Cemerlangmedia.Com — Dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 78, wali kota Pariaman, Sumbar Genius Umar berharap hal ini dapat menjadi momentum kebangkitan dan semangat bagi warga setempat dalam memajukan daerah. Menurutnya untuk memajukan daerah diperlukan kerja sama seluruh warga, hal tersebut secara tidak langsung kelak akan berdampak pada kemajuan Indonesia. (17-8-2023).
Pertanyaannya, dengan kondisi Indonesia saat ini, apakah memang sudah benar-benar merdeka? Walaupun secara de jure dan de facto Indonesia memang telah mendeklarasikan kemerdekaannya, yaitu sejak 17 Agustus 1945. Hal tersebut juga telah diakui oleh negara tetangga bahkan dunia. Namun, faktanya tidak demikian, kondisi Bumi Pertiwi saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Hal ini begitu tergambar jelas pada sebuah lirik lagu karya grup band Marjinal yang beraliran punk rock. “Lihatlah negeri kita, yang subur dan kaya raya, sawah ladang terhampar luas di samudera biru. Tapi rataplah negeri kita, yang tinggal hanyalah cerita. Pengangguran merambah luas, kemiskinan merajalela, pedagang kaki lima tergusur teraniaya, bocah-bocah kecil merintih melangsungkan mimpi di jalanan, buruh kerap hadapi penderitaan. Inilah negeri kita, alamnya gelap tiada berbintang, hanya derita dan derita, menderita terus. Sampai kapankah derita ini, yang kaya darah dan air mata terus mewarnai Bumi Pertiwi.”
Masyarakat tentu tidak bisa menafikan kerusakan- kerusakan yang terjadi saat ini di negeri tercinta yang katanya gemah ripah loh jinawi? Hal tersebut menjadi bukti nyata ketidakpedulian negara terhadap rakyatnya. Lihat saja dari tingginya angka kemiskinan, kerusuhan yang terjadi di mana-mana, kriminalitas di semua sektor, pembunuhan, kenakalan remaja, perzinaan, prostitusi terselubung dan yang paling parah sekaligus memperburuk kondisi yang ada adalah adanya realita Indonesia yang masih dijajah, contoh pada sektor ekonomi. Ternyata Indonesia sedang mengalami penjajahan secara sistematis, yaitu kapitalisme global.
Padahal sejatinya definisi dari negara merdeka adalah negara yang berdaulat penuh, artinya negara tersebut bebas dari kekuasaan, cengkeraman dan campur tangan negara lain. Negara tersebut harus berdiri kokoh, tegak, dan mandiri. Serta dapat melindungi segenap rakyat dan memakmurkannya. Kemerdekaan tentu merupakan sesuatu yang dicita-citakan oleh semua bangsa. Ini tertuang dengan sangat jelas dalam naskah pembukaan UUD 1945 alinea pertama, “Karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa, oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.”
Semestinya, dengan “usia kemerdekaan” yang sudah matang, yaitu 78 tahun, idealnya negara ini sudah banyak meraih impian-impiannya. Apalagi semua potensi dan energi menuju ke arah tersebut jelas dimiliki bangsa ini. Namun, sayang, fakta jauh lebih kuat berbicara. Indonesia nyatanya memang belum merdeka, terlebih dari penjajahan pemikiran, politik, ekonomi, pendidikan, hukum, sosial, dan lainnya. Lebih lanjut negeri ini juga belum merdeka dari kemiskinan akut, kebodohan, kerusakan moral, dan keterbelakangan.
Di dalam perspektif Islam, kemerdekaan yang sejati adalah kebebasan bertindak karena hakikatnya manusia adalah makhluk yang diberikan otonomi sekaligus kepercayaan sebagai khalifah fil ardh, yaitu pemimpin di muka bumi. Maka dari itu, kemerdekaan hakiki adalah kemampuan untuk membebaskan diri dari belenggu hawa nafsu sekaligus ambisi pribadi. Seperti tercantum dalam surah Al Furqan ayat 43. “Terangkanlah kepada-Ku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya.”
Banyak sekali manusia yang tunduk dengan keinginan dan angan-angannya sehingga mereka telah jauh melangkah tanpa arah sesuai dengan kesenangan yang mereka inginkan. Meski pada akhirnya mereka menabrak batasan-batasan yang telah Allah tetapkan. Mereka semua tau betul bahwa segala sesuatu selain Allah tidak akan pernah bisa memberi manfaat atau mudharat terhadap manusia.
Dengan begitu, maka jelas bahwa manusia yang merdeka adalah manusia yang mampu memerdekakan dirinya dari berbagai belenggu nafsu, syahwat serta penghambaan terhadap makhluk menuju ketauhidan yang abadi, yaitu menghambakan diri hanya kepada Allah semata, Tuhan pencipta alam yang tidak berawal juga tak berakhir. Wallahua’lam
Rina Herlina
Payakumbuh [CM/NA]