Oleh. Rafa Nurfida Putri
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Laki-laki itu melepaskan hoodie yang dipakainya walau sedikit sobek di bagian tangan kirinya.
“Pakai.” Ucap laki-laki itu sambil menyodorkan hoodie bewarna cream dengan pandangan yang masih lurus ke arah laut.
Ayesha tertegun sesaat, “Makasih.” Ayesha memakai hoodie yang terasa cukup besar untuknya sehingga tubuhnya tenggelam di balik hoodie itu, tak lupa Ayesha memakai kupluk kepala hoodie untuk menutupi kepalanya.
Laki-laki itu mendaratkan tubuhnya di sisi kiri Ayesha dengan memberikan sedikit jarak dengannya, sedangkan Ayesha diam berpikir tentang nasibnya, serta keadaan canggung yang menyelimuti mereka berdua. Ayesha perlahan memutar kepalanya untuk melihat ke samping. Untuk sesaat Ayesha tercengang, lelaki di sampingnya ini sungguh bak pangeran, kulitnya putih bersih, rahang yang tegas, hidung mancung, rambutnya seperti gulali dan yang paling menarik adalah mata teduhnya. Astagfirullah! Ayesha dengan cepat mengalihkan pandangannya.
“Astagfirullah ya Allah hamba khilaf,” batinnya berujar.
“Emm … maaf nama kamu?”
“Xylan Friso Calasanz.” Jawabnya sembari mengulurkan tangan.
Ayesha hanya menatapnya, lalu menanggapinya dengan menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada, dan tanpa menatap lawan bicaranya,”Ayesha Humaila Theona.”
Xylan berdehem sambil menarik kembali tangannya yang menggantung di Udara, dan beralih menelisik sekitaran pantai hingga ia menyimpulkan bahwa kemungkinan besar ini adalah pulau terpencil atau paling tidak ya … gak berpenghuni.
“Kita cari bantuan.”
“Gak ada orang… “
“Kita coba cari orang, ayo.” Xylan yang tiba-tiba berdiri membuat Ayesha reflek ikut berdiri.
“Ke mana?”
“Cari orang.”
Mereka berdua berjalan, dengan posisi Xylan di depan dan Ayesha di belakang. Ayesha diam-diam mengamati punggung tegap Xylan yang berjalan tidak tau arah, kalau dilihat-lihat tinginya dengan Xylan mungkin hanya sebatas dagu laki-laki itu? Lama sudah mereka berjalan menelusuri pantai, namun sayangnya tak membuahkan hasil hingga netra Ayesha menangkap sesuatu.
“Kala,” panggil Ayesha yang masih saja mengamati sebuah jalan kecil di antara pepohonan. Sementara Xylan menatap Ayesha dengan kerutan di dahinya. “Cewek ini manggil gue, Kala?”
“Kala?” pertanyaan dari Xylan membuat Ayesha dengan cepat menoleh.
“M-maaf aku manggil kamu Kala, soalnya …“
“Gak pa-pa,” Xylan lebih cepat memotong ucapan gadis itu, lalu mendekat ke jalan kecil yang ditemukan Ayesha.
Tampaknya ini hanya jalan setapak biasa, tapi menuju ke manakah ini? Dua orang itu terus berjalan mengikuti jalur hingga dari jarak 5 meter mereka melihat sesuatu, kaki manusia? Ada rasa takut bagi Ayesha tapi tidak untuk laki-laki di depannya.
“Kamu tunggu di sini biar aku cek,” ucapnya.
“Ya Allah semoga bukan apa-apa,” gumam Ayesha.
Alangkah kagetnya Xylan saat melihat pemilik kaki tersebut, “Zoe!”
Melihat Xylan berteriak membuat Ayesha langsung mendekat, ia melihat sosok lelaki berwajah mirip-mirip seperti Xylan, tampan dan rambutnya berwarna. Xylan terus mengguncang tubuh Zoe sambil menepuk-nepuk wajahnya berharap sang maknae bangun.
“Kala, periksa denyut nadinya,” perintah Ayesha yang langsung dilaksanakan Xylan. Zoe masih hidup, kemungkinan lelaki itu hanya pingsan.
“Zoe bangun.”
Zoe membuka kedua matanya dengan pelan, menerima cahaya yang masuk ke retinanya, Xylan dan Ayesha menghela napas lega. “Xylan!” Zoe langsung memeluk Xylan, sungguh Zoe saat ini sangat bersyukur bertemu dengan Xylan.
“Gue pikir, gue bakal mati sendirian di sini,” celetuknya seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Omongan lo,” tegur Xylan yang membuat Zoe terkekeh pelan.
“Siapa?” tanya Zoe sambil menunjuk dengan dagunya kea rah Ayesha yang diam.
“Ayesha, dia salah satu penumpang pesawat juga,” jawab Xylan cepat.
Zoe mengulurkan tangannya, “Zoe.”
Xylan langsung menepis tangan Zoe dari hadapan Ayesha lalu beranjak sekaligus membantu Zoe untuk berdiri. Ayesha yang sedari tadi bingung hanya mengikuti kedua laki-laki itu berjalan sambil mendengarkan Zoe yang berbicara dari tadi tentang dia yang hanyut terbawa serpihan awak pesawat serta pingsan karena terlalu kaget, capek. Tuhan sepertinya sedang membantu mereka, sekitar 10 meter di depan sana terlihat sebuah rumah kayu.
“Ya Allah bantu kami semoga ada orang yang bisa menolong kami,” monolog Ayesha.
Xylan mendudukkan Zoe di teras rumah itu, sedangkan Ayesha mengetuk-ngetuk pintu rumah yang sudah terlihat tua, “Assalamualaikum …”
Ayesha berkali-kali mengetuk pintu namun sayangnya tak ada jawaban, hilang sudah harapan mereka tapi setidaknya mereka mempunyai tempat untuk berteduh. Hari mulai gelap, tak ada pencahayaan sedikitpun untuk mereka. Kekosongan, ketakutan, kelaparan, dan keputusasaan semua itu menyatu menjadi satu. Di sisi kanan teras rumah ada Xylan serta Zoe sedangkan sisi kiri ada Ayesha yang sedang berzikir menggunakan jari-jarinya yang tanpa disadari sejak tadi ada Xylan yang memperhatikannya.
“Lan, Lan, itu …” Zoe yang sedari tadi menghadap ke depan melihat sosok pria berjalan sambil menenteng sebuah karung.
Xylan yang melihatnya pun langsung berdiri, bersiap akan hal-hal yang buruk mungkin terjadi. Zoe berdiri di samping Xylan sambil menatap garang sosok yang hitam akibat dari pencahayaan yang minim, sedangkan Ayesha berada di belakang kedua laki-laki itu.
“Siapa kalian?” tanya sosok itu dalam bahasa Indonesia yang fasih, yang ternyata seorang pria tua. Ayesha terkejut, bapak ini pakai bahasa Indonesia? Apakah beliau orang Indonesia? Apakah ini di salah satu pulau di Indonesia? Tanah kelahirannya?
Bersambung …
[CM/NA]