Pajak Naik, kok Bangga?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Sari Chanifatun

“Negara yang menerapkan sistem Islam memiliki sumber penerimaan dalam jumlah besar. Hal ini sejalan dengan sistem kepemilikan yang ditetapkan oleh Islam dan pengelolaannya sesuai dengan sistem ekonomi Islam. Pun, atas dasar akidah Islam, seseorang tidak mudah melakukan tindakan semena-mena kepada orang lain, misalnya pemimpin/pejabat terhadap rakyatnya atau sebaliknya.”


CemerlangMedia.Com — Beberapa kalangan mendefinisikan pajak sebagai iuran yang bersifat memaksa dan diikat dalam sebuah aturan atau undang-undang negara. Besaran angka pemungutan pajak tergantung pada kebijakan pemerintahnya.

Konsep ekonomi sebuah ideologi ini telah dilegalisasi oleh bangsa-bangsa yang menganut sistem kapitalisme, Indonesia salah satunya. Pajak dijadikan sumber pendapatan negara untuk pelaksanaan tata kelola pemerintahan dan dianggap mampu mewujudkan kemakmuran bagi rakyatnya.

Dikutip dari Liputan6.com (14-7-2024), Menkeu Sri Mulyani, saat memberi sambutan pada acara Spectaxcular 2024 di GBK, Jakarta, Minggu (14-7-2024), mengatakan bahwa untuk menjaga dan mewujudkan cita-cita negara RI hanya bisa dicapai melalui penerimaan pajak. Bangsa yang maju, adil, dan sejahtera, memerlukan dukungan penerimaan pajak yang baik. Menurutnya, penerimaan pajak negara yang kian membaik menjadi wujud pencapaian cita-cita bangsa. Benarkah demikian?

Peningkatan penerimaan pajak yang dibanggakan bendahara negeri ini sejatinya mencekik rakyat. Menjadikan pajak sebagai sumber utama dan alat pendapatan negara guna membiayai pembangunan negara yang maju, adil, dan sejahtera, adalah bentuk kezaliman yang dianggap lumrah.

Tabiat Bobrok Pemikiran Kapitalisme

Tabiat pemikiran kapitalisme Barat yang menyebar ke segala arah, mulai dari akidah, metode, dan ideologi, terbukti merusak fungsi negara. Dikatakan bobrok secara pemikiran, sebab kapitalisme yang mengutamakan materi sebagai tujuan terlahir dari hasil pemikiran akal manusia yang terbatas. Belum lagi pelaksanaan kepengurusan sistem ini, tidak memakai agama sebagai dasar kehidupan atau sekularisme.

Nyatanya, konsep batil yang menjadikan pajak sebagai cara yang mudah mengumpulkan dana guna penyelenggaraan tatanan bernegara melalui undang-undang sebagai alat penertib pelaksanaannya, mengakibatkan rakyat makin menderita. Hal ini menjadi bukti telah hilangnya fungsi negara seperti yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan berbangsa.

Sejatinya, negara mampu berperan penuh dalam mengurus dan menjamin kesejahteraan rakyatnya jika pengelolaan sumber daya yang melimpah ini tidak diserahkan kepada individu masyarakat ataupun sebuah kelompok. Namun, hasil pemikiran dan metode ekonomi kapitalisme yang dilegalisasi negara saat ini memberi kebebasan kepada pemilik modal untuk mengelola SDA sesuka kepentingannya.

Negara hanya berperan sebagai fasilitator dan regulator dalam pelaksanaannya. Akibatnya, negara tidak mampu memberi keadilan, apalagi kesejahteraan bagi rakyatnya.

Negara adalah Rahmat

Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 44 menyebutkan,

أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Tidakkah kalian mau menggunakan akal kalian.”

Tafsir Al-Muyyasar menjelaskan bahwa keburukan akan terjadi jika umat dan ulama di antara kalian ada yang memerintahkan manusia untuk berbuat kebaikan-kebaikan dalam memeluk Islam, sedangkan kalian meninggalkan dirinya sendiri dengan membaca kitab lain (Taurat) yang di dalamnya menjelaskan tentang sifat-sifat Nabi Muhammad saw. yang agung dan berkewajiban beriman kepadanya.

Sungguh menjadi penjelas agar manusia wajib menggunakan akalnya untuk berpikir dan berbuat sesuai petunjuk Allah dengan kitab Al-Qur’an yang mulia, demi kemajuan sebuah peradaban. Tidak berpikir dan berbuat sesuai keinginan nafsunya. Pedoman ini telah Allah tetapkan melalui firman-Nya dalam surah Al-Baqarah ayat 185, yang berarti, “Al-Qur’an yang diturunkan Allah adalah petunjuk bagi umat manusia,”

Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi orang yang berakal dan memiliki iman agar tidak berbuat sesuka hati, bahkan berani menetapkan hukum bagi kehidupan manusia. Kitab Al-Qur’an menjelaskan,

“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maidah ayat 50).

Peradaban Islam menggunakan metode pajak sebagai pilihan terakhir sumber penerimaan negara. Daulah Islam memiliki lembaga yang disebut baitulmal sebagai tempat penyimpanan harta. Lembaga ini bertugas memungut dan membelanjakan harta milik kaum muslim.

Banyak dalil menjelaskan bahwa pada saat kepemimpinan Rasul saw. kepengurusan baitulmal berada langsung di bawah tanggung jawab beliau. Baitulmal dimungkinkan terbagi menjadi dua bagian:

Pertama, bagian pemasukan yang terdiri dari tiga pos (diwan), di antaranya fa’i dan kharaj, meliputi ghanimah, kharaj, jizyah, fa’i, dan pajak. Lalu ada pos kepemilikan umum, meliputi minyak bumi, gad, listrik, barang tambang, laut, sungai, selat, mata air, hutan, padang rumput, hima, dan sebagainya. Ada lagi pos zakat, zakat uang komoditas perdagangan, pertanian dan buah-buahan, unta, sapi, dan domba.

Kedua, bagian pembelanjaan terdiri dari delapan pos (diwan), meliputi pos Daar al-Khalifah, kemaslahatan negara, subsidi, jihad, pengelolaan zakat, pengelolaan kepemilikan umum, keperluan darurat, pengontrolan, dan pengawasan umum (sumber: kitab Ajhizah Daulah Khilafah).

Dengan demikian jelas, dalam sistem Islam, ada banyak sumber penerimaan negara dan berjumlah besar. Hal ini sejalan dengan sistem kepemilikan yang ditetapkan oleh Islam dan pengelolaannya sesuai dengan sistem ekonomi Islam. Pun, atas dasar akidah Islam, seseorang tidak mudah melakukan tindakan semena-mena kepada orang lain, misalnya pemimpin/pejabat terhadap rakyatnya atau sebaliknya.

Seorang pemimpin dalam Daulah Islam bertanggung jawab sebagai pelindung dan akan menjamin kesejahteraan rakyatnya. Pemimpin harus memiliki kemampuan menegakkan syariat bagi seluruh rakyatnya. Sikap pemimpin dalam Daulah Islam merupakan bukti ketakwaan dan hanya mengharap rahmat dan rida Allah Taala. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *