“Islam adalah agama dan ideologi yang benar. Kesempurnaan Islam tercermin dari seperangkat aturannya yang jelas dan tegas, tanpa tumpang tindih satu sama lain. Islam juga mengatur mulai dari perkara akidah, ibadah, muamalah, hingga bernegara.”
CemerlangMedia.Com — Media sosial tengah dihebohkan oleh berita kematian salah satu figur publik yang dikenal sebagai sosok ayah yang sangat dekat dengan putri kecilnya. Banyak orang yang merasa ikut kehilangan. Di sisi lain, proses penyelenggaraan jenazahnya justru menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat.
Dikutip dari jawapos.com (22-7-2024), kontroversi soal kremasi sang influencer hingga kini masih hangat diperbincangkan, padahal sang influencer diketahui sudah menjadi seorang mualaf. Namun ternyata, proses kremasi itu dilakukan atas dasar wasiat yang ditinggalkan dan telah disetujui keluarga.
Beberapa tokoh agama pun unjuk bicara mengenai proses kremasi terhadap seorang muslim. Proses kremasi yang dilakukan ini memang sangat disayangkan karena telah menyalahi aturan agama. Namun, hal ini seolah dinormalisasi hanya karena alasan wasiat dari mendiang. Lantas, mengapa fenomena yang keliru seperti ini bisa muncul dan eksis di tengah masyarakat?
Dunia akhir zaman memang banyak tipu-tipu. Berbagai fenomena yang tidak biasa justru kini dianggap biasa. Perkara yang dahulu dianggap tabu, malah berbalik menjadi sesuatu yang diwajarkan dan ditiru. Pernikahan beda agama, fenomena L68T, budaya pacaran dan perselingkuhan, hingga prosesi pemakaman yang salah. Semua ini pun dipaksakan untuk diterima dengan dalih hak asasi dan toleransi.
Memang toleransi berarti menghargai individu dan perbedaannya, tetapi tidak ada istilah toleransi dalam sebuah penyimpangan. Sayangnya, di sistem kapitalisme justru penyimpangan dianggap sebagai sesuatu yang harus dihargai, tanpa mempertimbangkan benar atau salah. Sebab sistem ini berasaskan sekularisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan sehingga hidup dijalani sesuai kemauan dan mengenyampingkan aturan agama.
Alhasil, sistem kapitalisme menghasilkan individu yang lemah iman. Jangankan mualaf, seorang muslim sejak lahir saja rela menggadaikan akidah demi dunia dan kepentingan. Begitu pula masyarakat kapitalis yang apatis, yang hanya mengandalkan uang dan manfaat, tetapi enggan peduli serta bersikap acuh tak acuh terhadap lingkungan.
Hal ini makin diperparah dengan hilangnya peran negara dalam mengontrol keimanan dan agama rakyatnya. Negara kapitalisme tidak memiliki andil apa pun dalam mengatur perkara keyakinan seseorang karena kebebasan beragama dijamin dalam undang-undang. Dampaknya, kehidupan beragama pun menjadi kacau balau dan tak tentu arah.
Islam adalah agama dan ideologi yang benar. Kesempurnaan Islam tercermin dari seperangkat aturannya yang jelas dan tegas, tanpa tumpang tindih satu sama lain. Islam mengatur mulai dari perkara akidah, ibadah, muamalah, hingga bernegara.
Persoalan akidah adalah hal mendasar dalam Islam karena akidah merupakan fondasi dari segala aktivitas manusia. Seseorang yang telah memeluk Islam harus terikat dengan hukum syariat, baik dalam hal ibadah selama di dunia maupun penyelenggaraan jenazahnya ketika sudah wafat.
Penyelenggaraan jenazah dalam Islam hukumnya fardhu kifayah yang melalui proses memandikan, mengafani, menyalatkan, sampai menguburkan. Apabila sebahagian umat muslim telah menunaikan kewajiban penyelenggaraan jenazah saudaranya, maka gugurlah kewajiban muslim yang lain. Namun, jika penyelenggaraan ini belum terlaksana dengan sempurna ataupun terdapat penyimpangan dalam pelaksanaannya, maka seluruh umat Islam yang mengetahuinya akan berdosa.
Dengan demikian, tidak dibenarkan adanya proses kremasi terhadap jenazah muslim karena Islam telah mengatur tata cara penyelenggaraan jenazah umatnya. Sekalipun adanya persetujuan dari keluarga ataupun yang bersangkutan telah meninggalkan wasiat sebelumnya, maka persetujuan dan wasiat tersebut menjadi batil karena menyalahi aturan Islam.
Oleh karena itu, sangat dibutuhkan peran masyarakat dan negara dalam mendampingi seseorang yang baru memeluk Islam. Dalam Islam, seorang mualaf akan mendapat pembinaan Islam agar ia memahami hukum syariat dan memiliki akidah yang kokoh.
Tidak ada pembiaran bagi mualaf untuk melanggar hukum Islam karena ia sudah memiliki kewajiban sebagaimana muslim lainnya. Begitu pula ketika ia wafat, maka umat Islam berkewajiban menunaikan hak sang mualaf agar ia dimakamkan secara layak menurut aturan Islam.
Octha Dhika Rizky, S. Pd.
(Pendidik dan Aktivis Muslimah) [CM/NA]