Oleh. Yayat Rohayati
CemerlangMedia.Com — Tanggal 1 Mei ditetapkan sebagai May Day atau peringatan Hari Buruh Internasional. Pada tanggal tersebut, para buruh melakukan berbagai aksi unjuk rasa. Adapun aksi yang mereka lakukan tiada lain dalam rangka memperjuangkan hak-hak para buruh.
Menurut Presiden Partai Buruh Said Iqbal, massa yang ikut unjuk rasa diperkirakan sekitar 50.000 buruh. Mereka akan melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara dan Gedung Mahkamah Konstitusi. Said Iqbal mengatakan pihaknya membawa tujuh tuntutan dalam aksi tersebut. Meminta pemerintah mencabut UU Ownibus Law Cipta Kerja, mencabut ambang batas parlemen sebesar 4% dan ambang batas presiden sebesar 20% karena membahayakan demokrasi, meminta disahkannya RUU DPR dan perlindungan pekerja rumah tangga (PPRT), menolak RUU Kesehatan, reforma agraria dan kedaulatan pangan dengan menolak bank tanah dan impor beras, memilih calon presiden yang pro buruh dan kelas pekerja, menghapus outsourcing, tolak upah murah atau HOSTUM (Tempo.com, 29/4/2023).
Jika diperhatikan tuntutan buruh dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan setiap tahun tujuannya sama, yakni menuntut kesejahteraan. Menuntut hak-hak mereka sebagai buruh yang selama ini diabaikan.
Berbagai regulasi dikeluarkan sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap nasib para buruh. Namun, banyak regulasi dibuat tak mampu melindungi dan mensejahterakan para buruh.
Seperti dikutip dari Tirto.com, 30 April 2023 dikabarkan ada ribuan aduan para buruh yang masuk ke Pos Komando Satuan Tugas (Posko Satgas) Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan 2023 kementrian ketenegakerjaan hingga Jum’at 28 April 2023. Aduan tersebut terkait hak tunjangan mereka yang dilanggar oleh pihak tempat mereka bekerja.
Fakta ini menunjukkan bahwa peringatan May Day selama ini hanya sebatas seremoni, tapi tak mampu menyelesaikan permasalahan para buruh. Hal ini disebabkan sistem yang hadir di tengah-tengah kehidupan adalah kapitalisme-sekularisme. Sistem yang berorientasi pada manfaat dan materi. Kebahagiaan materi menjadi tujuan hidup, tanpa mempedulikan halal dan haram. Sistem ini melahirkan para kapitalis yang mengejar keuntungan dengan mengeluarkan modal yang sekecil-kecilnya. Makanya tak heran, banyak perusahaan yang memberikan gaji rendah dengan waktu kerja yang lama guna mendapat keuntungan yang besar.
Dalam sistem ini ada pemisahan antara agama dan kehidupan. Aturan agama hanya berlaku dalam ranah individu dalam hal beribadah kepada Tuhannya, sedangkan dalam kehidupan mereka mengagung-agungkan aturan buatan manusia dan mencampakkan aturan Pencipta. Padahal nasib buruh akan menemui titik terang ketika aturan kehidupan diatur oleh sistem kehidupan yang sempurna yakni sistem Islam.
Sistem Islam mengatur segala problematika kehidupan dengan landasan keimanan guna memuliakan manusia tanpa membeda-bedakan golongan, ras ataupun warna kulitnya. Adapun dalam masalah perburuhan, Islam memandang sebagai akad ijarah (perburuhan) bukan perbudakan. Mereka akan digaji sesuai dengan keahliannya dan sesuai kesepakatan awal.
Nabi saw. bersabda,
“Berikanlah kepada para pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)
Hadis ini menunjukkan kewajiban seorang majikan membayar upah buruh manakala selesai pekerjaannya. Hadis ini pun menunjukkan bahwa Nabi saw. membolehkan aktivitas ijarah (perburuhan), dan Islam melarang mengurangi hak buruh atau menunda pembayaran upah.
Nabi saw. bersabda, bahwa Allah Swt. telah berfirman, “Ada tiga golongan yang Aku musuhi pada hari kiamat; seseorang yang berjanji atas nama-Ku tapi ia ingkar, seseorang yang menjual orang merdeka kemudian menikmati hasilnya, seseorang yang memperkerjakan buruh dan buruh tersebut telah menyempurnakan pekerjaannya tapi ia tidak memberikan upahnya.” (HR Bukhari)
Wallahua’lam [CM/NA]