OMG! Ada Mantan Napi Korupsi Jadi Bacaleg

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh. Novida Sari, S.Kom.
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)

CemerlangMedia.Com — Sobat muda, siapa nih yang umurnya udah bisa nyoblos di 2024? Senang karena jarimu bakal berstempel “unyu” jika ikut nyoblos? Jangan senang dulu, Sob! Dilansir dari situs voaindonesia.com (26-8-2023), ada 15 mantan terpidana korupsi dalam Daftar Calon Sementara (DCS) yang menjadi bakal calon legislatif (bacaleg) dari nama-nama yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), (19-8-2023) lalu. Data ini berdasarkan temuan dari lembaga Indonesian Corruption Watch (ICW).

Ke 15 orang ini berasal dari berbagai partai politik (parpol). Mereka mencoba berpartisipasi dalam pemilihan umum (pemilu) di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), juga Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dan ternyata nih, Sob, status mantan napi korupsinya itu didiemin lo, alias nggak diumumin. Jangankan itu, daftar riwayat hidup mereka juga nggak diumumin. Kalau begini, bagaimana mau milih?

Inkonsisten Aturan

Pada Pemilu (Pileg) 2019, KPU telah membuat larangan mantan napi korupsi menjadi caleg. Larangan ini diperkuat dalam Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf (g) Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/Kota, juga dalam Pasal 60 huruf (j) Peraturan KPU No. 26 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD terkait larangan mantan terpidana narkoba, kejahatan seksual kepada anak, atau korupsi menjadi bacaleg. Namun, banyak pihak yang memprotes pasal ini sehingga Mahkamah Agung (MA) pun membatalkannya.

Bahkan Pertengahan April lalu, menurut antikorupsi.org (22-5-2023), Peraturan Komisi Pemilu Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD (PKPU 11/2023), KPU telah memberikan celah bagi mantan terpidana korupsi untuk maju dalam kontestasi pileg tanpa melewati masa jeda 5 tahun.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengingatkan aturan KPU ini bertentangan dengan keputusan MK, terkait masa jeda 5 tahun bagi para eks napi korupsi sebelum kembali nyaleg. Namun, KPU beralasan, kalau ada yang pernah dipidana berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, kemudian pada waktu itu berdasarkan putusan pengadilan dikenai tambahan berupa pencabutan hak politik, maka pemberlakuan jeda 5 tahun tidak berlaku karena sudah dibebani sanksi berupa hak politik yang dicabut (news.detik.com, 25-5-2023). Nah, malah jadi seperti pro dan kontra gitu ya aturannya.

“Tebang Pilih” SKCK

Sob, bagi para pencari kerja alias pencaker, sering sekali diminta syarat ngurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Biasanya para pencaker yang mempunyai catatan kriminal di masa lalu, bakal kesulitan mendapat pekerjaan. Baik di lingkungan kerja pegawai pemerintah ataupun swasta.

Namun, SKCK ini tidak berlaku pada anggota caleg saat nyaleg. Melalui UU No. 7 tahun 2017 tentang pemilu terutama di pasal 240 ayat (1) huruf g, tidak ada tuh larangan khusus bagi mantan narapidana kasus korupsi untuk ikut nyaleg. Padahal ya, Sob, anggota legislatif ini lo yang nanti bakal merumuskan dan men-sahkan berbagai kebijakan dan peraturan negeri ini. Publik wajar menjadi was-was, apa iya orang yang pernah maling uang rakyat nanti nggak maling lagi? Terus apa iya, peraturan yang mereka hasilkan akan menyejahterakan rakyat?

Sudah menjadi rahasia umum, jika hukum di negeri ini tidak memberikan efek jera bagi pelaku korupsi. Pemberlakuan penjara yang dijatuhkan masih bisa dipotong dengan remisi hari raya, hari kemerdekaan sampai amnesti dari penguasa.

Dipenjara, tetapi Bebas

Tidak semua asumsi penjara yang penuh desak-desakan hingga tidur saja susah itu nyata. Lihat saja kasus Mantan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Sukamiskin, Wahid Husen yang kedapatan menerima suap berupa uang dan barang dari Fahmi Darmawansyah, Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan, dan Fuad Amin Imron. Suap yang diberikan akan ditukar dengan sel mewah dan izin bisnis di penjara.

Salah satu kasus persidangan yang terungkap, Fahmi Darmawansyah menyuap Wahid Husen dengan barang mewah sepasang sepatu bot yang dibeli di Cina, sepasang sandal merk Kenzo, satu tas merk Louis Vuiton beserta uang dengan jumlah sekitar Rp39,5 juta yang diberikan dari April sampai Juni 2018. Belum termasuk mobil mewah jenis Double Cabin 4×4 merek Mitsubishi Triton dengan harga Rp427 juta.

Dari suap ini, Fahmi bisa menikmati sejumlah fasilitas berupa kamar sel mewah di Blok Timur Atas yang dilengkapi dengan televisi berikut jaringan TV Kabel, AC, kulkas kecil, spring bed, furniture dan dekorasi interior High Pressure Laminated, serta bebas memakai telepon genggam (bbc.com, 8-7-2019). Kalau begini, bagaimana mungkin tindak pidana korupsi bisa dihilangkan?

