“Dalam sistem Islam, negara mendorong agar rakyatnya mampu produktif, terutama pada sektor pertanian. Sebab, sektor ini berkaitan erat dengan ketahanan pangan negara.”
CemerlangMedia.Com — Pupuk merupakan barang penting bagi petani yang memengaruhi hasil panen. Mirisnya, petani kini merasakan kesulitan untuk mendapatkan pupuk subsidi, seperti petani di Nusa Tenggara Timur yang kesulitan mendapatkan pupuk.
Anggota Satgassus Pencegahan Korupsi Polri Yudi Purnomo Harahap menyatakan bahwa di Nusa Tenggara Timur (NTT), keberadaan kios pupuk belum terdistribusi secara merata. Oleh karenanya, ada petani yang harus menempuh jarak sekitar 80 kilometer agar bisa mendapatkan pupuk bersubsidi (23-06-2024).
Sulitnya akses untuk mendapatkan pupuk bersubsidi disebabkan rumitnya birokrasi, minimnya peran negara, dan kapitalisasi pupuk oleh perusahaan. Rumitnya birokrasi disebabkan beberapa faktor, seperti banyaknya petani yang belum terdaftar di E-RDKK (sistem elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok), banyaknya kartu tani yang belum disalurkan oleh bank, termasuk keberadaan kios yang belum merata (23-06-2024).
Birokrasi yang rumit ini tentu merugikan petani. Sebab, pupuk merupakan kebutuhan pokok bagi petani demi mendapatkan panen yang berlimpah.
Di sisi lain, minimnya peran negara dalam menjamin kebutuhan pupuk berkaitan erat dengan proses produksi dan distribusi. Perlu diketahui bahwa dalam pengadaan dan distribusi pupuk bersubsidi yang melibatkan PT Pupuk Indonesia (Persero), pemerintah masih memiliki utang subsidi pupuk sebesar Rp12,5 triliun.
Hingga Juni 2024, penyaluran pupuk bersubsidi baru 29% dari alokasi 9,55 juta ton (20-06-2024). Melihat fakta ini, jelas, petani merasa kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. Sebab, 29% realisasi penyaluran pupuk yang ada, masih jauh dari kebutuhan pupuk para petani.
Berbagai persoalan terkait pupuk bersubsidi sejatinya akibat penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Sistem yang menjadikan materi sebagai tujuan membuat peran negara sangat minim dalam melayani rakyat.
Subsidi bagi rakyat, dalam pandangan ekonomi kapitalis merupakan sebuah beban sehingga pemberian subsidi harus dibatasi, bahkan kalau perlu dihilangkan. Oleh karena itu, wajar jika pihak yang mengendalikan pengadaan dan distribusi pupuk bersubsidi bagi rakyat adalah perusahaan.
Selain itu, sedikitnya realisasi pupuk bersubsidi ini mengindikasikan adanya kapitalisasi perusahaan atas ketersediaan pupuk. Sebab, orientasi perusahaan adalah keuntungan, bukan pemberi subsidi.
Berbeda dengan sistem Islam yang mengutamakan kepentingan rakyat. Dalam sistem Islam, negara mendorong agar rakyatnya mampu produktif terutama pada sektor pertanian. Sebab, sektor ini berkaitan erat dengan ketahanan pangan negara.
Oleh karena itu, negara akan mengadakan dan mendistribusikan pupuk yang berkualitas serta murah bagi rakyat. Selain itu, negara pun melakukan pemerataan kios pupuk agar masyarakat mudah menjangkau guna pemenuhan kebutuhan pupuk. Sebab, negara dalam sistem Islam adalah pelayanan rakyat. Hal ini sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw.,
“Imam/khalifah itu laksana penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Sudah saatnya kita menerapkan sistem Islam secara menyeluruh (kafah) agar persoalan pupuk bisa diatasi dengan tuntas. Wallahu a’lam bisshawwab.
Neni Nurlaelasari
Bekasi, Jawa Barat [CM/NA]