Grasi Massal Narapidana, Kok Bisa?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Heny Era
(Kontributor CemerlangMedia.Com)

CemerlangMedia.Com — Memprihatinkan! Ya, itulah kondisi Lembaga Pemasyarakatan (lapas) dan Rumah Tahanan (rutan). Pasalnya hampir seluruh lapas di Indonesia overcrowded atau kelebihan kapasitas. Menjamurnya pelaku aksi kejahatan menjadi salah satu faktor penyebab utama permasalahan over kapasitas tersebut.

Peneliti Center of Detention Studies (CDS) Ali Aranoval menyatakan narapidana terbanyak di lapas Indonesia adalah narapidana narkotika. Dia menyebut hanya ada 3.147 orang yang mendapatkan rehabilitasi dengan teknik metadone (detiknews, 21-09-2023).

Untuk mengatasi kelebihan kapasitas lapas di seluruh Indonesia. Tim percepatan reformasi hukum yang dibentuk Menko Polhukam Mahfud MD merekomendasikan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi massal kepada narapidana pengguna narkoba. Rekomendasi itu merupakan satu dari sejumlah poin yang dihasilkan Kelompok Kerja (Pokja) Reformasi Pengadilan dan Penegakan Hukum di dalam tim itu (CNNIndonesia, 15-9-2023).

Tim merekomendasikan juga agar diberikan grasi kepada pelaku tindak pidana ringan. Namun, ada sejumlah catatan yang diberikan, yakni adanya pembedaan mana yang betul hanya pelaku atau penyalah guna, pelaku tipiring sehingga bisa diberikan grasi massal, alhasil masalah overcrowded bisa lebih baik (CNNIndonesia, 15-09-2023).

Menyoal Grasi Narapidana

Merujuk pada Undang-Undang nomor 22 tahun 2002 yang dimaksud dengan grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh presiden. Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan.

Grasi massal kepada narapidana pengguna narkoba diusulkan sebagai upaya mengatasi overcrowded lapas. Pasalnya, overcrowded akan berdampak negatif serta berpengaruh pada proses menjalankan pidana dan pembinaan dari seorang narapidana di lapas. Pengajuan terhadap grasi massal bukti bahwa pemberantasan narkoba kian mundur. Bagaimana tidak, seharusnya negara menutup seluruh celah penyebaran narkoba, tetapi yang terjadi justru sebaliknya, para narapidana mendapat kesempatan bebas dari hukuman.

Overcrowded terjadi sebab dari penanganan yang lemah dalam pemberantasan narkoba. Lapas bisa penuh dikarenakan banyaknya pengguna narkoba yang tertangkap, sementara itu jumlah petugas dan fasilitas terbatas dalam mewujudkan proses pembinaan yang optimal. Hal ini menggambarkan betapa negara menganggap sepele peredaran narkoba di tengah rakyat sehingga keseriusan mengurus rakyat mulai dipertanyakan.

Meningkatnya penyebaran narkoba disebabkan karena beberapa faktor, seperti kemiskinan, lemahnya iman, kontrol masyarakat, juga sistem sanksi tidak membuat jera. Kemiskinan yang menggurita mendorong sebagian masyarakat terjerumus dalam lembah narkoba. Ditambah mudahnya akses menjadi pengedar sampai produsen barang haram tersebut.

Itulah buah dari penerapan sistem kapitalisme yang menciptakan masyarakat hanya berorientasi pada materi, maka jalan halal atau haram sah-sah saja untuk meraih pundi-pundi rupiah. Alhasil, transaksi gelap narkoba terus berlangsung selama permintaan terhadap narkoba meningkat. Peningkatan ini tentu berpengaruh pada jumlah pengguna, pengedar, dan bandar. Maka narkoba menjadi bisnis yang menggiurkan karena Indonesia sendiri menjadi target utama dalam pemasaran narkoba, peredaran gelap narkoba dipengaruhi oleh posisi Indonesia yang strategis, yakni berada di jalur perdagangan internasional dan dekat dengan lahan produksi narkoba terbesar, tingkat ekonomi rendah dengan jumlah penduduk tertinggi ke-4 di dunia, dan perubahan gaya hidup yang mengarah ke barat-baratan.

Selain itu, penerapan sistem kapitalisme melahirkan asas sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang telah menjauhkan masyarakat dari aturan-aturan agama. Ketika seseorang minim pemahaman agama, maka akan bertindak sesuka hati yang berakibat pada liberalisme atau bertingkah sesuai keinginan pribadi. Gaya hidup liberalisme telah menjadi ciri khas dalam sistem kapitalisme.

Selanjutnya kontrol dari masyarakat yang kurang perduli dengan keadaan lingkungan sekitar tentu berpengaruh dengan banyaknya pengguna narkoba. Sikap individualisme atau hidup sendiri-sendiri menggerogoti masyarakat saat ini. Tidak mau tau urusan orang lain karena tidak ingin ikut campur menjadi alasan terbesar minimnya interaksi sesama, maka yang terjadi tak sedikit masyarakat berdiam diri ketika kejahatan atau kemungkaran terjadi di lingkungan mereka.

