Oleh. Vikhabie Yolanda Muslim
CemerlangMedia.Com — Negeri ini lagi-lagi dirundung nestapa, bertubi-tubi bencana datang menerpa. Diantaranya banjir lahar dingin Gunung Semeru yang menerjang beberapa desa hingga mengakibatkan tanah longsor di beberapa wilayah, serta beberapa jembatan mengalami kerusakan dan putus total (cnnindonesia.com, 08-07-2023). Kepala Desa Lebakharjo mengatakan, tidak hanya longsor, sebagian wilayahnya yang berada di sisi selatan Gunung Semeru juga terendam banjir, yakni sebanyak 84 rumah dan lahan pertanian seluas 27 hektar ikut terdampak banjir (kompas.id, 07-07-2023).
Belum usai lahar dingin Semeru dan longsornya, ribuan rumah di Kecamatan Lunyuk, Kabupaten Sumbawa, Provinsi NTB, juga terendam banjir imbas luapan air Sungai Kokat. Rumah warga terendam sejak 6 Juli lalu setelah hujan lebat terjadi dari sore hingga malam hari. Dandim 1607/Sumbawa Eko Cahyo Setiawan menyebutkan banjir ini terjadi dikarenakan luapan aliran sungai sehingga merendam pemukiman masyarakat di Desa Emang Lestari dan Desa Sukamaju. Sebanyak 1.370 rumah warga terendam, 28 ton pupuk urea milik warga terendam, SDN Kalbir hingga stok sembako warga pun turut terendam banjir (cnnindonesia.com, 08-07-2023).
Pentingnya Mitigasi berbasis Teknologi
Berbagai bencana yang terus melanda negeri ini memang tak bisa dianggap remeh. Pemerintah baik pusat maupun daerah tidak bisa hanya dengan merespon secara reaktif ketika bencana melanda. Akan tetapi, harus diawali pula dengan langkah strategis untuk mengantisipasinya. Terlebih menurut The World Risk Index pada 2019, Indonesia berada di peringkat 37 dunia dari 180 negara yang paling rentan bencana.
Dari data dan fakta yang ada, maka poin penting yang harus mulai diterapkan oleh pemerintah ialah penataan mitigasi bencana. Mitigasi bencana merupakan sebuah kebutuhan, terlebih melalui pemanfaatan teknologi yang pada saat ini menjadi sebuah keniscayaan. Melihat respon beberapa pihak atas bencana yang terus berulang menunjukkan bahwa minimnya langkah mitigasi bencana di negeri ini.
Penguasa cenderung lebih menyibukkan diri dalam menanggapi bencana yang terjadi, bukan mengantisipasi. Padahal rakyat sejatinya berharap negara tak hanya membuat langkah tanggap darurat. Lebih dari itu, rakyat membutuhkan perhatian negara agar bencana tidak menimbulkan kerusakan dan juga korban jiwa berlebih. Saat ini, salah satu yang belum dilakukan oleh sistem sekuler yang diadopsi negeri ini adalah penggunaan mitigasi berbasis teknologi agar deteksi bencana dan proses penyelamatan bisa dilakukan secara dini.
Mitigasi Bencana dalam Sistem Islam
Berbeda dengan sistem sekuler, Islam sangat memperhatikan keselamatan rakyatnya. Individu per individu, maupun masyarakat secara keseluruhan. Dalam konteks penanganan terhadap musibah, negara dengan sistem pemerintahan Islam menggariskan kebijakan-kebijakan komprehensif yang tegak di atas akidah islamiyah. Prinsip pengaturannya pun didasarkan pada syariat Islam dan ditujukan untuk keselamatan seluruh rakyat. Penanganan bencana meliputi penanganan pra bencana, ketika, dan pasca bencana.
Penanganan prabencana (mitigasi bencana) ialah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana yang dilakukan melalui pembangunan fisik maupun nonfisik dalam bentuk memberikan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (bencana alam atau bencana akibat ulah manusia). Kegiatan ini meliputi pembangunan dalam bentuk sarana fisik untuk pencegahan seperti pembangunan kanal, bendungan, pemecah ombak, tanggul, dan lain-lain. Dapat dilakukan pula reboisasi atau penanaman kembali, pemeliharaan daerah aliran sungai dari pendangkalan, relokasi tata kota yang berbasis pada AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup), serta memelihara kebersihan lingkungan.
Negara akan membentuk tim SAR yang memiliki kemampuan teknis dan nonteknis dalam menangani bencana. Tim ini dibentuk secara khusus dan dibekali dengan kemampuan dan peralatan yang canggih seperti alat telekomunikasi, alat berat, serta alat-alat evakuasi korban bencana. Oleh karenanya, mereka selalu siap sedia diterjunkan ke daerah-daerah bencana. Tim ini juga bergerak secara aktif melakukan edukasi terus-menerus kepada masyarakat, sehingga masyarakat memiliki kemampuan untuk mengantisipasi, menangani, dan recovery diri dari bencana.
Selanjutnya, manajemen ketika telah terjadi bencana ialah upaya yang ditujukan untuk mengurangi jumlah korban dan kerugian material akibat bencana. Yang dilakukan dengan evakuasi korban secepat-cepatnya, membuka akses jalan, komunikasi dengan para korban, serta memblokade atau mengalirkan material bencana seperti banjir, lahar, dan lain-lain ke tempat yang tidak dihuni manusia, atau menyalurkan kepada saluran-saluran yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Kegiatan lain yang tidak kalah penting ialah penyiapan lokasi-lokasi pengungsian, pembentukan dapur umum dan posko kesehatan, serta pembukaan akses-akses jalan maupun komunikasi untuk memudahkan Tim SAR dalam berkomunikasi dan mengevakuasi korban yang masih terjebak oleh bencana. Oleh karena itu, berhasil atau tidaknya upaya ini, tergantung pada berhasil tidaknya upaya prabencana.
Sedangkan dalam penanganan pascabencana, ada beberapa hal yang bisa dilakukan:
Pertama, me-recovery korban bencana agar mereka mendapatkan pelayanan yang baik selama berada dalam pengungsian dan memulihkan kondisi psikis mereka agar tidak depresi, stress, ataupun dampak-dampak psikologis kurang baik lainnya. Kegiatan yang dilakukan adalah menyediakan kebutuhan-kebutuhan vital mereka, seperti makanan, pakaian, tempat istirahat yang memadai, dan obat-obatan serta pelayanan medis lainnya. Recovery mental bisa dilakukan dengan cara memberikan kajian atau ceramah untuk mengukuhkan akidah, nafsiyah atau pola sikap para korban.
Kedua, me-recovery lingkungan tempat tinggal mereka pascabencana, kantor-kantor pemerintahan, maupun tempat-tempat penting lainnya, seperti tempat peribadatan, rumah sakit, pasar, dan lain-lain. Jika ada daerah yang masih perlu untuk di-recovery, negara pun akan melakukan perbaikan secepatnya agar dapat dipergunakan dengan normal seperti sedia kala. Bahkan jika perlu, kepala negara akan merelokasi penduduk ke tempat lain yang lebih aman dan kondusif, serta akan diturunkan pula tim ahli untuk meneliti dan mengkaji langkah-langkah terbaik bagi korban bencana alam. Mereka akan melaporkan opsi terbaik kepada kepala negara untuk ditindaklanjuti dengan cepat dan profesional.
Terjadinya bencana memang bagian dari ketetapan Allah yang harus diterima dengan penuh ikhlas dan sabar. Akan tetapi, dengan era teknologi yang saat ini sudah sangat berkembang dengan pesat, setidaknya rakyat memiliki alarm pertama dalam menghadapi dan mengantisipasi bencana yang memakan korban jiwa. Maka, mengusahakan dalam pencegahan dan solusi untuk kemaslahatan ialah bagian dari ikhtiar kita sebagai manusia, yang tentu bisa terwujud dengan adanya penanganan dan dukungan pula dari negara. [CM/NA]