Oleh. Ummu Fahri
(Creative Writer & VOT CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Enggak ada kapoknya, selebgram fenomenal ini kembali mengunggah aksi tidak senonoh di media sosial dan berujung dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Pusat oleh Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia (PB SEMMI) karena dinilai sudah melanggar kesusilaan (news.detik.com, 14-8-2023).
Selebgram OF lagi-lagi menjadi sorotan usai unggahan konten jilat es krim menjadi trending topik di Twitter. Konten tersebut banyak menuai kecaman netizen dan beredar luas di media sosial. Warganet geram dengan aksinya yang tak pantas dilakukan oleh seorang muslimah di ruang digital.
“Akhlak mulia, cerminan kebaikan yang abadi.” Namun, rupanya sungguh hal itu “jauh panggang dari api”. Begitulah gambaran OF yang tidak mengindahkan aturan agama. Hijab yang seharusnya menjadi simbol kehormatan muslimah, tercoreng akibat ulah pansos murahan yang dilakukannya.
Di era digital yang makin meluas, fenomena pansos (panjat sosial) telah menjadi bagian tak terelakkan dari budaya populer. Namun, yang mengkhawatirkan adalah bagaimana pansos telah berubah menjadi sesuatu yang tidak senonoh dan merusak moralitas generasi. Melalui media sosial, penggunanya disuguhkan berbagai konten vulgar dan eksplisit yang hanya bertujuan untuk mendapatkan perhatian dan popularitas semata.
Dunia Lain dalam Ruang Digital
Ruang digital merupakan sebuah dimensi lain dari ranah publik yang bisa diakses oleh siapa saja dan berinteraksi dengan orang lain tanpa sekat apa pun. Ruang terbuka yang bersifat umum ini termasuk di dalamnya media sosial, seperti Instagram, Tiktok, Facebook, dan platform sejenisnya. Banyak fakta mengungkap bahwa generasi milenial merupakan pengguna media sosial terbanyak di Indonesia.
Mengutip data dari idonesiabaik.id, ada sekitar 93,5% dari kelompok generasi milenial memiliki akun media sosial yang berusia 20-29 tahun dan 93,68% didominasi perempuan, sedangkan 92,07% penggunanya merupakan laki-laki.
Media sosial juga banyak digunakan kalangan muda untuk bermacam-macam aktivitas yang sama sebagaimana dunia nyata. Bagi setiap penggunanya, platform ini memfasilitasi untuk saling berinteraksi dalam pertemanan jejaring sosial, membagikan konten berupa tulisan, foto, video, bermuamalah dan sebagainya.
Ibarat pisau bermata dua, sosial media juga punya dua sisi tergantung penggunanya mau digunakan untuk kebaikan atau malah menjadikannya sebagai alat untuk melakukan kejahatan dunia maya. Seperti perjudian, penipuan, cyber bullying, pencurian identitas, dan penyalahgunaan data pribadi termasuk pornoaksi/pornografi dan sebagainya. Namun, tak sedikit korbannya terdiri dari anak-anak dan perempuan ini, justru berawal dari ruang digital.
Akar Masalah
Dalam demokrasi, kebebasan berekspresi merupakan hak fundamental setiap individu untuk menyampaikan pendapat, ide, atau ekspresi mereka tanpa takut dihukum atau dibatasi oleh pemerintah atau lembaga lainnya.
Rupanya kebebasan berekspresi juga telah berimbas pada pergeseran makna terkait pakaian muslimah. Algoritma di media sosial cenderung menampilkan wanita muslimah dengan “jilboobs” (pakaian ketat, yang menonjolkan anggota tubuh), pamer aurat dan tidak sesuai dengan aturan syariat. Belum lagi berbagai konten cabul sebagaimana yang dilakukan oleh OF. Fenomena ini telah menarik perhatian dan menjadi subjek perdebatan di masyarakat karena bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam.
Di sisi lain, kondisi ini dipicu adanya pandangan hidup hedonisme yang menekankan kepuasan pribadi dan kesenangan sebagai tujuan utama. Terbukti dalam sebuah tayangan YouTube bersama dr. Ricard Lee, OF mengaku kalau aksinya itu disukai penggemarnya.
Selain itu, demokrasi juga mengadopsi paham sekularisme. Prinsip yang menegaskan pemisahan agama dalam kehidupan bernegara, yakni pemerintahan dan kebijakan publik tidak didasarkan pada prinsip agama tertentu, melainkan pada prinsip-prinsip yang bersifat sekuler atau pemisahan agama.
Walhasil, buntut dari konten tersebut PB SEMMI gagal melaporkan OF menggunakan pasal 156a KUHP terkait penodaan agama lantaran keputusan akhir terkait kasus ini ditentukan oleh lembaga penegak hukum setelah melakukan penyelidikan dan pemeriksaan yang lengkap. Jika merujuk pada hukum yang berlaku di negeri ini. Kasus ini hanya dikaitkan dengan pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tentang pelanggaran kesusilaan dengan pidana paling lama 6 tahun dan denda paling banyak 1 miliar rupiah.
Perspektif Islam
Dalam perspektif Islam, tidak mengenal kebebasan berekspresi terutama dalam nilai moralitas maupun dalam hal pakaian. Islam telah jelas mengatur pakaian muslimah untuk menjaga aurat melalui QS Al Azhab ayat 59 dan QS Annur ayat 31. Allah memerintahkan wanita muslimah untuk menutupi tubuh mereka dengan jilbab atau pakaian yang longgar dan menutupi kepala mereka dengan khimar serta menurunkannya ke bagian dada mereka sehingga hanya wajah dan tangan yang terlihat.
Tujuannya adalah agar wanita dapat dikenali sebagai muslimah yang menjaga kehormatan dan kesucian mereka, wujud kepatuhan terhadap perintah Allah Swt. serta untuk membedakan diri mereka sebagai muslimah yang taat kepada Allah.
Ketakwaan individu dan akhlak mulia masyarakatnya dalam naungan Islam akan terjaga karena rasa takutnya kepada Allah dengan perisai rasa malu akan senantiasa membentenginya dari maksiat kepada Allah. Kesadaran sebagai makhluk-Nya bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt..
Begitu pun, jika ada muslimah yang terlibat dalam kasus seperti OF, maka perlu diberikan kesadaran dan pemahaman tentang syariat Islam secara kafah. Ketika masih membandel–melakukan pelanggaran dengan sengaja, seperti penggunaan jilboobs dan perilaku amoral- akan dikenai sangsi-sangsi (‘uqubat).
Hukuman dalam sistem Islam selain bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku dan mencegah (zawajir) orang lain melakukan kejahatan serupa, juga bisa sebagai penebus dosa pelaku (jawabir) kelak dalam pengadilan akhirat.
Walaupun demikian, salah satu faktor penting adalah respons dan reaksi dari masyarakat atau netizen terhadap konten yang kontroversial. Kecaman dan kemarahan yang ditunjukkan oleh netizen dapat menjadi bentuk penolakan terhadap perilaku yang tidak pantas dan sebagai upaya kontrol sosial dari masyarakat karena memiliki perasaan, pemahaman, serta peraturan yang sama.
Syariat Islam juga akan memberikan pengawasan dan keamanan di ruang digital sehingga tidak ada lagi konten-konten berbau pornografi-pornoaksi atau lainnya yang akan merusak generasi, semuanya akan langsung di tindak.
Negara juga akan melakukan respons cepat untuk menangani kasus penistaan agama seperti ini, tidak menunggu laporan masyarakat apalagi membiarkan menjadi bola panas opini di masyarakat untuk menutupi kasus lainnya. Sebab, segala bentuk tindakan penodaan atas simbol-simbol agama akan ditindak sesuai aturan Islam secara adil.
Sesungguhnya disinilah diperlukan peran agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia melalui syariat-Nya berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah saw.. Dengan diterapkannya syariat akan menjaga kelestarian masyarakat Islam, yaitu pemeliharaan atas keturunan, akal, kemuliaan, jiwa, harta, agama, ketenteraman/keamanan, dan negara.
Sudah saatnya mencampakkan segala Ideologi kufur dan menggantinya dengan mabda Islam dalam naungan syariat Islam yang Allah ridai. Wallahu a’alam [CM/NA]