Oleh. Radayu Irawan, S.Pt.
CemerlangMedia.Com — Kasus penistaan agama sering kali berulang. Meski sanksi sudah dijatuhkan, namun tidak menimbulkan efek jera. Dan baru-baru ini, seorang warga negara asing dengan beraninya melakukan penistaan agama di negeri mayoritas muslim. WNA tersebut meludahi imam Masjid Jami Al-Muhajir, Buah Batu, Kota Bandung, yang menyetel murottal Al-Quran. Kepolisian Resor Kota Besar Bandung langsung mengusut kasus ini. (CNN Indonesia, 29/04/23)
Kasus penistaan agama juga dilakukan oleh selebgram Lina Mukherjee. Ia mengunggah video di akun Facebooknya yang sedang makan babi sambil membaca basmalah. “Bismillah, eh, lupa. Guys, hari ini kayaknya aku dipecat dari kartu keluarga karena aku penasaran banget sama yang namanya kriuk babi ya. Jadi hari ini rukun iman udah aku langgar, hahaha udah pasti nih kartu keluargaku dicabut,” ujarnya dalam video itu. (Pikiran rakyat, 28/04/23).
Setiap orang yang masih tertanam iman di dalam hatinya, walaupun sedikit, pasti akan marah saat agamanya dinistakan. Apalagi bagi mereka dengan iman yang telah terpatri di dalam sanubarinya, akan lebih dari sekadar marah. Dari fakta tersebut, kita menjadi lebih memahami bahwa penjagaan terhadap muruah agama tak bisa dijaga melalui individu-individu orang beriman. Melainkan membutuhkan penjagaan dari sesuatu yang kekuatannya amat besar, yaitu negara.
Penistaan Agama Masif
Masifnya penistaan terhadap agama Islam, tentu tidak akan datang secara tiba-tiba. Namun didahului oleh rasa ketidaksukaan, benci, marah, risih, fobia terhadap Islam. Pemahaman seperti itu terus menerus dibiarkan dari hari ke hari. Dan pada dasarnya, setiap orang akan berbuat dan bertindak tergantung dengan apa yang ia pikirkan. Tidak mungkin seseorang berani menistakan sebuah agama, tanpa ada pemahaman-pemahaman yang telah terbentuk dalam benaknya.
Narasi-narasi yang terus dibangun sehingga menjadi opini umum ditengah-tengah umat membuat rasa kebencian dan fobia terhadap agama Islam semakin besar. Ditambah lagi, sistem sanksi yang dijatuhkan kepada para penista tidak menimbulkan efek jera bagi orang lain. Dampaknya, agama semakin sering dijadikan sebagai bahan hinaan bahkan lelucon.
Pelecehan ataupun penistaan terhadap agama Islam dan umat Islam akan terus terjadi selama kaum muslim berada dalamsistem sekuler. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, membuat paradigma-paradigma yang salah tentang agama, dan terus berkembang. Opini umum tentang keburukan agama tak dapat dibendung dalam sistem sekuler. Karena hal tersebut masuk dalam kebebasan berpendapat.
Jika sudah demikian, ke mana lagi kita berlabuh untuk menyelesaikan persoalan penistaan agama? Mengingat, bahwa negeri ini menerapkan sistem sekuler, yang terbukti tidak dapat membuat jera para pelaku penista agama?
Solusi Islam
Seyogianya, sebagai seorang muslim, tidak sepantasnya kita menggunakan sistem sekuler yang jelas-jelas bukan berasal dari Sang Pencipta. Sebab penerapan sistem yang bukan berasal dari Sang Pencipta, akan membuat para pelaku penista agama semakin menjamur dan terus berulang. Ibarat sebuah robot, yang paling mengerti tentang robot adalah pencipta robot, bukan orang yang tidak pernah menciptakan robot. Begitu pula dengan manusia, sebab yang paling tahu kondisi manusia, dan paling mengetahui yang terbaik untuknya tentulah Allah Ta’ala.
Islam dengan segala kesempurnaannya memiliki sistem kehidupan yang mampu menyelesaikan semua problem hidup manusia. Penerapan sistem Islam dalam bingkai negara Islam, akan menghentikan segala bentuk pelecehan, penghinaan, serta penistaan terhadap agama Islam.
Adapun cara sistem Islam menghentikan penista agama adalah sebagai berikut.
Pertama, aspek individu. Di dalam sistem Islam, ketakwaan individu sangat menjadi perhatian, yang dibentuk melalui keluarga yang beriman dan bertakwa. Orang tua, khususnya ibu, wajib untuk memahamkan agama sesuai akidah Islam untuk anak-anaknya sejak kecil hingga ia baligh. Sehingga anak benar-benar memahami hukum halal dan haram, bukan berbuat sesuai dengan hawa nafsu. Jika anak berbuat salah, keluarga berkewajiban untuk memberikan nasihat, sehingga ia dapat memperbaiki perilakunya.
Kedua, aspek masyarakat. Kehidupan masyarakat yang terikat dengan hukum syarak, tentu sangat mempengaruhi individu seseorang. Masyarakat yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islam secara tidak langsung akan menempa individu dalam lingkungan masyarakat tersebut. Jika individu melakukan kesalahan atau pelanggaran, masyarakat akan senantiasa aktif dalam amar makruf nahi mungkar.
Begitu pula dengan netizen-netizen di dalam sistem Islam, juga akan memberikan nasihat, menegur ataupun melaporkan kepada pihak yang berwenang jika ada pelanggaran hukum syarak. Karena, di dalam pemikiran masyarakat islami, membiarkan perbuatan maksiat, tak ubahnya seperti setan bisu.
Ketiga, aspek negara. Negara sebagai pemegang kekuasaan memiliki peranan sangat penting khususnya dalam membuat aturan. Misalnya membuat kurikulum pendidikan yang mencetak individu-individu beriman dan bertakwa, atau membuat sistem sanksi yang memberikan efek jera bagi para pelaku penista agama.
Sistem sanksi bagi penista agama akan dijatuhkan sesuai dengan ketetapan Qur’an dan Hadis. Baginda Rasulullah saw. pernah menetapkan sanksi bunuh terhadap pelaku penista agama. Dan di masa Khil4f4h Utsmaniyah, negara bersikap tegas dengan menyiapkan pasukan perang untuk menyerang Perancis ketika diketahui bahwa di sana akan mengadakan pertunjukan opera yang isinya menghina Nabi saw..
Melalui tiga cara tersebut penista agama tidak akan terus berulang, sebab mereka adalah orang-orang atau individu yang takut kepada Allah. Begitu pula dengan masyarakat, melakukan kontrol atas kemaksiatan. Sedangkan negara ikut berperan dalam menerapkan aturan yang mendukung terbentuknya kepribadian Islamdalam masyarakat. Karena itu hanya sistem Islam dalam naungan negara Islam yang akan menghentikan para penista agama hingga ke akarnya. Wallahua’lam bisshowab. [CM/NA]