbaikan bendungan sehingga mampu mengatasi kesulitan air.
Adapun paradigma fundamental terkait pengelolaan air dalam Islam, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dan Syaikh Abdul Qodim Zallum (keduanya adalah Mujtahid pada abad ini) menjelaskan dalam kitabnya masing-masing yakni Nidzamul Iqtishadiyyah dan Al-Amwal. Di dalamnya, menjelaskan bahwa sumber air yang jumlahnya berlimpah ruah seperti sumber mata air, sungai, laut, selat, teluk, danau merupakan kepemilikan umum. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Rasulullah Saw., “Muslim berserikat dalam tiga hal: padang gembala, air, dan api.” (HR Abu Dawud). Oleh karena itu, sumber air dalam negara tidak bisa dikomersialisasi oleh pihak swasta apalagi asing.
Dalam Islam, sumber air akan dimanfaatkan oleh rakyat secara langsung, tentunya dengan pengawasan negara agar tidak diambil alih oleh pihak lain sehingga menimbulkan kemudharatan atau bahaya. Mempersilakan rakyat mengambil manfaat sumber air untuk minum, keperluan rumah tangga, pakan ternak, hingga irigasi untuk pertanian dan keperluan transportasi. Negara juga melakukan pemeliharaan terhadap sumber air agar tetap terjaga kelestariannya, seperti menata tepian sungai dan membersihkan sungai. Hal ini dilakukan sebagai sebuah kewajiban bagi negara dalam menjaga sumber air dengan dana yang digunakan adalah dana publik, yakni yang berasal dari baitulmal dan manfaatnya akan dikembalikan kepada masyarakat itu sendiri.
Dari segi konsep pengelolaan tersebut, kebutuhan air termasuk air bersih masyarakat akan terjamin. Selain itu, negara tidak mengabaikan kekeringan akibat bencana hidrometeorologi yang memang fenomena alam. Dalam menghadapi kondisi ini, negara akan mengerahkan semua ahli terhebat seperti ahli hidrologi, geologi, BMKG, dan ahli terkait lainnya untuk menyusun strategi jangka pendek maupun panjang. Dengan strategi tersebut, negara akan membuat kebijakan agar masyarakat terhindar dari bahaya kekeringan air. Sekalipun berada dalam wilayah yang mengalami kekeringan.
Kekeringan pernah terjadi pada masa Khilafah Abbasiyah. Khil4f4h pada saat itu memiliki teknologi bernama qanat (sistem saluran air bawah tanah) yang menyuplai persediaan air di daerah gurun. Selain itu, negara akan bertindak tegas terhadap pihak pelaku perusakan lingkungan seperti deforestasi, kapitalisasi sumber air oleh perusahaan air minum kemasan, dan sejenisnya. Dengan demikian potensi air bersih di Indonesia yang mencapai 2,83 triliun meter³ per tahun sangat mampu memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat. Semua ini akan dapat dirasakan asalkan sistem kehidupan dikelola sesuai dengan syariat Islam dalam kepemimpinan Daulah Khil4f4h Islamiyah. Wallahu a’lam. [CM/NA]