CemerlangMedia.Com — Kursi kepala daerah memang terlalu seksi untuk diperebutkan. Banyak pihak yang bergairah untuk mendudukinya. Jurus jitu pun mereka ramu. Dari setor foto di baliho sebagai tanda ta’aruf kepada publik, hingga iklan visi misi berbumbu janji-janji.
Parpol pun berburu figur publik. Sosok yang tidak asing di mata rakyat. Alhasil, beberapa nama pentolan partai, tokoh masyarakat, hingga artis pun muncul ke permukaan. Modal utama adalah tenar. Visi misi tidak terlalu diperhitungkan. Begitulah selera mayoritas publik saat ini.
Kelemahan rakyat dalam politik menjadi sasaran empuk para pemuja kursi kekuasaan. Mereka berlomba mengambil suara rakyat dengan jurus instan serta menghalalkan segala cara. Selain menyodorkan figur publik yang belum tentu kompeten, praktik serangan fajar pun dilakukan. Bagi-bagi kaos, kerudung, membangun jalan atau salam tempel dengan pesan-pesan politik marak menjelang pemilu.
Pasca pencoblosan di bilik suara, bius pemilu ala demokrasi mulai memudar. Setumpuk regulasi diketuk palu. Alih-alih membawa rakyat lebih sejahtera, mayoritas regulasi saat ini justru membuat rakyat makin menderita. Alih-alih membela rakyat, penguasa saat ini justru khusyuk berdiri di kubu korporasi yang dulu menjadi timses mereka. Alhasil, maksiat terjadi di mana-mana. Kesulitan ekonomi berimbas pada naiknya angka kriminalitas. Perundungan hingga pembvnvhan merajalela. Harga keadilan makin mahal.
Begitulah aturan main demokrasi. Dari dulu menorehkan jejak yang sama, tetapi hanya sedikit yang menyadari kekeliruannya. Suara mayoritas yang menentukan. Tidak peduli apakah itu suara seorang ulama ataukah suara koruptor. Tidak peduli apakah itu suara orang yang waras akalnya ataukah suara orang gila. Semua dianggap sama.
Berbeda dengan sistem warisan baginda Nabi Muhammad Shalallaahu ‘alaihi wasallam. Sistem Islam menetapkan bahwa kepala daerah dipilih oleh khalifah. Mekanisme pemilihannya pun sederhana. Khalifah akan memilih individu yang memenuhi syarat sesuai yang ditetapkan Islam.
Syarat kepala daerah dalam pandangan Islam disebutkan oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Ajhizah Dawlah Islamiyyah, antara lain muslim, laki-laki, balig, berakal, adil, merdeka, serta berkompeten. Khalifah bisa memberhentikan wali kapan saja ketika ada pengaduan dari rakyat terkait pelanggaran terhadap syariat. Hal ini karena paradigma kekuasaan dalam Islam berfungsi sebagai penerap syariat, bukan sarana untuk eksis serta menggapai keuntungan duniawi. Wallaahu a’lam bisshawwab
Ummu Arrosyidah
Aktivis Muslimah [CM/NA]