Islam memandang bahwa peran para guru merupakan ujung tombak lahirnya generasi-generasi penopang peradaban. Selain itu, pendidikan dalam sistem pemerintahan Islam ditopang pula oleh harta wakaf sehingga pendidikan bukanlah kebutuhan yang bersifat komersial, melainkan salah satu bentuk kewajiban penguasa dalam meriayah rakyatnya.
CemerlangMedia.Com — Peringatan Hari Guru Nasional yang diselenggarakan di Velodrome, Jakarta Timur pada Kamis (28-11-2024) lalu menjadi sorotan publik. Pasalnya, dalam kegiatan tersebut Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto memberikan pernyataan terkait kenaikan gaji guru ASN dan non ASN pada 2025 mendatang.
Hal ini sontak membuat suasana riuh, penuh haru, dan bahagia para peserta peringatan HGN yang notabene adalah para guru. Seolah-olah inilah yang sangat mereka tunggu, kebijakan terkait peningkatan kesejahteraan guru-guru di Indonesia.
Sebagai penguasa yang belum sampai 100 hari bekerja, kebijakan ini tentu sangat mengejutkan dan menarik untuk ditinjau, melihat kondisi keuangan negeri ini yang masih sangat memprihatinkan. Di tengah tumpukan utang dan berbagai permasalahan, kebijakan menaikkan gaji guru ini dinilai sangat tidak mungkin dilaksanakan. Bahkan, justru pernyataan presiden dinilai ambigu dan membutuhkan klarifikasi nyata terkait rincian angka yang disebutkan.
Satriwan Salim, selaku Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru menyatakan bahwa kebijakan tersebut sangat multitafsir karena sebelum hadirnya kebijakan tersebut, para guru ASN yang telah tersertifikasi memang mendapatkan tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok. Begitu pula para guru yang berstatus non ASN.
Sejak 2008, guru-guru swasta dan honorer non ASN yang telah memperoleh sertifikasi mendapatkan tunjangan sebesar 1,5 juta. Jika disebutkan angka 2 juta untuk para guru non ASN, itu berarti tunjangan hanya naik 500.000 bukan bertambah 2 juta rupiah (30-11-2024).
Saat ini kondisi kesejahteraan para guru di Indonesia memang tampak masih belum menjadi perhatian penuh dari pemerintah. Dengan banyaknya fakta yang memperlihatkan para guru yang juga harus menjalani profesi lain di luar jam sekolah demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Mirisnya, tidak sedikit pula para guru yang menjadi korban judi online (judol) maupun pinjaman online (pinjol).
Lalu, bagaimana nasib generasi Indonesia jika para pahlawan pendidikan ini masih belum mendapatkan perhatian penuh. Apakah guru akan tetap menjadi pahlawan tanpa tanda jasa, tanpa kemuliaan di negeri ini?
Indonesia merupakan negeri yang kaya akan sumber daya alam. Negeri yang semestinya bisa memenuhi segala kebutuhan rakyatnya, bukan hanya dari sisi kebutuhan perut saja. Namun, juga dari sisi kualitas pendidikan masyarakatnya.
Hari ini pendidikan dinilai sangat mahal. Bahkan, ada anak-anak Indonesia yang putus sekolah. Begitu pula para guru, masih banyak yang terabaikan. Masih banyak yang harus mencari penghidupan lain sehingga para guru tidak bisa sepenuhnya mengabdi dan fokus untuk mendidik generasi.
Penerapan sistem pendidikan dan kesejahteraan para pelaku pendidikan tidak lepas dari kebijakan perekonomian penguasa. Saat ini, Indonesia yang dibelenggu oleh sistem ekonomi kapitalisme tidak mampu berbuat banyak untuk negerinya sendiri. Kekayaan alamnya diserahkan kepada bangsa lain dengan dalih investasi dan kerja sama.
Alhasil, keuntungan hanya berputar dan tertuju untuk penguasa dan pengusaha saja. Rakyat hanya bisa memungut sisa-sisa kekayaan di tanahnya sendiri. Bahkan, untuk sekadar menggaji guru dengan layak, negeri ini belum mampu sepenuhnya. Sungguh sangat menyedihkan.
Islam sebagai ideologi memiliki berbagai aturan sistem kehidupan dan sangat memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Islam menempatkan sektor pendidikan sebagai kebutuhan masyarakat yang wajib dipenuhi. Bukan hanya terkait pengadaan gedung dan kitab-kitab, tetapi kesejahteraan para guru pun menjadi prioritas.
Islam memandang bahwa peran para guru merupakan ujung tombak lahirnya generasi-generasi penopang peradaban. Sejarah mencatat, kesejahteraan guru pada masa kejayaan Islam di bawah naungan kekhalifahan didapat dari sumber keuangan baitulmal. Selain itu, pendidikan dalam sistem pemerintahan Islam ditopang pula oleh harta wakaf sehingga pendidikan bukanlah kebutuhan yang bersifat komersial, melainkan salah satu bentuk kewajiban penguasa dalam meriayah rakyatnya.
Seandainya Indonesia, bahkan dunia tidak menerapkan sistem perekonomian kapitalisme yang jelas-jelas hanya mementingkan golongan tertentu dan mengabaikan kesejahteraan rakyat serta membiarkan hilangnya rasa tanggung jawab para penguasanya, tentulah kekayaan alam yang telah diberikan oleh Sang Pencipta ini mampu menciptakan kesejahteraan. Tidak hanya bagi para guru, tetapi seluruh umat manusia.
Sudah waktunya kita meninggalkan sistem kufur, sistem yang sudah sangat jelas kerusakannya dan menggantinya dengan sistem yang dituntun langsung oleh hukum yang berasal dari wahyu Allah Subhanahu wa Taala sebagai Raja Pemilik alam semesta agar terwujud kehidupan yang dinaungi keberkahan dan rahmat dari-Nya. Wallahu a’lam bisshawwab.
Resti Ummu Faeyza [CM/NA]