Penyakit Ternak LSD Merebak, Negara Lalai Bertindak

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh. Apt. Eva Sanjaya
(Komunitas Tinta Pelopor)

CemerlangMedia.Com — Pemerintah Indonesia melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian, Selasa (1-8-2023) menangguhkan impor sapi dari empat fasilitas peternakan di Australia, di mana sapi terdeteksi secara klinis memiliki penyakit lumpy skin diseases (LSD). Namun, ekspor sapi hidup dari Australia tetap dapat berjalan dari 56 peternakan atau premises lain, dari total 60 yang terdaftar.

Sebagaimana standar prosedur impor komoditas pertanian, setiap hewan yang masuk wilayah Indonesia akan dikarantina. Pemeriksaan berupa dokumen dan fisik sapi impor di atas alat angkut yaitu, di atas kapal oleh petugas Karantina Pertanian Tanjung Priok, di Pelabuhan Tanjung Priok pada tanggal 25 Mei—26 Juli lalu. Sapi yang menunjukkan adanya gejala klinis LSD diberi tanda khusus dan diambil contoh untuk uji medis setelah bongkar muatan (voaindonesia.com, 1-8-2023).

Virus LSD tidak kalah merugikan dibanding Penyakit Mulut dan Kaki (PMK) yang sempat merebak di Indonesia tahun lalu. Penyebaran PMK sangat cepat, tetapi virus LSD penyebarannya lebih lamban. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang Purus Subendro.

Virus ini telah masuk Indonesia sejak Februari 2022 dan telah menjadi endemi di Indonesia. Penyakit ini memang tidak menular kepada manusia, penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh serangga, antara lain nyamuk, lalat, dan caplak yang pada umumnya menyerang sapi dan kerbau.

Akan tetapi, waktu atau masa inkubasi diperlukan dari awal infeksi sampai munculnya gejala klinis dan penyakit LSD ini secara alamiah lebih lama. Bahkan, dapat mencapai lima minggu, maka tidak mungkin penyakit ini muncul secara tiba-tiba dalam waktu singkat (satu-tiga hari).

Apalagi virus dapat bertahan di keropeng selama 33 hari dan pada leleran mulut dan hidung hewan selama 28 hari. Pada saat itu serangga berperan menularkan dari satu hewan ke hewan yang lainnya. Maka pencegahan yang dapat dilakukan dengan biosekuriti dengan desinfeksi dan desinsektisasi yang ketat, serta vaksinasi.

Selain itu, dikutip laman (kabarpos.com, 2-8-2023), seperti yang terjadi di Kota Blitar, Jawa Timur bahwa jumlah kasus lumpy skin disease (LSD) atau penyakit kulit pada sapi mengalami peningkatan. Menurut data yang dirilis oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) tercatat sebanyak 70 laporan kasus LSD pada sapi hingga akhir Juli 2023. Alhasil, harga jual sapi yang terpapar penyakit ini bisa merosot hingga 30% dan bagian kulitnya tidak bisa dijual sehingga LSD ini menimbulkan kerugian bagi peternak sapi di Indonesia.

Negara Lamban Menangani LSD

Langkah yang ditempuh negara dinilai lamban. Padahal penyakit ini membuat peternak rugi karena menyebabkan harga jual sapi menjadi menurun. Vaksinasi yang menjadi langkah efektif mencegah penyakit ini belum masif dikerjakan. Padahal ini langkah efektif yang harus dikerjakan untuk mencegah penularan penyakit ternak ini agar peternak terhindar dari kerugian dan pasokan daging sapi sebagai salah satu sumber protein tetap terjaga.

Lambannya penanganan negara untuk menyelesaikan persoalan penularan penyakit hewan menjadi ciri penguasa saat ini yang abai terhadap urusan rakyat. Hal ini disebabkan karena penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Karakter yang dimiliki pemimpin saat ini kurang cepat tanggap dalam mengurus kepentingan rakyat. Dalam aturan kapitalisme, peran penguasa hanya ibarat regulator (pengatur) yang berfungsi untuk mengeluarkan kebijakan. Sementara tanggung jawab untuk kebutuhan rakyat diserahkan kepada pihak lain baik swasta atau masing-masing individu dengan prinsip jual beli yang tentunya berorientasi bisnis semata.

Masih segar dalam ingatan kita, kasus PMK yang merebak di 2022 lalu, seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah agar bisa mengelola industri peternakan sapi dengan lebih baik. Mulai dari sisi pemenuhan kebutuhan serta ketahanan pangan. Tentunya hal ini tidak boleh terulang kembali. Kebijakan harus segera diganti secara total agar problem terselesaikan secara menyeluruh. Kebijakan impor bukan menjadi solusi tuntas dari persoalan di sektor peternakan sapi melainkan hanya parsial dan pragmatis mengikuti arahan dari para pemilik modal/para kapital. Sejatinya, hanya solusi ideologis dan sahih yang berlandaskan ideologi Islam mampu menghasilkan kebijakan politik sahih untuk pengelolaan peternakan sapi.

Solusi Islam Menangani LSD

Islam menetapkan negara peduli dan bertanggung jawab melindungi kebutuhan rakyat dan juga peternak agar terhindar dari kerugian. Langkah pencegahan dan antisipasi akan dilakukan oleh negara sebagai wujud tanggung jawabnya sebagai pengelola urusan rakyat. Rasulullah saw. bersabda, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad)

Hadis tersebut menjelaskan bahwa seorang pemimpin tidak boleh berlepas tangan dari mengurus kebutuhan rakyatnya. Ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya kelak di akhirat. Dengan dorongan keimanan seorang pemimpin akan berusaha untuk menjalankan perannya sebagai pelayan rakyat.

Dalam sistem Islam, negara akan berfungsi dengan benar. Kehadirannya tidak lain untuk menyelesaikan permasalahan umat, menciptakan kesejahteraan, dan keadilan bagi setiap individu. Oleh sebab itu, negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat individu per individu. Mulai dari kebutuhan umum seperti kesehatan, pendidikan, keamanan, kesehatan, sandang, pangan, papan, dsb.

Karena itu, terkait dengan penyakit LSD, Khil4f4h akan dibantu oleh Departemen Kemaslahatan Umat, biro peternakan, dokter hewan, dan para ahli untuk menjalankan dan mengawasi upaya-upaya pencegahan dan penanganan tersebut. Para peternak akan mendapatkan vaksin maupun pengobatan gratis untuk hewan ternaknya. Mereka diberikan oleh dokter hewan dan tenaga ahli dan hal-hal yang mampu memberikan jaminan kesehatan kepada hewan ternak. Bila hewan ternak khususnya sapi dalam kondisi sehat para peternak akan terhindar dari kerugian. Kebutuhan masyarakat akan daging sebagai sumber protein pun akan tercukupi.

Demikianlah langkah pencegahan dan antisipasi yang akan dilakukan oleh negara yang menerapkan aturan Islam sebagai wujud tanggung jawabnya sebagai pengelola urusan rakyat. Oleh karena itu, selama kebijakan peternakan nasional masih sarat kapitalisme, maka persoalan terkait pemenuhan kebutuhan pangan akan terus berlanjut. Umat butuh perubahan yang fundamental, yakni dengan penerapan hukum-hukum Sang Pencipta di muka bumi ini.
Wallahu a’lam bisshawwab [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *