Oleh: Hessy Elviyah, S.S.
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Simpati umat Islam masih mengarah kepada saudara di P4l3stin4, tetapi kini, isu dalam negeri yang menyangkut nasib umat tengah menyeruak di masyarakat dan membuat sesak di dada. Betapa tidak, pemerintah mengusulkan BPIH naik sebesar 105 juta rupiah per jemaah yang sebelumnya sebesar 90 juta rupiah.
Usulan ini disampaikan oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dalam Rapat Kerja dengan DPR RI mengenai Pembicaraan Pendahuluan BPIH dan Pembentukan Panja (Panitia Kerja) BPIH Tahun 1445 H/2024 M. Alasan kenaikkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 karena kenaikan kurs, baik dollar maupun riyal serta penambahan layanan (Detik.com, 14-11-2023).
Mendengar kabar tersebut, beberapa calon jemaah haji merasa keberatan. Seperti calon haji asal Solo, Habil Khoirudin. Dia mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap kenaikan PBIH, andai pun tetap melenggang naik, ia harus merogoh tabungan yang belum tentu bisa melunasi ongkos haji. Begitu pun Mohammad Baihaqi, calon jemaah haji lainnya di Pamekasan, Jawa Timur juga menyatakan keberatannya terhadap kenaikan BPIH karena kondisi ekonomi yang masih labil (Bbc.news.indonesia, 17-11-2023).
Walaupun sebenarnya masih berupa usulan, tetapi ketika berkaca pada kejadian sebelumnya, usulan Kemenag selalu menjadi acuan untuk menaikkan ONH. Pada 2023 Kemenag mengusulkan BPIH 2023 sebesar Rp98,89 juta, naik dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp81.747.844,04 per jemaah. Pada akhirnya, Panja (Panitia Kerja) Komisi VIII DPR RI dan Panja Pemerintah menyetujui besaran rata-rata BPIH jemaah haji reguler sebesar Rp90.050.637,26 (Tempo.co, 16-02-2023).
Hal ini, membuat ketar-ketir calon jemaah haji 2024. Pasalnya jika BPIH naik, bisa dipastikan ONH juga ikut naik, sebab BPIH terdiri dari 2 komponen, yaitu ONH atau Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) yang dibayar oleh jemaah haji dan nilai manfaat dari uang jemaah haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) guna menyubsidi jemaah.
Kapitalisasi Ibadah
Animo umat Islam untuk beribadah haji rupanya menjadi santapan segar bagi kaum kapitalis. Inilah watak khas kapitalisme, sesuatu yang dianggap bernilai manfaat, tidak bisa didiamkan begitu saja, tetapi haruslah diambil keuntungannya. Sekalipun umat yang akan menjalankan ibadah, tetap menjadi objek bisnis.
Tumpukan duit dari calon jemaah haji yang sudah disetorkan menjadi modal bisnis, apalagi ada badan khusus untuk mengelolanya. Hal ini seolah melegitimasi untuk menggunakan dana haji diputar dan diambil keuntungannya. Untung rugi adalah hal yang pasti menjadi pertimbangan dalam setiap bisnis, maka efeknya bukan hanya terkait kurs rupiah yang melemah, melainkan konsekuensi bisnis yang dijalankan dalam pengelolaan dana haji sehingga bisa merugikan calon jemaah haji.
Kondisi ini seolah menzalimi niat suci kaum muslim untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah. Pasalnya, walaupun ONH selalu naik, nyatanya tidak diiringi dengan naiknya pelayanan serta masih terjadi keteledoran pihak penyelenggara haji terkait pelayanan haji. Misalnya yang terjadi pada 2023, di antaranya keterlambatan bus saat hendak ke Mina, jemaah tidur di luar tenda, dan masalah konsumsi (Cnnindonesia.com, 04-07-2023).
Seharusnya pemerintah melakukan pelayanan terbaiknya kepada para jemaah haji, tidak mempersulit seperti saat ini karena haji adalah ibadah umat Islam dan termasuk rukun Islam. Umat Islam akan selalu berusaha semaksimal mungkin guna menunaikan ibadah, jangan sampai dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk mencari keuntungan pribadinya.
Islam Mempermudah
Susahnya beribadah tidak akan ditemui ketika manusia menjalankan sistem kehidupan Islam. Sebab, para pejabat negeri Islam akan berusaha semaksimal mungkin, memudahkan setiap umat untuk menjalankan ibadahnya. Hal ini dikarenakan penguasa dan negara Islam mempunyai amanah meriayah (mengurus/melayani) serta junnah (melindungi/menjaga). Mereka paham betul, pelayanan dan penjagaannya akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Pejabat negara mengemban amanah sebab dorongan akidah, bukan untuk mencari keuntungan dari kekuasaan yang dijabatnya.
Apalagi haji adalah kewajiban, sebagai perintah Allah Swt.. Hal ini tertuang dalam surah Ali-Imran ayat 97 yang berbunyi, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.” (QS Ali-Imran (3): 97).
Oleh karenanya, negara akan melakukan segala upaya untuk membuat kaum muslim bisa dengan mudah, nyaman, murah, serta berkesan dalam melaksanakannya. Inilah the real pemimpin sejati, yang hadir sebagai pelayan dan pelindung umat, mereka berusaha keras agar hak rakyatnya terpenuhi sesuai syariat Islam. Terlebih ibadah haji, yang mayoritas umat Islam melaksanakan sekali seumur hidupnya.
Hal ini dibuktikan ketika Khalifah Harun Ar-Rasyid berkuasa, pada kekhalifahan Abbasiyah. Beliau membangun pos-pos layanan umum di sepanjang Irak hingga Hijaz (Makkah-Madinah) yang diperuntukkan bagi jemaah haji yang kekurangan bekal selama perjalanan di jalur haji tersebut.
Begitu pula pada masa kekhalifahan Utsmaniyah yang membangun sarana transportasi dimulai dari Istanbul, Damaskus hingga Madinah untuk mengangkut jemaah haji. Inilah bentuk pelayanan terbaik para pemimpin ketika Islam diterapkan.
Pada saat jalur transportasi dan media sosial belum secanggih saat ini, para pemimpin negeri Islam sudah memberikan kepuasan pelayanan bagi umat. Apalagi saat sekarang, jika Daulah Islam kembali tegak, umat akan kembali merasakan nikmat dan khusyuk dalam melaksanakan ibadah haji, tanpa memikirkan kenaikan ongkos yang nyaris setiap tahun selalu melonjak, tanpa dibarengi pelayanan yang memuaskan.
Maka dari itu, untuk bisa menunaikan ibadah haji yang nyaman, sudah selayaknya kita berupaya mengembalikan sistem Islam diterapkan secara kafah di muka bumi ini. Selain kenyamanan beribadah, juga demi ketaatan kepada Allah Swt. secara totalitas. Wallahu a’lam. [CM/NA]