Oleh. Eyi Ummu Saif
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Siapa sih, yang gak mau sukses di dunia dan masuk surga? Pastinya hal tersebut adalah impian setiap orang, iya gak, sih? Eh, tapi, gimana tuh caranya sukses?
Setiap diri dari kita pasti memiliki arti sukses yang berbeda, tetapi apakah jalan menuju sukses itu gampang, Bestie? Semudah membuat mie instan sukses? Eh, jadi ngiklan. Hehe, sorry.
Yuk, tengok para pendahulu kita semisal Muhammad Al-Fatih sang penakluk Konstantinopel. Beliau sejak kecil dididik oleh orang tua dan guru-guru yang tegas juga disiplin hingga Al-Fatih memiliki cita-cita tinggi yakni mewujudkan bisyarah Rasulullah saw. perihal akan ditaklukannya Konstantinopel oleh sebaik-baiknya pemimpin dan sebaik-baiknya pasukan, and then finally atas izin Allah Swt. Al-Fatih yang berhasil menaklukkannya.
Yang jadi pertanyaan. Apakah Al-Fatih mewujudkan cita-citanya dengan cara mager seharian main game di kamar, Bestie? Atau mewujudkannya dengan cara nongkrong gaje, hobinya traveling dan kulineran doang? Tentu tidak, wahai Esmeralda, hehe. Ketahuan kan ini penulisnya angkatan tahun berapa.
Sejak kecil, Muhammad Al-Fatih berhasil menguasai bahasa Turki, Persia, dan Arab, baik untuk kemampuan membaca, menulis, berbicara, dan menerjemahkan. Di masa remajanya, ia mempelajari bahasa Yunani, Serbia, Italia, dan latin.
Selain itu, ia juga menguasai berbagai ilmu Al-Qur’an, hadis Nabi, fikih, dan ushul fikih serta ushuluddin. Ia juga berkilau dalam ilmu sejarah, geografi, dan mantiq. Tak ketinggalan ilmu-ilmu pasti semacam matematika dan falak, serta politik syariah dia kuasai.
Walhasil, Muhammad Al-Fatih pun bersungguh-sungguh mengerahkan berbagai strategi menjemput bisyarah Nabi saw.. Dengan izin Allah Swt., benteng yang berdiri kokoh selama 1.123 tahun pun dapat ditaklukkan oleh Al-Fatih dan para pasukannya.
So, untuk meraih sukses itu ada S & K yang berlaku ya, Sob, diantaranya:
Pertama fokus, serius, dan bersungguh-sungguh, misal punya cita-cita pengen jadi dokter, maka ia akan fokus dan memantaskan diri dengan cara ia akan belajar dengan bersungguh-sungguh alias maksimal hingga ia menguasai ilmu kedokteran dan mampu mempraktikkannya. Terkait belajar ini, ada nasihat dari seorang ulama yang isinya, “Jika kamu tidak tahan terhadap penatnya belajar, maka kamu akan menanggung bahayanya kebodohan.” (Imam Syafi’i)
Kedua punya tujuan yang jelas dan mau berkorban.
Nah, kalo ini sih, tergantung niatan kita ya, alasan apa yang kita punya sehingga kita menginginkan kesuksesan itu bisa kita dapat? Terkait poin kedua ini, kita bisa ambil lagi pelajaran dari kisah Muhammad Al-Fatih.
Jadi begini, saat itu Al-Fatih akan melakukan penyerangan terakhir, yang sebelumnya ia dan pasukannya berhasil menaikkan 72 kapal ke atas Bukit Galata. Sebelum penyerangan terakhir ini, saat dini hari, beliau memanggil seluruh pasukannya untuk berkumpul melakukan salat Tahajud. Setelahnya, sebelum berangkat perang, beliau menyampaikan khutbah kepada pasukannya yang isinya, “Jika penaklukan Konstantinopel ini sukses, maka kemenangan yang kita dapatkan akan makin meninggikan kemuliaan Islam. Oleh karena itu, wajib bagi setiap pasukan untuk menjadikan syariat Islam selalu di depan mata dan jangan sampai ada yang melanggar syariat Allah yang mulia karena kemenangan Islam bukan karena prestasi ibadah kita tapi dari sekecil apa kita bisa menghijab diri kita dari bermaksiat kepada Allah, itulah yang mendatangkan kemenangan.”
Masyaallah, semata-mata niatan Al-Fatih untuk menaklukkan Konstantinopel bukan sekadar ingin viral alias terkenal, atau dapat kedudukan tertinggi, dihormati banyak orang, tetapi karena apa? Yakni, “Untuk Allah semata, demi meninggikan kemuliaan Islam”
Demi Islam beliau rela berkorban.Waktu bermain di saat kecil ia korbankan untuk belajar. Bukan hanya itu, Bestie, sejak baligh ia juga adalah pribadi yang tidak pernah meninggalkan salat Tahajud dan salat rawatib hingga ajalnya tiba, karena ia tahu, “Penakluk terbaik adalah penakluk yang dekat dengan Allah Swt..”
Gimana, Sob?
Ingin sukses dunia dan akhirat? Yuk, cek n ricek.
Karena kita lah yang mampu untuk mewujudkan, dan kesuksesan yang hakiki sejatinya adalah ketika kita menjadikan seluruh dunia dan isinya adalah ladang untuk pulang kampung, eh, pulang kampung ke mana nih?
Ya, pulang ke mana lagi, sih? Tempat peristirahatan kita yang terakhir adalah “kampung akhirat” yakni surga atau neraka.
Jadi pilih mana? Taat (kepada Allah dan Rasul-Nya) berbuah surga, atau maksiat dan siap nemenin setan jadi penghuni neraka?
Memang gak mudah bisa sukses di akhirat itu, Bestie. Yuk, tengok firman Allah Swt. di bawah ini,
“Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, “Kami mendengar dan kami taat.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (TQS An-Nur: 51)
“Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (TQS An-Nur: 52)
Tuh, kan, apalagi dalam sistem sekuler yang saat ini agama (Islam) dipisahkan dengan kehidupan. Menggenggam Islam kayak menggenggam bara api, soalnya, mau taat dibilang “sok suci”, mau ngingetin orang yang maksiat dibilang “emang elu pemegang kunci surga?”
Eh, ada pelaku maksiat malah bangga dan bilang, “Sini, gue beli tiket masuk neraka, mau jualan es di neraka.” Na’udzubillahiminzalik.
Anyway, pilihan ada di tangan kita, ok. Mau sukses dunia akhirat? Kitalah yang menentukan. Sebagaimana dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (TQS Ar-Ra’d: 11)
[CM/NA]