Oleh. Mustika Lestari
(Pemerhati Generasi)
CemerlangMedia.Com — Tidak bisa dimungkiri bahwa masyarakat terus dihindangkan dengan persoalan generasi yang makin memprihatinkan. Di zaman ini, tanpa batasan dan tanpa filter baik dan buruk, generasi terus mengeksplorasi diri, mencoba banyak hal, hingga terjun dalam hal-hal yang fatal. Baru-baru ini, Badan Koordinasi Keluaruga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat, usia remaja di Indonesia sudah pernah melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Paling muda pada rentang usia 14—15 tahun, sebanyak 20 persen. Lalu diikuti dengan usia 16—17 tahun sebanyak 60%, dan usia 19—20 tahun sebanyak 20 persen (Liputan6.com, 6-8-2023).
Melihat data tersebut, Praktisi Psikolog Keluarga Nuzulia Rahma Tristinarum mengungkapkan, kasus remaja tersebut termasuk besar dengan pelaku yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Menurutnya, banyak faktor yang membuat anak berani melakukan hal itu di usia remaja, seperti minimnya pengetahuan terkait dampak seks bebas, masalah mental dalam hal ekonomi, kurangnya pengawasan dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, termasuk ketidakharmonisan dalam keluarga (republika.co.id, 16-4-2023).
Kebebasan Tanpa Batas Sumber Persoalan
Seiring dengan perkembangan zaman dan makin terjaminnya kebebasan berperilaku, memang membuat generasi muda kita babak belur olehnya. Beragam kasus amoral remaja selalu menjadi konsumsi publik setiap hari, sebut saja hubungan seksual pra nikah, fenomena hamil di luar nikah, aborsi, dan lain sebagainya.
Kurangnya edukasi tentang bahaya seks bebas, lemahnya pengawasan banyak pihak, tuntutan ekonomi atau yang semacamnya, itu benar. Hanya saja yang demikian itu sekadar pelengkap dari faktor-faktor serius lainnya yang sejatinya menjadi akar persoalan. Misal, apabila memberikan pendidikan seks dan seputar kesehatan reproduksi semata tanpa disertai dengan pegangan hidup berupa boleh-tidak boleh, halal-haram, tercela-terpuji, maka edukasi tersebut hanya akan menjadi teori yang tidak akan terwujud implementasinya.
Di tengah arus globalisasi, sekalipun memiliki segudang ilmu pengetahuan terkait seks bebas beserta dampaknya, remaja tetap terseret dalam pemahaman serba boleh untuk mengikuti hawa nafsunya. Cara pandangnya yang sempit di tengah bebasnya akses informasi tanpa sensor dari media makin memperparah perbuatan yang menyimpang tersebut. Bahkan, media sengaja dijadikan sebagai alat untuk menyebarkan gaya hidup bebas itu sendiri, seperti romantisme film, kekerasan, termasuk di dalamnya seks bebas. Hingga pada akhirnya, semua itu akan menjadi kiblat generasi muda dalam kehidupan nyata mereka. Hal-hal tabu akan terlihat biasa sehingga tidak tanggung-tanggung untuk turut mencobanya.
Begitu pula tekanan ekonomi, hanya karena beban materi lantas menjadi dalih pembenaran generasi muda negeri ini untuk menghalalkan segala cara, satu di antaranya melakukan aktivitas “gila”, melacurkan diri. Tidak sedikit generasi kita yang telah terpapar pemikiran materialistik, liberal, dan hedonis, mereka bergabung dalam suatu komunitas, kemudian mudah saja mengobral dirinya melalui aplikasi misalnya, agar terbebas dari beban ekonomi. Benar-benar miris.
Jelas, realita tersebut tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan terstruktur yang selanjutnya memicu segara bentuk kerusakan tanpa bisa dihindari termasuk merusak generasi kita. Tidak bergunanya edukasi seks karena di zaman ini sistem pendidikan demikian sekuler, agama sebatas formalitas belaka, sebaliknya didominasi transfer materi. Ketika proses mendidik generasi tanpa disertai penanaman nilai-nilai agama, seperti keimanan dan ketundukan agar dipahami dan diamalkannya dalam kehidupan, sudah pasti lahir generasi yang jauh dari Ilahi dan tidak takut melakukan maksiat, di antaranya seks dini.
