CemerlangMedia.Com — Generasi muda umumnya dikaitkan dengan para pemuda yang memiliki semangat membara. Namun apa jadinya jika semangat itu diarahkan pada pemenuhan yang salah? Misalnya saja yang terjadi di Jawa Barat, puluhan pelajar melakukan aksi tawuran dengan menggunakan senjata tajam. Selain itu, masih banyak kasus lainnya yang terjadi seperti balapan liar, bullying, pergaulan bebas, narkoba, penganiayaan teman, dan masih banyak lagi. Berbagai persoalan ini menandakan bahwa kondisi pemuda tidak baik-baik saja (20-10-2023).
Menelisik lebih dalam, persoalan-persoalan ini diakibatkan karena jauhnya kehidupan pemuda dari agama sehingga menjadi pemicu berbagai problem tersebut. Begitu pun perkembangan teknologi ikut berkontribusi pada kerusakan moral generasi. Jika tidak ada koreksi, generasi akan berpotensi terjebak dalam lingkaran kemunduran yang mengancam masa depan bangsa. Padahal jika semangat pemuda ini diarahkan pada pemenuhan kebutuhan yang benar dan memahami hakikat bahwa ia adalah seorang hamba yang eksistensinya beriman dan bertakwa kepada Allah Ta’ala, maka mereka tak akan membuang waktunya dengan sia-sia. Seperti para ulama terdahulu yang memanfaatkan waktu sebaik mungkin.
Diantaranya kisah Ibnu Aqil yang dijelaskan dalam buku manajemen waktu para ulama, bahwa ia merupakan sosok yang memanfaatkan setiap detik waktunya untuk berkarya, bahkan saat beristirahat sekalipun. Dalam karyanya ia pernah mengungkapkan keyakinannya tentang pentingnya memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Menurutnya, setiap detik dalam hidupnya memiliki nilai. Jika ia tidak sedang mengucapkan zikir, berdiskusi, atau membaca, pikirannya tetap aktif memikirkan hal-hal yang bisa ditulis ketika ia bangun dari istirahatnya.
Kisah ulama ini membuat kita merenung bahwa waktu adalah sesuatu yang berharga untuk menghasilkan banyak karya. Namun, ironisnya pemuda masa kini seringkali terjebak dalam rutinitas yang tidak produktif, menyia-nyiakan waktu yang seharusnya dimanfaatkan untuk kebaikan dan pencapaian dalam berkarya.
Dalam hal ini, tidak akan cukup hanya mengandalkan diri sendiri, melainkan butuh peran keluarga, masyarakat, bahkan negara dalam mencetak generasi yang gemilang dengan penerapan aturan secara kafah di tengah-tengah umat. Dimulai dengan penanaman akidah Islam sebagai dasar negara, diikuti dengan fungsi keluarga dan masyarakat. Dengan begitu, akan lahir pemuda yang cerdas dan bermanfaat bagi orang banyak sehingga menjadi agen perubahan. Tentu itu akan terwujud jika disandarkan para syariat Islam.
Suhirnan
Buton, Sulawesi Tenggara [CM/NA]