Eksploitasi Anak Makin Marak, Butuh Peran Negara

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

CemerlangMedia.Com — Sungguh malang nasib anak-anak di negeri ini. Mereka diperjualbelikan layaknya barang dagangan. Seperti yang dialami oleh puluhan anak di kota Medan. Sebanyak 41 anak menjadi korban eksploitasi oleh pengelola dua panti asuhan di kota Medan. Dari hasil interogasi kepolisian setempat, pelaku sekaligus pengelola panti mengaku bahwa panti tersebut beroperasi sejak awal 2023, tetapi empat bulan terakhir gemar melakukan eksploitasi anak lewat media TikTok. Menurutnya untuk satu bulan bisa mendapatkan uang Rp20—50 juta (23-09-2023).

Kasus yang sama terjadi di Jakarta. Polda Metro Jaya menangkap pelaku SM (24) yang menjadi mucikari kasus prostitusi anak di bawah umur. Dia mengaku menjadi mucikari dari April hingga September 2023.

Kasus di atas hanyalah sebagian dari kasus ekploitasi anak yang terjadi akhir-akhir ini. Jauh sebelumnya, kasus serupa pernah terjadi dan terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nahar, mengungkapkan ada kenaikan kasus eksploitasi anak sejak 2019 hingga 2022. Untuk 2019, sebanyak 106 korban eksploitasi dan naik menjadi 216 korban di 2022.

Dari maraknya eksploitasi anak, kebanyakan disebabkan faktor ekonomi. Mekanismenya pun berbeda-beda, mulai dari mempekerjakan anak menjadi penjual asongan, pengemis, bahkan dalam praktik-praktik yang lebih ekstrem, misalnya pelacuran dan sebagainya.

Realita ini menunjukkan bahwa anak berada dalam lingkungan yang tidak aman. Kondisi seperti ini hanya ada dalam sistem buatan manusia yakni kapitalisme sekularisme. Sistem yang menolak Pencipta untuk mengatur kehidupan. Di dalamnya, standar perbuatan seseorang adalah manfaat. Selama mendatangkan manfaat atau keuntungan akan segera dilakukan. Meskipun dengan memanfaatkan manusia lainnya. Khususnya anak-anak yang kerap dijadikan alat untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Sistem ini pula yang melahirkan kebijakan yang tidak pernah menyelesaikan masalah yang ada. Sebut saja kebijakan untuk menyelesaikan kasus eksploitasi terhadap anak. Aturannya memang sudah ada, yakni undang-undang Perlindungan Anak. Ditambah lagi, kepedulian terhadap anak ditunjukkan melalui perayaan Hari Anak Nasional (HAN) setiap tahunnya, serta diberikan predikat Kota/Kabupaten Layak Anak. Sayangnya, fakta di lapangan kasus eksploitasi anak makin marak.

Di samping itu, sanksi bagi pelaku tidak pernah memberikan efek jera. Bahkan anehnya, mantan narapidana kasus eksploitasi dibolehkan untuk mencalonkan diri menjadi pegawai pemerintahan daerah hingga negara. Dengan demikian, wajar kasus eksploitasi terhadap anak makin marak.

Kondisi demikian tidak akan dijumpai dalam sistem Islam. Sistem yang berasal dari Allah Swt, Pencipta sekaligus Pengatur hidup ini. Di dalam Islam, anak adalah amanah yang harus dijaga dan dilindungi. Sebab, anak adalah calon pemimpin masa depan yang merupakan aset bangsa yang sangat berharga.

Dalam hal ini, Islam memiliki berbagai aturan untuk menyelesaikan persoalan yang menimpa anak serta memenuhi kebutuhan rasa aman. Aturan tersebut tentu hanya bisa diterapkan oleh negara. Sebagaimana sabda Rasulullah terkait tanggung jawab pemimpin negara,
“Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim).

Upaya perlindungan negara agar anak tidak menjadi pelaku atau korban dari eksploitasi merupakan perlindungan yang menyeluruh, tidak hanya dalam satu sector, tetapi semua sektor kehidupan. Dalam sektor ekonomi, negara menjamin kebutuhan seluruh rakyatnya, muslim dan nonmuslim, kaya maupun miskin.

Islam juga membebaskan perempuan dari kewajiban mencari nafkah sehingga mereka bisa berkonsentrasi dalam mendidik dan membentuk kepribadian Islam pada anak. Terlebih, Islam membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi pencari nafkah sehingga mereka tidak akan berpikir untuk melakukan eksploitasi anak untuk mencari cuan.

Selanjutnya di sektor pendidikan, Islam menjadikan pendidikan berdasarkan akidah Islam. Darinya lahir orang-orang yang berkepribadian Islam yang senantiasa terikat dengan syariat Islam, melaksanakan semua perintah Allah, serta meninggalkan kemaksiatan yang dilarang oleh Allah. Selain itu, media informasi dalam Islam mencegah tayangan atau pemikiran yang merusak yang dapat mengantarkan kejahatan pada anak.

Hal ini juga didukung dengan sistem sanksi yang memberikan efek jera bagi pelaku eksploitasi anak. Tentunya sanksi tersebut digali dari dalil hukum syariat Islam yang dijalankan oleh penguasa, kepala negara maupun kadi.

Selain memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah yang lain melakukan hal yang sama, tujuan sistem sanksi dalam Islam juga sebagai penebus dosa bagi pelaku di akhirat kelak. Semua ini hanya bisa diwujudkan dengan tegaknya negara Islam, yakni Khil4f4h Islamiah. Wallahu a’lam.

Heni Kusma
Bima, Nusa Tenggara Barat [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *