Oleh. Rezkina Hari Pradana
(Komunitas Tinta Pelopor)
CemerlangMedia.Com — Negara Indonesia memiliki dua musim sepanjang tahunnya, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Saat ini Indonesia tengah berada pada kondisi kemarau. Dari data BMKG Maret, prediksi musim kemarau 2023 ini akan tiba lebih awal dari tahun sebelumnya. Awal musim kemarau terjadi pada April sampai Juni 2023. Sedangkan puncak kemarau diprediksi akan terjadi pada Agustus 2023.
Kini setelah dilanda musim kemarau selama beberapa bulan, banyak wilayah yang sudah terdampak kekeringan. Beberapa daerah sedang mengalami krisis air bersih. Di antaranya terjadi di Desa Weninggalih, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor. Sejak dua bulan terakhir daerah ini kesulitan mendapatkan air bersih (jawapos.com, 17-08-2023).
Hal yang sama juga terjadi di Dusun Kebontaman, Desa Kalikayen, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang. Kurang lebih sebanyak 800 warga kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk memenuhi kebutuhan memasak dan konsumsi air minum. Para warga yang mampu, mencukupi kebutuhan airnya dengan membeli air galon di warung atau toko. Akan tetapi, banyak di antara warga desa ini yang tidak mampu terus-menerus membeli air galon untuk mencukupi kebutuhan air sehari-hari (republika.co.id, 11-08-2023).
Pemicu Kekeringan
Krisis air bersih yang terjadi di berbagai daerah merupakan dampak musim kemarau yang sudah berlangsung selama lima bulan terakhir ini. Krisis air bersih ini sebenarnya bukan masalah yang baru dihadapi. Setiap tahun, ketika datang musim kemarau, kekurangan air menjadi hal yang otomatis terjadi. Pasalnya, ketika bulan kemarau intensitas curah hujan sangat rendah sedangkan kebutuhan air pada makhluk hidup khususnya manusia itu tetap bahkan bisa jadi bertambah. Di tahun ini, kekeringan diperparah lagi dengan adanya fenomena El Nino sehingga membuat musim kemarau kali ini menjadi lebih kering daripada tiga tahun sebelumnya, yaitu pada 2020—2022.
Meski di beberapa daerah sudah ada upaya bantuan pasokan air bersih, serta langkah antisipasi terjadinya kekeringan akibat musim kemarau tahun ini berupa prioritas pemenuhan kebutuhan air bersih konsumsi kepada masyarakat terlebih dahulu, baru kemudian untuk irigasi lahan pertanian, tetapi sejatinya upaya tersebut belumlah maksimal dapat dirasakan masyarakat. Mengingat fakta di lapangan menunjukkan beberapa daerah mengalami krisis air akut dan sudah banyak lahan yang mengalami kekeringan parah.
Kondisi ini cukup menyedihkan, mengingat Indonesia sendiri sebenarnya dikaruniai anugerah berupa kekayaan sumber daya air nomor lima di dunia dengan potensi air hujan yang turun mencapai 7 triliun m3 (pu.go.id, 19-8-2023).
Ada kondisi kontradiksi juga dalam kekeringan air ini, yaitu melimpahnya air kemasan yang dijual di jalan-jalan dan komersialisasi sumber daya air.
Dalam negara kapitalisme, yakni asasnya adalah manfaat, akan menjadi hal yang wajar ketika sumber daya alam juga dimanfaatkan selama bisa menghasilkan manfaat berupa materi. Tidak terkecuali sumber daya air. Tidak heran jika tata kelola air dipersilakan untuk dimiliki perusahaan-perusahaan swasta. Selama memiliki modal besar, sumber air bisa menjadi milik pribadi, bukan lagi milik umum. Akhirnya para pemodal menggunakan teknologi yang canggih untuk menyedot air dari dalam tanah jauh ke dalam bumi. Akibatnya, rakyat yang berada di area sekitar sumber air justru sulit mendapatkan air disebabkan kedalaman sumur mereka kalah atau tidak sebanding dengan kedalaman sumur perusahaan air.
Islam Solusi Hakiki
Islam memiliki mekanisme terbaik dalam memenuhi kebutuhan rakyat sebagai wujud ri’ayah negara terhadap rakyatnya. Begitu pula masalah krisis air ini akan bisa diselesaikan dalam sistem Islam. Dalam sistem Islam, negara akan menggunakan pandangan Islam dalam memosisikan air yang merupakan salah satu kepemilikan umum.
Dalam hadis Rasulullah berbunyi, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Hadis tersebut menyatakan bahwa kaum muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Dan bahwa ketiganya tersebut tidak boleh dimiliki oleh individu tertentu.
Atas dasar itu, karena air merupakan milik umum, tidak diperbolehkan adanya kapitalisasi air demi mendapatkan keuntungan. Dalam sistem Islam, tidak boleh ada pihak-pihak swasta yang menguasai sumber air. Terlebih melakukan pengeboran besar-besaran dan berakibat mematikan sumber air rakyat.
Dalam Islam, negara yang memiliki kewajiban untuk mengelola harta milik umum seperti air, hasil tambang, hutan, dan sebagainya. Kemudian hasilnya akan dikembalikan lagi untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya secara percuma atau gratis. Begitulah negara dalam bingkai Islam dalam menyediakan air untuk rakyatnya.
Wallahu a’lam bisshawab [CM/NA]