Kemudian juga sistem sanksi yang telah diterapkan tidak mampu mengeleminasi penyebaran narkoba, sanksi bagi pengguna narkoba tidak memberikan efek jera sehingga kejahatan meningkat pesat. Bahkan yang mengejutkan, sebagian oknum aparat sampai pada level jenderal ada yang menjadi pengguna narkoba dan membekingi bisnis haram ini. Kejayaan bisnis narkoba pun kian sulit diruntuhkan karena abainya negara dalam menanggulanginya, akar masalah tak pernah disentuh karena para pelaku hanya ditangkap atau diberi pembinaan saja. Lebih mirisnya, para pengguna narkoba dalam kadar rendah dianggap sebagai korban. Oleh karena itu, tak bisa hanya berharap pada hukuman dengan sanksi yang ringan.

Alih-alih dihukum dengan tegas, justru para narapidana diberikan angin segar berupa grasi massal. Apakah setelah bebas mereka akan berubah? Tentu belum pasti. Apabila mereka keluar dengan keadaan yang sama saat masuk tahanan, yakni belum menyadari kesalahan, maka bukan tidak mungkin jika akan beraksi kembali. Oleh karena itu, grasi massal bukan menjadi solusi akurat.

Sanksi dalam Islam Berefek Jera

Dalam kacamata Islam, narkoba tergolong barang haram untuk dikonsumsi, mengingat banyak mudarat yang ditimbulkan. Para ulama sepakat haram mengonsumsi narkoba ketika bukan dalam keadaan darurat. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan, diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak memabukkan.” (Majmu’ Al Fatawa, 34: 204).

Tak hanya haram, dampak buruk dari narkoba antara lain kecanduan untuk terus menggunakannya, gangguan kesehatan, gangguan mental, konsentrasi belajar menurun, dan rusaknya hubungan sosial. Oleh karena itu, dalam sistem Islam, solusi tuntas penanggulangan narkoba adalah penerapan sistem Islam dengan upaya menyadarkan para pengguna akan bahaya narkoba kepada seluruh lapisan masyarakat.

Lewat penerapan sistem Islam masalah yang menjadi penyebab utama narkoba akan dibabat habis, yakni dengan ditanamkannya keimanan pada setiap individu melalui pengukuhan akidah Islam dengan sistem pendidikan Islam, maka akan terbentuk individu-individu yang beriman dan bertakwa. Ketakwaan yang dimiliki setiap individu juga berpengaruh pula pada ketakwaan dalam bermasyarakat. Kontrol masyarakat dengan saling menasihati dan mencegah kriminalitas akan mengurangi tindakan kriminalitas.

Negara yang menerapkan syariat Islam melarang peredaran narkoba. Aparat penegak hukum atau polisi selalu berpatroli untuk menangkap para pelaku kejahatan disusul dengan pemberian sanksi yang tegas, yakni memberikan efek jera. Sanksi (uqubat) bagi pengguna narkoba adalah ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan juga kadarnya ditentukan oleh khalifah (pemimpin dalam Islam). Sanksi tersebut bisa saja berupa hukuman penjara, cambuk, diasingkan, dan lain sebagainya.

Sanksi ta’zir berbeda-beda sesuai tingkatnya. Pengguna narkoba yang masih baru, berbeda hukumannya dengan pengguna narkoba yang sudah lama. Berbeda pula dengan pengedar narkoba dan pemilik pabrik narkoba. Ta’zir dapat sampai pada tingkatan hukuman mati (Abdurrahman Maliki, Nizhamul Uqubat, 1990).

Begitu pula dalam problem ekonomi, sistem ekonomi Islam memiliki aturan yang menjamin keadilan dan kesejahteraan dengan mendistribusikan kekayaan secara merata. Di antaranya, yaitu Islam mengatur sumber daya alam yang melimpah ruah tidak boleh dimiliki individu, karena sumber daya alam sejatinya milik rakyat dan negara wajib mengelola untuk kepentingan rakyatnya. Politik ekonomi Islam mewajibkan penguasa atau negara memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya terutama yang berkekurangan. Negara menciptakan situasi kondusif bagi laki-laki untuk bekerja sehingga dapat memenuhi kebutuhan dasar untuk dia dan keluarga.

Dengan adanya aparat penegak hukum yang berkompeten, maka kriminalitas mampu diminimalkan, sanksi tegas menjadi ancaman bagi masyarakat agar tidak melakukan tindak kejahatan. Maka adakah sistem yang dapat menandingi Islam? Karena nyatanya kapitalisme telah membuat rakyat terpuruk. Sudah seharusnya sistem Islam ditegakkan dan terus bersama mendakwahkan kepada umat dengan membongkar kebobrokan sistem yang rusak. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *