Oleh: Rini Rahayu, S.E.
(Aktivis Dakwah, Pengamat Masalah Ekonomi)
CemerlangMedia.Com — Kemiskinan bisa diartikan sebagai kondisi penduduk atau sebagian yang hanya dapat memenuhi kebutuhan primer yaitu makanan, pakaian, dan perumahan untuk mempertahankan tingkat kehidupan minimum (KBBI, 23-12-2021). Sedangkan menurut Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), kemiskinan ekstrem adalah kondisi masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya mencakup makanan, air bersih, sanitasi yang layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, serta akses informasi (kemenkopmk.go.id, 05-02-2024).
Merujuk kepada definisi kemiskinan tersebut, saat ini, setidaknya terdapat 1,4 miliar anak di seluruh dunia tidak memiliki akses perlindungan sosial apa pun. Hal ini mengakibatkan anak-anak lebih rentan terhadap penyakit, gizi buruk, dan berisiko tinggi terpapar kemiskinan. Data ini diperoleh dari lembaga PBB dan badan amal Inggris Save the Children (KumparanBISNIS, 15-02-2024).
Jadi secara global, terdapat 333 juta anak yang hidup dalam kemiskinan ekstrem. Anak-anak ini berjuang untuk mempertahankan hidup dengan pendapatan kurang dari 2,15 dolar AS (Rp33.565) per hari dan sekitar satu miliar anak hidup dalam kemiskinan di berbagai bidang, seperti yang diutarakan Natalia Winder Rossi Direktur Global Kebijakan Sosial dan Perlindungan Sosial UNICEF, Kamis (Antara, 15-2-2024).
Solusi Kurang Menyentuh Akar Masalah
Menurut para pemangku kebijakan, baik nasional maupun skala internasional, solusi yang ditempuh untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem ini adalah dengan memperluas cakupan perlindungan sosial bagi anak-anak. Perlindungan sosial merupakan kunci untuk melindungi mereka dari dampak terburuk.
Perlindungan sosial yang dimaksudkan adalah meningkatkan kesejahteraan anak-anak dalam jangka panjang berupa uang tunai, memberikan akses layanan kesehatan, nutrisi, pendidikan berkualitas, air, dan sanitasi yang layak. Benarkah ini solusi yang dapat menyentuh hingga ke akar masalah?
Kemiskinan ekstrem saat ini menjadi masalah internasional. Hal ini menandakan adanya persoalan yang diakibatkan oleh siatem yang dianut, yakni dengan diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini memberikan kebebasan kepemilikan kepada pengusaha atau pemilik modal sehingga mereka bebas mengeruk sumber daya alam sekaligus menjualnya.
Di sisi lain, sistem ini mengakibatkan ketimpangan dalam masalah ekonomi. Jumlah lapangan kerja yang tidak memadai membuat para lelaki sulit mencari kerja dan besarnya upah yang diperoleh tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Akibatnya, istri dan anak-anak terdampak dan mengalami banyak masalah sehingga berpengaruh terhadap kelangsungan hidupnya di masa yang akan datang.
Sementara perlindungan sosial yang diberikan oleh negara tidak dapat menutupi dan menyelesaikan masalah yang mereka hadapi karena sistem ekonomi kapitalisme ini makin merentangkan jarak antara si kaya dan si miskin. Rakyat makin miskin dan sulit untuk meningkatkan taraf hidupnya, sedangkan para pengusaha atau pemilik modal makin kaya karena mereka mempunyai akses dan bebas menguasai sumber daya alam dan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Kondisi ini akan menjadi ancaman terhadap keselamatan generasi dan masa depan bangsa.
Islam Solusi Tepat
Sistem Islam adalah sistem yang mengatur dengan sempurna dan mampu memberikan solusi yang menyentuh hingga ke akar masalahnya. Dalam Islamlah masalah kemiskinan dapat diselesaikan.
Islam memperhatikan kesejahteraan seluruh masyarakat, memberikan rasa keadilan, kebersamaan, dan kekeluargaan, bukan hanya untuk sebagian orang atau pemilik modal dan pengusaha saja, tetapi seluruh rakyat. Negara yang menerapkan sistem Islam akan menjamin terpenuhinya kebutuhan primer masyarakat dengan mewajibkan laki-laki mencari nafkah untuk keluarganya.
Sebagaimana yang tercantum dalam sebuah hadis. Rasulullah saw. bersabda,
“Barang siapa bekerja untuk anak dan istrinya melalui jalan yang halal, maka bagi mereka pahala seperti orang yang berjihad di jalan Allah.” (HR Bukhari).
Dalam Islam, perempuan dan anak-anak dalam naungan negara. Apabila seorang perempuan tidak ada yang menafkahi, maka negara akan mengambil alih kewajiban tersebut. Jadi perempuan tidak harus meninggalkan anak-anaknya untuk bekerja di luar rumah.
Kemudian Islam juga membagi harta kepemilikan menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Dalam Daulah Islam, individu diberikan kebebasan mendapatkan harta asalkan caranya tidak melanggar hukum syarak.
Kepemilikan umum, seperti sumber daya alam tambang, dikelola secara bersama-sama dan penguasa dilarang memilikinya, apalagi sampai menguasainya. Sedangkan kepemilikan negara adalah harta negara yang dikelola oleh negara untuk keperluan rakyatnya. Ini karena dalam Islam, semua harta di dunia ini adalah milik Allah Ta’ala, manusia hanya berhak untuk memanfaatkan dan mengelolanya saja. Sebagaimana tercantum dalam QS Al Thaha ayat 6,
لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ ٱلثَّرَىٰ ﴿٦﴾
“Milik-Nyalah apa yang ada di langit, apa yang ada di bumi, apa yang ada di antara keduanya, dan apa yang ada di bawah tanah.”
Dalam sistem Islam, negara wajib mendistribusikan kekayaan secara merata, tidak hanya dimiliki oleh sebagian orang saja atau para pemodal besar. Kesejahteraan dalam Islam adalah tercapainya kemaslahatan, yakni terpeliharanya tujuan syarak (maqasid al-syari’ah). Dalam masalah ekonomi, maqasid al-syariʻah memiliki peran sebagai alat untuk mengawasi dan cara mengatasi masalah sosial untuk mewujudkan kemaslahatan umat manusia.
Jadi sudah sangat jelas hanya sistem Islamlah yang memiliki solusi mulai dari akar masalahnya. Islamlah yang mempunyai aturan sangat rinci, bersifat mutlak, dan tidak berubah-ubah karena aturan ini berasal dari Allah Sang Pencipta (al-Khaliq). Sedangkan sistem kapitalisme adalah buatan manusia yang sudah tentu bersifat lemah dan terbatas sehingga peraturan yang dibuat pun akan berubah-ubah sesuai dengan kepentingan masing-masing kelompok atau golongan. Dengan demikian, cukup Islam sebagai solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah kemiskinan ekstrem ini. [CM/NA]