CemerlangMedia.Com — Baru-baru ini Presiden Joko Widodo kembali membagikan sertifikat tanah kepada masyarakat. Namun, sejumlah pihak menilai upaya pemerintah tersebut tidak akan menyelesaikan konflik agraria yang masih membelenggu tanah air. Seperti sejumlah proyek strategis nasional (PSN) yang kerap merampas lahan masyarakat sebagaimana yang terjadi di Desa Wadas, Jawa Tengah, Pulau Rempang di Riau, dan Pulau Obi di Halmahera Selatan (28-12-2023).
Memang pada kenyataannya, konflik lahan telah menjadi salah satu persoalan yang dihadapi banyak rakyat. Kasus sengketa lahan terjadi, baik antarwarga, warga dan perintah, maupun warga dan perusahaan.
Pemerintah menilai, penerbitan sertifikat menjadi solusi penyelesaian konflik lahan. Akan tetapi, upaya pemerintah tersebut terkesan tidak nyambung karena tanah-tanah yang disertifikasi merupakan tanah rakyat yang belum memiliki sertifikat dan bukanlah tanah yang berkonflik.
Menjamurnya konflik lahan di Indonesia belum sepenuhnya mendapat perhatian pemerintah. Bahkan semenjak adanya UU Cipta Kerja, konflik agraria makin meningkat.
Ini adalah paradoks pembangunan yang secara historis memang dikhususkan bagi kelancaran Proyek Strategis Nasional (PSN). Peraturan terbaru ini secara tidak langsung memperluas ruang lingkup proyek yang termasuk dalam kategori Pembangunan Nasional. Padahal seharusnya, pembangunan dapat memberikan kebaikan untuk rakyat sekitar. Akan tetapi, kenyataannya, rakyat sengsara karena berbagai proyek pembangunan telah mengusir mereka dari tempat tinggalnya.
Negara seharusnya hadir membela rakyat dengan menyelesaikan konflik lahan yang sudah menjadi hak rakyat, bukan melancarkan aksi para kapitalis melalui Proyek Strategis Nasional (PSN) yang menguntungkan mereka. Sangat tampak, kebijakan yang pemerintah keluarkan tak berpihak kepada rakyat.
Sementara itu, perampasan lahan dalam sistem saat ini dilakukan dengan cara membuka pintu investasi. Tak sedikit dalih investasi justru merugikan rakyat.
Akan berbeda ketika sistem Islam yang diterapkan. Sebab, Islam mengakui tiga jenis kepemilikan, yaitu individu, umum, dan negara.
Lahan yang menjadi milik individu akan dilindungi serta dijamin keamanannya oleh negara agar tidak ada pihak lain yang merampasnya. Sedangkan kepemilikan umum meliputi hutan, padang rumput, pertambangan, dll., wajib dikelola negara secara mandiri untuk kesejahteraan masyarakat luas. Bukan diserahkan kepada individu atau swasta, yang keuntungannya masuk ke kantong pribadi. Islam juga melarang memberi celah kepada orang asing untuk menguasai umat Islam. Wallahu a’lam bisshawwab.
Heny Era
Bekasi [CM/NA]