Dampak Penerapan Sekularisme Liberalisme
Makin meluasnya kasus seks bebas sebagai bentuk konsekuensi penerapan sistem kehidupan sekularisme liberalisme yang mengakar di tengah masyarakat. Landasannya yang memisahkan agama dari kehidupan, membebaskan siapa pun dalam bertindak, bahkan negara menjamin penganutnya melakukan apa pun sebagai bagian dari jaminan hak asasi manusia (HAM). Maka wajar jika banyak generasi muda yang berperilaku seenaknya sendiri dengan memegang prinsip kebebasannya. Bisa kita saksikan ketika agama tidak boleh ikut campur dalam urusan sosial ataupun negara, cukup pada tatanan individu yang mencakup ibadah ritual saja, dampaknya luar biasa rusak. Hari demi hari permasalahan makin bertambah, makin rumit, makin sulit untuk dipecahkan.
Ada pun sanksi yang lahir dari sistem ini, tidak memberikan efek jera terhadap pelaku. Lihat saja, tidak ada aturan yang menjerat pelaku, dengan kata lain hanya dikembalikan kepada keluarganya. Alasannya klasik, sebab belum cukup umur untuk mendapat sanksi dari lembaga hukum, padahal sudah bisa hamil dan menghamili. Dalam hal ini, mestinya sudah baligh dan harus berlaku sanksi atasnya. Jika demikian, maka tidak heran apabila perilaku seks bebas terus terjadi setiap saat.
Islam Solusi Tuntas
Patut dipahami bahwa persoalan suram di kalangan generasi kini tidak cukup hanya menyelesaikan pada tataran keluarga, sekolah, ataupun psikolog sebab akar masalahnya ada pada hal yang paling mendasar, yakni penerapan sistem oleh negara hari ini yang sekularisme liberalisme. Untuk itu, perbaikan generasi dengan tuntunan Islam wajib digencarkan untuk mewujudkan pemuda yang berakhlak mulia harapan masa depan bangsa.
Dalam pandangan Islam, tidak ada kebebasan secara mutlak sebagaimana liberalisme. Islam melindungi generasi dari kerusakan media dan pergaulan bebas secara kompherensif. Generasi muda dibina dengan pemahaman Islam sehingga terwujud ketakwaan yang akan membentuk kepribadian Islam. Dengan bekal iman dan takwa dalam jiwanya akan mampu membentengi diri dari dorongan hawa nafsu.
Sistem sosial dalam Islam juga mewujudkan masyarakat yang sehat. Artinya, masyarakat aktif melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar dan kontrol sosial ketika ada indikasi pelanggaran hukum syariat oleh individu. Masyarakat akan ikut serta mencegah, menasihati, mengingatkan, dan mengoreksi. Jika ada kasus penyimpangan perilaku atau sejenisnya, maka tidak akan meluas dan tidak dibiarkan makin parah.
Tidak kalah penting adalah konsep negara menurut pandangan Islam, yakni negara bertanggung jawab mengurusi urusan rakyatnya. Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan yang layak kepada seluruh masyarakat, terutama yang di pundaknya diberi amanah nafkah.
Demikian pula hukum yang diberlakukan kepada masyarakat bersifat mengikat dan membuat pelaku jera. Hukum Islam berfungsi sebagai penebus siksa akhirat dan pencegah terjadinya tindak kejahatan yang baru terulang kembali. Bagi pelaku seks bebas, dikarenakan belum menikah, maka akan dicambuk sebanyak 100 kali di depan khalayak ramai tanpa ada kasihan atas kemaksiatanya.
Khatimah
Islam hadir memelihara dan menyelamatkan manusia dari berbagai macam kerusakan kehidupan. Alhasil, generasi-generasi yang lahir darinya adalah generasi gemilang, bukan generasi amoral produk sistem kehidupan sekularisme liberalisme.
Islam memandang remaja sebagai aset umat sehingga wajib memberikannya pendidikan terbaik, perjagaan terbaik, dan pengurusan terbaik. Tujuannya agar setiap aktivitasnya untuk mengharap rida Allah Swt. semata. Dan suasana ini hanya akan terwujud jika kehidupan ini berada di bawah naungan sistem Islam yang menerapkan Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]