CemerlangMedia.Com — Ramadan kembali menyapa, insan manusia berlomba-lomba dalam beribadah, memerangi gemerlap duniawi yang selama ini menyilaukan mata. Namun, indahnya suasana Ramadan tercoreng oleh berita tawuran dan perang sarung yang terus menjadi headline.
Aksi sadis tawuran sesama pelajar terjadi di jalan arteri Tol Cibitung, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Satu pelajar inisial AA (17) tewas dalam tawuran perang sarung tersebut. Aksi tawuran itu bermula dari ajakan korban melalui pesan WhatsApp (16-03-2024).
Ulah remaja terus membawa petaka bagi mereka sendiri. Tentu sangat ironis jika akibat perilaku konyol mengorbankan nyawanya yang sangat berharga. Lalu bagaimana menyikapi kenakalan remaja yang tidak kunjung menemui titik terang?
Ya, seperti biasa, aparat hanya memanggil orang tua dari anak-anak yang tawuran. Lalu memanggil tokoh masyarakat untuk menjadi saksi bagi anak-anak yang tawuran guna membuat surat pernyataan bahwa tidak akan mengulangi perbuatan tersebut. Kemudian dibebaskan dan dipulangkan kepada orang tuanya masing-masing dengan jaminan surat pernyataan tersebut.
Apakah upaya ini dirasa cukup untuk menghentikan perilaku tawuran yang makin merajalela ini? Tentu tidak! Jika perilaku sebuah komunitas sudah sedemikian merajalela, artinya masalah tersebut sudah sistemik dan harus dicari akar permasalahan beserta solusinya. Solusi tersebut tidak sekadar teknis yang bersifat normatif ataupun sekadar simbolis saja.
Kegagalan dalam menanamkan makna dan tujuan hidup kepada anak-anak, baik lewat proses pendidikan di sekolah dan lingkungan menjadi penyebab tawuran tumbuh subur di kalangan remaja. Merupakan tugas negara sebagai pengatur dan pengayom untuk menyelaraskan proses pendidikan di setiap lingkungan, yakni rumah, sekolah, dan masyarakat berdasarkan nilai-nilai Islam.
Hal ini dimulai dengan menanamkan akidah Islam yang kokoh, yakni pemahaman tentang makna dan tujuan hidup. Kemudian pembetukan kepribadian yang khas berdasarkan syariat Islam sehingga melahirkan generasi yang berkepribadian Islam, memiliki akhlak yang baik sesuai dengan Islam.
Semua itu harus disinergikan dalam proses pendidikan di setiap lini. Dengan introspeksi dan kembali menggali nilai-nilai luhur Islam sebagai standar mendidik, generasi kita akan terbebas dari perilaku konyol, seperti tawuran. Orang tua, masyarakat, dan negara harus bekerja sama agar tercipta generasi yang terdidik dan berakhlakul karimah. Momen Ramadan adalah saatnya semua elemen bermuhasabah dan kembali kepada Islam.
Heny Era
Bekasi, Jawa Barat [CM/NA]