Butuh Modal

Majunya mantan napi korupsi untuk nyaleg, menunjukkan seolah-olah tidak ada lagi rakyat yang amanah dan layak selain mereka. Tidak dimungkiri, butuh modal banyak untuk nyaleg. Dalam program “Your Money Your Vote” CNBC Indonesia (24-5-2023), Wakil Ketua DPR RI periode 2014—2019, Fahri Hamzah menyebutkan modal minimal untuk menjadi anggota DPR RI mencapai miliaran rupiah. Rentang modal untuk pusat sekitar 5 miliar hingga 15 miliar.

Kalau seperti ini, nyatalah kriteria pemimpin hanya bertumpu pada polularitas dan kekayaan, sementara karakter amanah dan berkepribadian Islam itu bukan menjadi perhatian utama bagi para pengusung caleg. Menjadi orang baik, tetapi nggak modal, nggak mungkin bisa maju. Kalau begini, orientasi pejabat bukan lagi amanah dan ibadah dari Allah Swt. melainkan cara untuk meraih keuntungan materi melalui kedudukan dan kekuasaannya.

Perkara ini tidak mengherankan dalam sistem demokrasi yang berasaskan sekularisme kapitalisme. Di mana politik sangat kering dari agama, yang menjadi panutan justru keuntungan kapital.

Pemilu dalam Islam

Islam berbeda dengan demokrasi. Penerapan syariat Islam secara kafah (total) akan mencegah munculnya individu yang melakukan kemaksiatan. Support sistem ala Islam akan meminimalkan bahkan menghilangkan tindak pelaku korupsi. Melalui kurikulum berbasis pada akidah akan menghasilkan individu yang berkualitas dan bertakwa. Kemudian, pelaksanaan hukum yang tegas akan membuat pelaku kejahatan jera dan betul-betul bertobat. Dan membuat orang lain tidak ingin melakukan hal yang sama karena sanksi Islam berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan zawabir (penebus).

أَفَحُكْمَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Di samping itu, tidak akan ada yang mau memosisikan dirinya sebagai tandingan Allah Swt. dalam membuat hukum dan kebijakan yang bertentangan dengan syariat, layaknya anggota legislatif hari ini karena Allah Swt. menyebutkan,

Artinya: “Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, maka (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS At-Taubah: 50)

Dalam Tafsir As Sa’di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir menyebutkan hukum jahiliah itu merupakan setiap hukum yang bertentangan dengan apa yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Rasul-Nya. Dari sini, dapat dipastikan aturannya akan membawa ketenangan, kesejahteraan, bahkan rahmat bagi sekalian alam.

Di samping itu, pemilu bukanlah satu-satunya metode pengangkatan pemimpin dalam Islam. Pemimpin yang dimaksud bukanlah sekelas anggota legislatif, melainkan pemimpin tertinggi, yakni Imamah ataupun khalifah.

Mengangkat Pemimpin Islam

Islam tidak sembarang mengangkat pemimpin. Dalam Kitab Al Ahkamus Sulthoniyah karya Imam Mawardi, kriteria umum pemimpin yang akan diangkat dalam Islam itu harus muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka bukan budak juga bukan dalam pengaruh kekuasaan pihak lain, adil, dan mampu. Ketujuh syarat ini disebut dengan syarat in’iqad, yakni ketujuh ini berdasarkan pada dalil Al-Qur-an dan As-Sunah.

Khalifah yang terpilih berdasarkan syarat in’iqad ini akan menunjuk struktur pemerintahan yang akan membantunya dalam menyukseskan penerapan syariat dari Allah Swt. tanpa proses pemilu. Ia akan memilih figur yang amanah, bertakwa, dan berkemampuan. Penggajian yang layak, larangan suap dan hadiah, perhitungan kekayaan, dan amar makruf kepada penguasa akan menambah kokoh pemerintahannya.

Adapun keberadaan wakil rakyat dalam sistem Islam berbeda dengan wakil rakyat dalam sistem demokrasi. Jika wakil rakyat ala demokrasi telah menjadikan mereka sebagai lembaga legislatif, maka wakil rakyat sistem Islam atau yang dikenal dengan Majelis Umat akan menjadi representasi masyarakat sebagai wakil rakyat dalam konteks syuro (memberi masukan) kepada khalifah, juga melakukan muhasabah dan syakwa (komplain).

Oleh karena itu, anggota majelis syuro terdiri dari laki-laki, perempuan, muslim dan nonmuslim. Dengan kata lain, setiap warga negara Daulah Islam berhak dipilih menjadi anggota Majelis Umat dengan catatan harus mampu menjadi representatif umat atau kelompok yang diwakilinya.

Khatimah

Memilih pemimpin yang amanah, bertakwa, dan berkualitas adalah pilihan. Tentu pemimpin seperti ini tidak akan ada dalam sistem selain Islam. Mencelupkan jari dalam tinta unyu bukanlah hal yang keren. Justru mampu menjerumuskan kita dalam dosa karena melanggengkan aturan jahiliah yang tidak diridai Allah Swt.. Yuk, perjuangkan syariat dengan menghadirkan pemimpin Islam yang terpercaya. Apalagi kalau bukan dengan sistem Islam yang insyaallah akan hadir di depan mata. Wallahu a’lam. [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *