Pelita di Tengah Malam

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Dian Oktaviana

CemerlangMedia.Com, FIKMIN — Di sudut kampung, Farhan, seorang pemuda berusia dua puluh lima tahun hidup sendirian di rumah kecil yang diwarisi dari orang tuanya. Farhan dikenal sebagai pemuda keras kepala yang jarang terlihat di masjid. Setiap harinya dihabiskan dengan bekerja di sawah dan malamnya diisi dengan bermain kartu bersama teman-temannya.

“Mengapa harus salat lima waktu? Bukankah cukup berbuat baik saja?” Pikir Farhan setiap kali mendengar suara azan.

Suatu malam setelah lelah bermain, Farhan berjalan pulang melewati jalan setapak di antara ladang. Bulan purnama bersinar terang, tetapi angin dingin terasa menusuk kulit. Ketika hampir sampai di rumah, ia melihat cahaya kecil di depan pintu masjid.

Masjid itu sudah lama tidak ramai. Orang-orang lebih sering beribadah di rumah mereka. Namun, malam itu, cahaya di depan pintu masjid menarik perhatian Farhan. Ragu-ragu, ia mendekat.

Di sana duduk seorang lelaki tua dengan janggut putih dan sorban sederhana. Wajahnya bersih dengan senyuman damai yang memancar. Ia memegang lentera kecil yang cahayanya menerangi sekitarnya.

“Assalamu’alaikum, Nak,” sapa lelaki itu lembut.

Farhan mengangguk pelan, merasa canggung. “Wa’alaikumussalam. Kakek siapa? Mengapa duduk di sini malam-malam?” tanyanya.

“Saya hanya seorang musafir, Nak. Sedang menunggu seseorang untuk menyampaikan pesan.”

“Pesan apa?” Farhan bertanya, bingung.

Lelaki itu menatap Farhan dalam-dalam. “Pesan bahwa hidup ini singkat. Setiap napas adalah langkah menuju akhirat. Sudahkah kau bersiap menghadap Tuhanmu?”

Farhan tertegun. Kata-kata itu menghantam hatinya seperti petir. Farhan teringat betapa sering ia mengabaikan salat, betapa sering ia menunda kebaikan, seolah-olah waktu akan selalu berpihak padanya.

“Kau tahu, Nak,” lanjut lelaki itu, “Cahaya kecil ini hanya terlihat oleh mereka yang hatinya masih memiliki harapan untuk kembali. Allah Maha Pengampun selama hamba-Nya mau bertobat.”

Air mata Farhan mengalir tanpa ia sadari. Ia teringat pesan ibunya sebelum wafat yang selalu memintanya untuk menjaga salat. Dengan suara bergetar, ia berkata, “Kakek, aku ingin berubah. Tapi aku takut, dosaku terlalu banyak.”

Lelaki itu tersenyum. “Rahmat Allah lebih luas dari langit dan bumi. Mulailah dengan satu langkah kecil. Wudu dan salatlah, lalu lihat bagaimana hatimu terasa lebih ringan.”

Malam itu Farhan memasuki masjid untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun. Ia menunaikan salat dengan air mata yang membasahi pipinya. Hatinya terasa damai, seperti beban berat telah terangkat.

Keesokan paginya, Farhan kembali ke masjid untuk mencari lelaki tua itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lentera kecil yang dibawa lelaki itu juga hilang. Namun, Farhan tahu, lelaki itu adalah peringatan yang dikirim Allah untuk menyelamatkannya dari kegelapan.

Sejak malam itu, Farhan tidak pernah meninggalkan salat. Ia menjadi pemuda yang rajin ibadah dan mengajak teman-temannya untuk mendekatkan diri kepada Allah. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *