Pelanggaran di Semua Lini, Awal Kehancuran Demokrasi?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)

CemerlangMedia.Com — Selama dua periode Presiden Joko Widodo memimpin Indonesia, para ekonom sepakat bahwa Jokowi berhasil memperbanyak infrastruktur dan gencar menggaet investor. Akan tetapi, pakar politik dan pegiat HAM mengatakan, warisan Jokowi di bidang pembangunan tersebut harus dibayar mahal dengan kemunduran demokrasi (bbc.com, 06-02-2024).

Firman Noor, seorang peneliti politik dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) menilai, banyak dari warisan pembangunan Jokowi tidak mencerminkan proses yang demokratis dan justru mencerabut hak masyarakat yang terdampak. Dan proyek IKN merefleksikan semua itu. Polanya serupa dengan yang terjadi dalam proyek investasi seperti di Pulau Rempang, Desa Wadas, Air Bangis, Mandalika, dan lain-lain. Realita tersebut membuat Jokowi pada tahun terakhirnya menjabat sebagai seorang presiden mendapat “peringatan keras” dari para akademisi, mahasiswa, sampai para ekonom, lantaran dituding mengintervensi konstitusi dan menyalahgunakan wewenangnya sebagai presiden demi memuluskan langkah putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilu 2024.

UU yang Dibentuk Banyak Melanggar Hak Rakyat

Berbagai undang-undang yang disahkan oleh pemerintah Jokowi pun tidak hanya dianggap kurang menghormati kepentingan hak asasi manusia dari kalangan rakyat, seperti petani, buruh, dan masyarakat adat, tetapi proses pembentukannya juga dilakukan dengan banyak melanggar hak-hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam urusan publik. Misal pada 2019, pemerintah dan DPR mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang masih mengandung pasal-pasal karet, seperti penghinaan presiden, pemerintah, dan pengadilan, pasal yang memuat ancaman pidana bagi aksi demonstrasi tanpa pemberitahuan, pasal penodaan agama, mengkriminalisasi hubungan seksual di luar pernikahan, dan pasal-pasal problematis lainnya.

Lalu Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang oleh Amnesty dianggap mengancam HAM karena sangat berpihak pada investor dan mengancam kesejahteraan buruh, justru pada 2023 disahkan dengan cara yang sama. Begitupun revisi Undang-Undang KPK yang dianggap “melemahkan” lembaga antirasuah tersebut. Salah satu dampaknya, terlihat pada merosotnya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2022 ke titik terendah dalam 10 tahun terakhir. Bahkan, Firli Bahuri yang dipilih pemerintah dan DPR sebagai Ketua KPK memiliki rekam jejak pelanggaran etik. Dalam beberapa bulan belakangan, bahkan terjerat kasus suap dan menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan.

Lebih lanjut, Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang notabene banyak ditentang oleh beberapa pihak pun tetap disahkan secara kilat tanpa partisipasi publik. UU IKN tersebut disahkan hanya dalam waktu kurang dari dua pekan sejak tim panitia khusus pembahas RUU dibentuk di DPR. Adanya rentetan aksi protes ke jalan dan kritik luas dari masyarakat tidak mampu menghentikan pengesahan beragam UU tersebut. Padahal, yang demikian jelas mengancam kebebasan berekspresi. Oleh karenanya, kebebasan menjadi sesuatu yang mahal hari ini.

Dengan adanya sejumlah fakta tersebut mengidentifikasi betapa sistem demokrasi begitu lemah. Hal tersebut sekaligus menjadi alarm bahwa hanya soal waktu, demokrasi sedang menunggu kehancurannya. Kelemahan sistem peradilan dalam demokrasi memungkinkan para pelaku kejahatan melanggar hukum tanpa takut dihukum.

Pemimpin di Dalam Islam

Padahal, seorang kepala pemerintahan di dalam Islam merupakan khalifah di muka bumi. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus bisa berfungsi sebagai kepanjangan tangan-Nya. Allah Swt. adalah Rabb semesta alam, Zat yang men-tarbiyah seluruh alam menuju keadaan yang lebih baik sekaligus memelihara yang sudah baik. Oleh karenanya, seorang pemimpin wajib menjadi wasilah bagi tarbiyah Allah tersebut terhadap segenap yang ada di bumi. Jadi, seorang pemimpin harus menjadi murabbi untuk kehidupan di bumi.

Islam melalui ajarannya yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis mengatur seluruh aspek kehidupan manusia termasuk yang berkaitan dengan persoalan politik. Islam tidak memandang politik sebagai metode untuk meraih kekuasaan semata, tetapi yang paling utama adalah demi kemaslahatan dan keselamatan manusia, baik di dunia maupun akhirat kelak.

Islam dan politik memiliki titik singgung yang sangat erat apabila keduanya dipahami sebagai sarana untuk menata kebutuhan hidup manusia secara menyeluruh. Islam tidak hanya dijadikan kedok untuk mencapai kepercayaan serta pengaruh dari masyarakat semata. Begitupun dengan politik, juga tidak hanya sekadar dipahami sebagai sarana menduduki posisi dan otoritas formal dalam struktur kekuasaan.

Perihal kepemimpinan, Islam sangat peduli terhadap etika dan moral yang harus dimiliki seorang pemimpin. Tentunya pemimpin ideal dalam sejarah Islam adalah Rasulullah Muhammad saw.. Dan untuk menakar kepemimpinan yang ideal, tiga dari empat sifat wajib bagi para nabi dan rasul berupa siddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah (cerdas) bisa menjadi landasan kriteria pemimpin yang baik.

Apabila melihat kepemimpinan dari sisi hadis, Rasulullah pernah menegaskan kepada salah satu sahabatnya untuk tidak meminta jabatan. Ucapan ini terekam dalam hadis riwayat al-Bukhari yang artinya,
“Dari Abdurrahman bin Samurah, beliau mengatakan, Rasulullah saw. berkata kepadaku, “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan, karena jika kamu diberi jabatan tanpa memintanya, maka kamu akan ditolong, tetapi jika kamu diberinya karena meminta, kamu akan ditelantarkan, dan jika kamu bersumpah, lantas kamu lihat ada suatu yang lebih baik, maka bayarlah kafarat sumpahmu dan lakukanlah yang lebih baik.(HR Bukhari).

Oleh karena itu, ada kriteria yang bisa ditetapkan terhadap para calon pemimpin. Sifat rakus dan tamak adalah sifat buruk yang seharusnya tidak ada di dalam jiwa seorang pemimpin. Kerakusan dan ketamakan akan melahirkan kecurangan ketika menjalankan amanah kepemimpinannya, sedangkan pemimpin yang curang disinggung oleh Nabi saw. tidak akan masuk ke dalam surga.

Kemudian sifat amanah dan bertanggung jawab merupakan sifat mendasar yang wajib ada pada seorang pemimpin. Sifat amanah dan bertanggung jawab ini akan berpengaruh terhadap setiap kebijakan yang diambilnya, juga menjadi pandangan dirinya saat menangani kasus dan problematika yang menjadi tanggung jawabnya serta memperhatikan kepentingan orang-orang yang dipimpinnya. Wallahu a’lam [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *