Oleh. Emmy Emmalya
(Analis Mutiara Umat Institute)
“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi adalah ibarat satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut merasakan sakit.” (HR Muslim No 4685)
CemerlangMedia.Com — Di saat saudara muslim Palestina diberlakukan semena-mena oleh tentara Israel di bulan Ramadan saat ini, masih ada sebagian muslim di Indonesia yang meributkan, dan menyesali pembatalan perhelatan sepak bola di Indonesia dan berkomentar jangan kaitkan sepak bola dengan politik.
Betapa nirempatinya orang yang masih meributkan sepak bola yang tak jadi digelar di Indonesia, tidak pernah mendengarkah mereka, bagaimana nasib saudara mereka di Palestina yang terus mengalami penderitaan sejak tahun 1948 hingga saat ini?
Padahal di bulan Ramadan saat ini, lagi-lagi warga Palestina diserang oleh Israel. Seperti yang terjadi pada Rabu dini hari (5/04/23), Polisi Israel menyerbu komplek Masjid Al Aqsa di Yerusalem Timur dan melukai tujuh orang warga Palestina. Pasukan Israel dan pemukim Yahudi ini memang kerap melakukan serbuan ke Masjid Al- Aqsa untuk memprovokasi warga Palestina (Antaranews.com, 5/4/23).
Masih dari sumber yang sama disebutkan bahwa, dari peristiwa itu berdasarkan keterangan Palang Merah Palestina mengatakan, setidaknya ada tujuh warga Palestina yang terluka akibat peluru karet, dan pukulan oleh polisi Israel. Sementara itu polisi Israel mengatakan ada 200 warga Palestina yang ditangkap (Antaranews.com, 5/4/23).
Tidak hanya di bulan Ramadan saja, tapi di bulan- bulan yang lain pun warga Palestina kerap mendapatkan tindak kekerasan yang dilakukan oleh pemukim Yahudi yang didukung tentara Israel. Warga Palestina selalu mendapatkan intimidasi dan tindak kekerasan, tapi dunia Internasional terkesan diam dan tak mampu berbuat apa-apa.
Kemudian dalam menyikapi pembatalan perhelatan sepak bola di Indonesia, sebagian umat Islam di Indonesia, yang merupakan negeri dengan jumlah muslim terbesar di dunia, berani dengan lantang mengatakan jangan mengkaitkan urusan sepak bola dengan politik.
Padahal sepak bola selalu identik dengan politik. Kendati dalam regulasi FIFA (badan sepak bola dunia) diatur larangan untuk membawa simbol, pernyataan, maupun sikap politik di dalam lapangan, baik oleh pemain maupun penonton, faktanya itu sering dilanggar. Ungkapan bernada rasisme, pengibaran bendera Palestina yang dianeksasi Israel, dan salam salute/hormat ala Nazi adalah beberapa contoh sikap atau pernyataan politik yang kerap menyusup dalam sepak bola.
Apa yang dilakukan tim Jerman yang berpose sambil menutup mulut jelang laga lawan Jepang di Piala Dunia tahun ini, juga merupakan sikap atau pernyataan politik untuk memprotes larangan mendukung LGBT yang diterapkan FIFA dan tuan rumah. Sebelumnya, mereka berencana mengenakan ban kapten warna pelangi sebagai simbol dukungan terhadap kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Beberapa tim Eropa Barat lainnya, seperti Inggris dan Denmark, juga mengecam FIFA yang membungkam hak asasi tentang LGBT selama Piala Dunia 2022, meski mungkin tidak sefrontal Jerman.
Apa yang dilakukan sejumlah negara Barat itu merupakan sikap politik, begitu pula mereka yang mengecamnya. Harus diakui, suka atau tidak suka, sepak bola yang banyak menghimpun massa merupakan panggung politik. Sukar untuk menarik garis pemisah di antara keduanya. Bukankah olahraga yang sudah menjadi industri ini merupakan salah satu alat dari politik globalisasi? Lihat bagaimana para pemain dijadikan etalase berjalan demi memasarkan berbagai produk sponsor. Begitu juga dengan kepemilikan sejumlah klub oleh para oligark dari lintas negara (https://m.mediaindonesia.com/opini/540374/sepak-bola-dan-politik).
Dengan fakta-fakta tersebut adalah omong kosong dan naif jika sepak bola tidak ada kaitannya dengan politik. Kembali ke permasalahan perhelatan sepak bola di Indonesia. Kaum Muslim di Indonesia mestinya menyadari bahwa Israel itu bukanlah sebuah negara yang diakui oleh dunia internasional secara keseluruhan karena tanah yang dicaplok oleh Israel adalah milik rakyat Palestina, mereka merampas tanah rakyat Palestina dan mengusir warganya.
Dan Israel telah menduduki Yerusalem Timur, yang menjadi lokasi Al-Aqsa, sejak perang Arab-Israel pada 1967. Kemudian Israel menganeksasi seluruh kota di Palestina pada 1980, dan gerakan ini tidak pernah diakui masyarakat Internasional.
Dari sini menjadi jelas bahwa ada alasan yang kuat mengapa sebagian besar umat Islam di Indonesia menolak tim sepak bola Israel masuk ke Indonesia karena selain melanggar konstitusi juga akan menyakiti umat Islam di seluruh dunia. Lebih dari itu, Al-Aqsa yang berada di Palestina bagi umat muslim merupakan tempat paling suci ketiga dan arah kiblat pertama.
Lalu apakah hanya karena alasan kerugian ekonomi yang tidak sebanding dengan penderitaan rakyat Palestina, lalu menjadi lupa akan penderitaan yang dialami oleh saudara kita di Palestina? Cobalah bertukar posisi dengan rakyat Palestina, akankah berkata hal yang sama? Jangan karena urusan itung-itungan ekonomi, kalian lupakan kepedihan dan penderitaan saudara seiman.
Rasulullah saw. bersabda :
“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi adalah ibarat satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut merasakan sakit.” (HR Muslim No 4685). [CM/NA]