CemerlangMedia.Com — Salah satu tanda keimanan seorang muslim adalah gembira menyambut Ramadan. Ibarat menyambut tamu agung yang dinantikan, setiap muslim pun mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik sehingga menjalankan ibadah bisa khusyuk. Namun, di tengah kegembiraan ini, masyarakat merasa kecewa dengan kenaikan sejumlah komoditas. Lantas, apa penyebabnya?
Sebagaiman pernyataan Habibullah Deputi Bidang Statistik bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan harga komoditas pangan akan mengalami inflasi pada Ramadan mendatang. Kenaikan harga itu disebabkan permintaan yang meningkat pada Ramadan. Komoditas yang berpotensi naik di antaranya, daging ayam, minyak goreng, dan gula pasir (CNBC.Indonesia, 1-3-2024).
Seolah tradisi musiman, harga melambung setiap menjelang Ramadan. Kondisi ini tentu sangat memberatkan rakyat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terutama masyarakat menengah ke bawah yang pendapatannya tidak sesuai dengan pengeluaran. Selain itu, naiknya harga mengganggu kekhusyukan ibadah dalam bulan mulia ini. Bagaimana tidak, rakyat disibukkan dengan urusan perut sehingga banyak yang meninggalkan keutamaan-keutamaan Ramadan.
Penyebab kenaikan harga pangan jelang Ramadan merupakan akibat tata kelola pangan dalam sistem kapitalisme neoliberal. Terlihat bahwa penerapan sistem ini mengakibatkan makin meluasnya krisis pangan dan kemiskinan.
Sistem ini gagal menjamin pemenuhan pangan. Hal ini terjadi karena fungsi politik negara yang sahih, yakni sebagai penanggung jawab dan penyedia pangan secara berkelanjutan, berkualitas, dengan harga yang terjangkau telah hilang.
Dalam sistem ini, peran negara hanya sekadar regulator dan fasilitator. Penguasaan pangan hanya dikuasai oleh segelintir orang. Mereka diberikan ruang untuk menguasai seluruh rantai pengadaan pangan, mulai dari produksi, distribusi, dan konsumsi dengan tujuan untuk mencari keuntungan. Sistem ini juga menyuburkan para mafia karena lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan rantai tata niaga serta penguasaan negara yang minim.
Bukan hanya itu, penerapan mekanisme pasar bebas yang juga merupakan bagian dari sistem kapitalisme telah menyebabkan penguasaan rantai pengadaan pangan berada di segelintir orang. Alhasil, mereka bisa mengendalikan (mempermainkan) harga.
Sungguh, semua ini terjadi akibat tidak adanya peran negara dalam mengurusi sejumlah komoditas, mengatur, dan mengedukasi pola konsumsi masyarakat, padahal Islam mendorong setiap muslim, ketika memasuki Ramadan, mereka haruslah memperbaiki amal, memperbanyak ibadah, dan menyambutnya dengan gembira.
Sebagaimana firman Allah Swt.,
ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍْ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ
“Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.’” (QS Yunus [10]: 58).
Negara yang menerapkan aturan Islam akan memudahkan rakyatnya dalam menjalankan ibadah Ramadan. Sebagai pelayan rakyat, negara mempersiapkan segala sesuatunya demi meraih rida Allah semata sehingga ketika menjalankan ibadah puasa, rakyat merasakan kenyamanan dan ibadahnya khusyuk.
Negara juga memberikan edukasi terbaik terhadap masyarakat agar memiliki pemahaman yang benar tentang ibadah Ramadan. Negaramendorong umatnya untuk bersegera dalam kebaikan sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Dalam Islam, negara akan menjamin mekanisme pasar terlaksana dengan baik. Negara wajib menjamin dan memberantas distorsi, seperti penimbunan, monopoli, dan penipuan. Negara akan menyediakan informasi ekonomi dan pasar, membuka akses informasi bagi semua orang, meminimalkan informasi yang tidak tepat sehingga tidak bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar untuk mengambil keuntungan secara tidak benar.
Dengan demikian, kesejahteraan rakyat hanya bisa terwujud ketika Islam diterapkan. Ini karena sistem Islam mengurus rakyat dengan aturan yang berasal dari Allah Taala, Sang Pencipta manusia.
Zakiah Ummu Faaza [CM/NA]