Oleh. Ratna Indriani
CemerlangMedia.Com — Kasus kekerasan seksual pada anak terus meningkat. Sepanjang Januari sampai 28 Mei 2023, jumlah kasus kekerasan hingga tindak kriminal terhadap anak di Indonesia mencapai 9.645 kasus. Hal itu sebagaimana diungkapkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Kasus kekerasan seksual terhadap anak menduduki peringkat pertama dengan 4.280 kasus. Lalu diikuti kekerasan fisik 3.152 kasus dan kekerasan psikis 3.053 kasus (metrotvnews.com, 04-06-2023).
Makin maraknya kasus kekerasan pada anak menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa kekerasan seksual tak kunjung usai? Bahkan makin meningkat dari tahun ke tahun? Padahal pemerintah sudah mengatur dan mengeluarkan undang-undang yang menangani kasus kekerasan seksual tersebut. Namun, hingga kini tak membuatkan hasil.
Di dalam undang-undang tersebut juga sudah tercantum sanksi hukum bagi pelaku kekerasan seksual yakni minimal 5 tahun dan maksimal dengan denda paling banyak 5 miliar. Namun, nyatanya sanksi atau hukuman pidana yang dijatuhkan terhadap para pelaku kekerasan seksual terhadap anak belum memberikan efek jera dan belum mampu mencegah secara komprehensif kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Jika ditelisik, seyogianya banyak faktor yang menyebabkan makin meningkatnya kasus kekerasan seksual. Hukuman atau sangsi yang ditetapkan pemerintah yang tidak membuat efek jera bagi pelaku tersebut hanya satu dari banyaknya faktor makin meningkatnya kasus ini.
Beberapa faktor lainnya seperti kecanggihan teknologi yang memudahkan masyarakat mengakses konten yang bermuatan dewasa, yakni pornografi. Menurut data terakhir Oktober 2020, Kominfo telah menangani 1,3 juta konten negatif yang beredar di media sosial. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghentikan konten pornografi, tetapi kenyataannya sampai saat ini masih banyak konten pornografi yang beredar luas.
Hal ini menjadi salah satu sebab makin banyaknya terjadi pelecehan seksual maupun kekerasan seksual didukung pula dengan banyaknya konten dewasa atau konten pornografi yang merangsang bangkitnya syahwat.
Berbagai bentuk konten pornografi ini merupakan bukti bentuk penyalahgunaan internet dan sudah banyak kasus mengenai konten pornografi ini beredar luas di Twitter, Telegram, YouTube, maupun Facebook.
Konten-konten tersebut dinikmati oleh para remaja, dewasa, bahkan anak-anak di bawah umur, yang menjadi candu bagi mereka dan menaikkan syahwatnya. Ketika orang dewasa atau remaja sudah kecanduan konten pornografi, maka mereka cenderung akan menjadi pelaku kekerasan seksual karena mereka ingin melampiaskan hawa nafsu yang telah bergejolak, tanpa peduli kepada siapa dilampiaskan, tak terkecuali anak-anak.
Sebenarnya ada aturan yang bisa mencegah dan memberantas kasus kekerasan seksual yakni aturan Islam. Islam sebagai agama sekaligus ideologi yang sempurna yang mampu menjadi solusi untuk segala permasalahan hidup yang dihadapi manusia. Islam memandang masalah tidak muncul dengan sendirinya, di mana ada asap, maka di situ ada api. Demikian juga dalam masalah kekerasan seksual, solusi yang diberikan Islam tidak hanya berbicara tentang penanggulangannya saja, tetapi juga memberikan solusi.
Islam mewajibkan negara sebagai periayah urusan rakyat. Negara juga wajib menjaga akidah dan fondasi keimanan dari berbagai pemikiran kotor yang merusak, seperti konten pornografi. Dalam Islam, media benar-benar difilter oleh negara, tidak dibolehkan ada konten-konten yang merusak pemikiran. Media dalam Islam justru dijadikan sebagai ladang dakwah untuk menguatkan keimanan rakyat kepada Allah Swt. agar menjadi manusia-manusia yang taat dan tunduk terhadap aturan Allah Swt.. Takut akan dosa dan berlomba-lomba menggapai surga-Nya.
Di sisi lain, negara juga menerapkan sanksi tegas bagi pelaku kekerasan seksual pada anak. Para pelaku kekerasan seksual akan dihukum rajam. Dengan hukuman ini, bisa dipastikan bahwa kekerasan seksual akan mampu diatasi. Wallahu a’lam bisshawab. [CM/NA]